Mohon tunggu...
Annisaa Ganesha
Annisaa Ganesha Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kumpulan Mahasiswi Ideologis

Berdakwah dengan pena digital

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ulama Protes: Ekonomi Diangkat Ibadah Dihambat

1 Juni 2020   15:27 Diperbarui: 1 Juni 2020   15:28 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wabah Covid-19 menyibakkan kepada masyarakat terhadap kualitas pemerintah yang sedang berkuasa saat ini. Respon masyarakat terkait kondisi negara bertebaran di banyak media mulai dari keluhan orang awam hingga pendapat ulama yang melihat kebijakan PSBB ini seolah tebang pilih. Faktanya kegiatan ibadah ditiadakan seperti sholat jumat, tarawih, sholat berjamaah, kajian keagamaan, dan kegiatan keagamaan massal lainnya. Namun, di sisi lain, banyak tempat hiburan dan perbelanjaan masih tetap dibuka lebar, bahkan tidak terdapat pembatasan sesuai protokoler kesehatan Covid-19 yang berlaku.

"Tapi yang menjadi pertanyaan, mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid. Tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat-tempat lainnya," kata Anwar Abbas, Sekjen MUI, dalam news.detik.com (17/5/2020).

Kebijakan ini juga bertentangan dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi dan memutus rantai penyebaran Covid-19. Ini adalah salah satu bukti bahwa hukum yang berlaku di Indonesia seolah dapat dipilah-pilih sesuai dengan keinginan pembuat kebijakan. Tidak tajam di segala sisi, dapat dipangkas jika dirasa tidak menguntungkan. Anwar juga mengatakan bahwa pemerintah mengaku mendukung fatwa MUI untuk mengajak masyarakat beribadah di rumah, akan tetapi disaat yang berasamaan berbeda dengan kebijakan yang diambil yang sangat terlihat membawa keuntungan kepada negara di masa sulitnya rakyat.

Kecacatan hukum yang tidak memangkas di semua sisi akan membuat sebuah sistem menjadi diragukan oleh objek yang diatur (rakyat). Kebijakan tersebut membuat masyarakat awam memandang bahwa wabah ini hanya ditularkan melalui peribadatan yang melibatkan orang banyak sedangkan untuk aktivitas selain ibadah tidak dapat ditularkan. Padahal kenyataan yang berlaku tidak seperti itu, wabah ini sangat mudah menyebar jika terdapat kerumunan baik di masjid, di pasar, di kantor, di mal, di bandara, atau di tempat kerumunan lainnya. Yang menjadi masalahnya adalah, tempat beribadah tidak dipajak negara, sehingga tidak menguntungkan bagi negara. Sedangkan tempat-tempat komersil tentu akan membawa keuntungan bagi negara dan pengusaha sehingga harus tetap dibuka. Hukum ini terlihat sangat lunak di hadapan lembaran-lembaran uang dan justru malah akan menimbulkan permasalahan baru berupa gejolak-gejolak di masyarakat yang merasa hukum ini tidak adil.

Tidak menutup kemungkinan saat ini masyarakat mulai geram dengan pembatasan yang di lakukan pemerintah. Seharusnya para ahli, ulama, dan ilmuwan, dengan lantang menyuarakan pandangannya melihat kejahatan pemerintah di atas penderitaan rakyat. Menyadarkan masyarakat awam tentang apa yang sedang terjadi. Khususnya para ulama yang menjadi tuntunan umat harus lebih lantang lagi menyuarakan kezhaliman ini. Serta mengajak kembali umat untuk bersatu menggunakan solusi Islam yang menyeluruh untuk menyelesaikan masalah wabah ini dan masalah-masalah sistemik lainnya yang sedang melanda negeri ini maupun di negeri-negeri muslim lainnya. Persatuan di semua sisi untuk menyelesaiakan masalah ibadah, ekonomi, sosial, kesehatan, dan bidang yang lain, dengan penyelesaian yang mengakar dan menyeluruh.

Solusi ini terlihat di masa Khalifah Umar Bin Khaththab dalam menangani wabah. Umar mengunci (lockdown) wilayah yang terdampak wabah dan tetap membuka wilayah yang tidak terdampak, sehingga aktivitas ekonomi dapat terus berjalan. Selain itu, kebutuhan pokok masyarakat di wilayah lockdown dijamin oleh negara, karena memang meraka tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Berbeda dengan negara dalam sistem demokrasi yang enggan memberikan bantuan cuma-cuma kepada rakyat karena mengharapkan imbalan materi. Kewibawaan sebuah sistem yang turun dari Allah SWT ini, serta rakyat yang tunduk dan patuh terhadap arahan pemimpinnya semata-mata karena alasan takwa kepada Tuhannya, membuat solusi ini akan berjalan dengan agung dan mantap. Akan tetapi sistem yang sempurna ini (Islam) amat sulit dilakukan jika tidak ada persatuan dari umat untuk menegakkannya. Laa haula wala quwwata illa billah. (Alfi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun