Semenjak Desember 2019, dunia dikejutkan dengan suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh virus yang kemudian akrab disebut dengan sebutan Covid-19. Wabah ini pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China yang dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan mengalami berbagai perubahan yang sangat drastis.Â
Mulai dari kesehatan, stabilitas ekonomi, sosial-budaya, politik, bahkan pendidikan. Stabilitas ekonomi semakin melemah, hubungan sosial yang menurun menyebabkan perubahan budaya dan berkurangnya kepedulian terhadap sesama, juga pola pendidikan yang berubah yang kemudian menjadi sorotan masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menghadapi pandemic ini, salah satunya adalah meliburkan pembelajaran tatap muka. Proses pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (daring) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dan jaringan internet. Pembelajaran secara daring ini merupakan tantangan yang cukup besar.Â
Bukan hanya bagi seorang siswa, tapi juga bagi seorang guru sebagai pengelola dan pendesain pembelajaran. Jika ditinjau dari segi manfaat, memang, dilakukannya pembelajaran secara daring ini telah menjejakkan proses pendidikan di tanah air ke arah digitalisasi. Namun, disisi lain, hal itu juga melahirkan berbagai hambatan dan kesulitan.
Tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan, berbagai kesulitan itu contohnya adalah siswa belum mengetahui tentang teknologi, orangtua yang gaptek sehingga kesulitan membantu anak, atau bahkan mereka belum memiliki gadget. Kurangnya interaksi secara langsung antara guru dan siswa pun menyebabkan banyak siswa kehilangan semangat belajar. Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, kerjasama berbagai aspek sangat diperlukan.Â
Dengan pembelajaran daring ini, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam membuat media pembelajaran yang sedemikian rupa untuk mencapai berbagai tujuan pembelajaran dan menjaga motivasi belajar setiap siswa. Dengan kata lain, guru sebagai fasilitator, siswa sebagai subjek pembelajar dan orang tua sebagai motivator dalam mendampingi anaknya belajar secara online.
Pandemic covid-19 ini juga merubah gaya hidup siswa. Jika dikaitkan dengan literasi, posisi minat baca Indonesia sebelum pandemic covid-19 saja sudah sangat ironis. Hasil survey Indeks Pembangunan Manusia tahun 2019, minat baca penduduk di Indonesia menempati urutan ke-39 dari 42 negara lainnya. Hal ini berarti bahwa membaca belum menjadi kebutuhan yang primer.Â
Pembelajaran daring yang otomatis memaksa kita menggunakan teknologi yaitu smartphone, bukan menaikkan minat baca di tanah air, fenomena yang banyak terjadi siswa-siswa itu mengalihfungsikannya dengan game online, youtube, dan hiburan saja, dan malah semakin sulit lepas dari smartphone karena hal tersebut daripada membaca dan mencari informasi yang mendukung pembelajaran. Situasi yang terjadi hari ini adalah, siswa jauh dari kebiasaan membaca dan lebih dekat dengat smartphone.
Menumbuhkan minat baca serta penguatan literasi anak pada masa pandemic memang bukan hal yang mudah, tetapi hal itu merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang begitu penting untuk siswa dalam menghadapi tantangn dunia dimasa mendatang. Kita tidak bisa hanya bergantung pada cara pendidikan tradisional.Â
Anak-anak juga perlu didampingi dalam pembelajaran daring ini, agar pembelajarannya terarah dan benar. Saya yakin, bahwa dengan melalui pengelolaan stress positif, disiplin mematuhi protokol kesehatan, kemampuan adaptasi yang baik, maka akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan personal (personal growth) seorang siswa.Â