Mohon tunggu...
Annisa Camelia Salsabila
Annisa Camelia Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Assalamualaikum ! Haiii... semoga semua artikel yang aku upload bisa membantu dan tentunya bermanfaat bagi kita semua yaa !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori mengenai Sexual Harassment, Kenyamanan, dan Produktivitas Karyawan di Tempat Kerja

3 Januari 2024   20:20 Diperbarui: 3 Januari 2024   20:51 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semanticscholar.com

Semanticscholar.com
Semanticscholar.com

Gambar berikut adalah bentuk Gunung Es Pelecehan Seksual Cortina, yang menggambarkan bahwa sebagian besar tindakan sexual harassment bersifat merendahkan gender. Menurut (Cortina & Areguin, 2021) sebagai penulis yang mengembangkan metafora gunung es untuk menggambarkan Model Sexual Harassment Tripartite karya Fitzgerald. 

Gunung Es Cortina ini menggambarkan bagaimana pemaksaan seksual dan perhatian seksual yang tidak diinginkan (come-ons) hanya mewakili sebagian kecil sepotong pelecehan seksual yang terjadi di organisasi. Sexual Harassment yang digambarkan bawah batas karena jarangnya kesadaran masyarakat karena jarang menjadi berita utama pada media atau kasus-kasus pengadilan tinggi. Dilihat dari ilustrasi gunung es ini pelecehan gender memberikan dasar tindakan pelecehan yang lebih mengancam secara seksual.

Karena tempat kerja merupakan salah satu tempat yang berpotensi tinggi terjadinya sexual harassment apalagi dengan ketidakseimbangan jumlah karyawan laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu setiap karyawan baik laki-laki atau perempuan berhak untuk mendapatkan hak untuk merasa aman dan nyaman saat bekerja. Namun dilansir dari banyaknya survei, penelitian terdahulu banyak korban dari sexual harassment ini adalah perempuan, dan dilihat dari ilustrasi dan penjelasan dari teori Gunung Es Cortina, banyaknya kasus sexual harassment yang tidak diketahui publik karena kurangnya kesadaran dan keberanian korban dalam melaporkan hal tersebut.

Alasan mengapa korban dari sexual harassment ini tidak melaporkan kejadian yang tidak menyenangkan karena korban takut dan malu juga khawatir kehilangan pekerjaanya, karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan kepada pihak berwajib karena laporan mereka yang dipersulit karena kurangnya bukti akan laporan sexual harassment yang mereka alami (Fadillah, 2021). 

Karena menurut (Culliberg & Mihelic, 2016) korban harus bersungguh-sungguh dalam mempertimbangkan niatnya untuk melaporkan si pelaku, karena termasuk dalam perilaku yang melanggar hukum, memikirkan posisi atau jabatan si pelaku, support dari rekan-rekan kerja dan adanya ketakutan akan hilangnya rasa respect dari anggota organisasi atau perusahaan.

Oleh karena itu banyak korban sexual harassment yang mengundurkan niatnya untuk melaporkan si pelaku dan memilih untuk diam, karena adanya rasa ketakutan jika terjadi pelaporan maka keamanan korban dapat terancam, karena takut adanya ancaman balas dendam dari si pelaku (Wainberg & Perreault, 2016). 

Karena menurut riset yang dilakukan oleh (He P, Jiang C, Xu Z, & Shen C, 2021) karyawan baik perempuan maupun laki-laki memiliki rasa ketakutan untuk menyampaikan informasi yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, diperlakukan secara tidak adil oleh rekan-rekan kerja, dan menyebabkan terintimidasi bahkan dapat menyebabkan terjadinya pelecehan di tempat kerja

Namun tidak jarang, perusahaan memberikan reward untuk karyawan atau korban sexual harassment berbentuk penghargaan atas keberanian untuk mengemukakan kejadian yang tentu saja bisa membuat korban merasa malu, dengan keberanian dalam melaporkan kejadian yang negatif dan salah yang tentunya dapat merugikan karyawan dan juga perusahaan. Selain itu juga biasanya karyawan yang berani dalam melaporkan hal-hal yang tidak sewajarnya dan menyimpang mendapatkan penghargaan finansial, dan adanya budaya organisasi yang bersih (Andon P, Free C, Jidin R, Monroe G.S, & Turner M.J, 2016).

  • KENYAMANAN KERJA 

Menurut (Keliat, Windawarti, Prawirowiyono , & Subu, 2015) kenyamanan adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat merasakan kesejahteraan atau nyaman dalam hal mental, fisik dan sosial. Dengan terpernuhimya rasa nyaman dalam diri akan menyebabkan perasaan sejahtera. Karenanya kenyamanan harus diperoleh setiap individu atau karyawan di sebuah perusahaan dan perusahaan wajib untuk memberikan rasa aman dan nyaman terhadap semua karyawannya tanpa terkecuali, karena karyawan adalah asset bagi setiap perusahaan.

Menurut Oborne dalam (Zabdi, 2016) kenyamanan adalah situasi yang sulit untuk dinilai, karena bersifat berbeda. Kenyamanan juga merupakan penilaian respondentif individu, oleh karena itu kenyamanan tidak dapat dinilai secara pasti, dan menurut Potter dan Perry dalam (Zabdi, 2016) rasa nyaman juga merupakan situasi dimana terpenuhinya kebutuhan dasar sebagai manusia, kenyamanan harus dipandang secara holistic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun