Revolusi Daur Ulang:Menelusuri Sejarah Pengelolaan Sampah Di Indonesia
Annisa Anugrah Ramadhayani
Salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, Indonesia menghadapi banyak masalah dalam mengelola sampah. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi sampah di negara ini meningkat pesat sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang pesat. Daur ulang, di sisi lain, bukanlah ide baru di Indonesia.
Indonesia memiliki sejarah panjang praktik tradisional yang berkaitan dengan penggunaan kembali dan penggunaan kembali barang. Dalam esai ini, kita akan melihat sejarah daur ulang di Indonesia mulai dari praktik tradisional hingga inisiatif modern, dan kita juga akan membahas masalah dan prospek masa depan daur ulang di Indonesia.
Warisan budaya yang kaya dari praktik daur ulang di Indonesia mendukung kehidupan berkelanjutan dan konservasi sumber daya. Selama berabad-abad, orang Indonesia telah menggunakan cara daur ulang tradisional, yang mencakup memperbaiki dan menggunakan kembali barang.
Misalnya, keramik yang pecah sering diperbaiki dengan teknik yang disebut kintsugi, di mana retakan dipenuhi dengan pernis yang dicampur dengan debu emas atau perak. Teknik ini membuat keramik menjadi karya seni unik. Pemanfaatan kembali daun pisang sebagai kemasan makanan adalah contoh tambahan yang masih banyak dilakukan di pasar tradisional.
Sejarah daur ulang di Indonesia berawal dari zaman dahulu ketika masyarakat menggunakan bahan-bahan seperti logam, kaca, dan kertas untuk berbagai keperluan. Namun sistem daur ulang resmi yang dikenal dengan “Sejarah Sistem Daur Ulang Indonesia” menjadi menonjol dalam beberapa tahun terakhir karena kepeduliannya terhadap kelestarian lingkungan dan konservasi sumber daya alam. Esai ini mengeksplorasi konteks sejarah, pendorong utama, dampak, dan perkembangan sistem daur ulang Indonesia di masa depan. Konteks sejarah: Konsep daur ulang di Indonesia telah mengakar dalam budaya selama berabad-abad. Dalam masyarakat tradisional Indonesia, masyarakat sering kali memperbaiki, menggunakan kembali, dan mendaur ulang bahan untuk meminimalkan limbah dan menggunakan sumber daya yang terbatas. Misalnya, tembikar akan digunakan untuk konstruksi dan tekstil lama untuk pakaian baru. Praktik daur ulang ini lahir dari kebutuhan dan rasa hormat yang mendalam terhadap alam.
Banyak orang penting yang berperan penting dalam terciptanya sistem daur ulang di Indonesia. Salah satu karakter tersebut adalah dokter Mennä. Rahmat Witoelar, aktivis lingkungan hidup dan mantan menteri lingkungan hidup, yang memperjuangkan reformasi pengelolaan sampah negara. Dr. Komitmen Witoel dalam menerapkan praktik berkelanjutan dan program daur ulang masyarakat berperan penting dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya daur ulang.Tokoh lain dalam industri daur ulang adalah Dr. Ir. H. Basuki Hadimulyo, seorang insinyur lingkungan terkemuka yang telah melakukan penelitian ekstensif mengenai pengelolaan sampah dan teknologi daur ulang.
Dr. Hadimulyo terlibat dalam pengembangan metode dan kebijakan daur ulang inovatif di Indonesia yang membuka jalan bagi sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dampak sistem daur ulang di Indonesia: Pengenalan sistem daur ulang di Indonesia mempunyai dampak yang signifikan terhadap pengelolaan sampah. lingkungan hidup, perekonomian dan masyarakat. Tiza Mafira merupakan aktivis lingkungan hidup yang juga dikenal sebagai pendiri gerakan #PlasticRecycling. Tiza Mafira aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya daur ulang plastik dan upaya kecil yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah plastik.
Produksi sampah di Indonesia meningkat sebagai akibat dari urbanisasi dan industrialisasi yang meningkat, yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menetapkan peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan sampah. Pemerintah Indonesia memberlakukan undang-undang tentang pengelolaan sampah pada tahun 2008, yang membuat program pemisahan dan daur ulang sampah di kota-kota menjadi wajib. Sektor swasta juga telah mengambil bagian dalam pengelolaan dan daur ulang sampah dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, Waste4Change adalah organisasi sosial yang menangani sampah untuk bisnis dan rumah tangga, termasuk pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang. Lebih dari 3.000 ton sampah telah diangkut oleh perusahaan dari tempat pembuangan sampah dan insinerator.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung tahun 2018, sampah yang dihasilkan Kota Bandung meningkat menjadi 1.500-1.600 ton dalam beberapa hari. Dari seluruh sampah yang dihasilkan, hanya 1.200 ton sampah yang bisa diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung menambahkan, total 65% sampah Kota Bandung masih ditangani oleh rumah tangga. percuma Dari jumlah tersebut, per hari hanya sekitar 300 ton sampah yang dapat diolah menjadi kerajinan tangan, kompos, gas, dan listrik, sedangkan sisanya masih berserakan di tempat pembuangan sampah sementara dan di sudut-sudut kota serta sungai.
Kelurahan Cibunut merupakan salah satu kelurahan Kota Bandung yang merupakan salah satu kawasan percontohan bebas sampah Kota Bandung. Dalam hal pengelolaan sampah, Kampung Cibunut kini mulai menerapkan konsep zero waste melalui tempat penampungan sampah Kang Pisma (Reduce Separate Use). Penerapan zero waste di Desa Cibunut juga dilatarbelakangi oleh semangat untuk menjadikan Desa Cibunut menjadi Cibunut terbaik/terbaik, dengan tujuan menjadikan lahan sempit di Desa Cibunut menjadi masyarakat dan lingkungan yang baik. Salah satu program yang mendorong penerapan Cibunut yang terbaik adalah Program Kebersihan dan Persampahan. Melalui gerakan Kang Pisman (reduksi-pisahkan-pakai), sampah mendorong kesadaran baru di masyarakat untuk mengolah dan memanfaatkan sampah yang ada untuk sesuatu yang bermanfaat (Iqbal m,Suheri T,2018,hlm.71)