Mohon tunggu...
Annisa Adila
Annisa Adila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi Membaca dan Travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berekspresi dan Protes Saat Demokrasi, Apakah Benar-Benar Diberi Kebebasan?

8 Desember 2022   21:23 Diperbarui: 8 Desember 2022   21:44 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Kebebasan berekspresi merupakan dasar terpenting bagi eksistensi warga demokratis."

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menyatakan :

"Kebebasan berekspresi merupakan satu fondasi krusial menurut warga [demokratis], satu prasyarat terpenting untuk kemajuan warga & perkembangan setiap orang."

Kebebasan berekspresi dan protes juga merupakan bagian penting dari demokrasi. Dasar hukum kebebasan itu diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa kebebasan itu bertanggung jawab dan efektif untuk mengeluarkan pendapat di muka umum. Jadi demokrasi juga memiliki pilar yang menjadi sandaran kebebasan berekspresi, tetapi berbicara secara bertanggung jawab dan memprotes berdasarkan fakta yang ada dan tidak saling menghina karena dalam hidup ini kita menjalankan hak asasi manusia. Berbicara dan memprotes secara cerdas dan tidak menimbulkan pertengkaran tentang SARA.

Pendapat terkait dengan rendahnya tingkat kebebasan berekspresi dan protes di era Jokowi karena isu ini juga mendukung hak asasi manusia lainnya seperti hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Dengan perlindungan kebebasan, kita dapat mengirim, menerima, mencari, dan berbagi berbagai macam informasi. 

Kebebasan berekspresi juga memungkinkan pembangunan, sehingga kita bisa mendapatkan gambaran menyeluruh tentang apa yang terjadi di dunia dari berbagai sumber. 

Selain itu, dengan bantuan kebebasan berekspresi dan protes, kita dapat berkumpul dan menyampaikan pendapat untuk menuntut hak kita sendiri dan orang lain. Kita dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, menuntut transparansi dan akuntabilitas otoritas, dan bahkan mendorong penghapusan korupsi dan impunitas, yang penting untuk melindungi hak asasi manusia.

Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2020-2021 terdapat 44 kasus terkait kebebasan berekspresi dan dan protes. Angka tersebut berasal dari 29 pengaduan masyarakat dan 15 kasus pengawasan media yang dilakukan oleh kelompok pemantau situasi kebebasan berekspresi dan protes. Banyak aktivis, jurnalis, peneliti, mahasiswa dan masyarakat yang di bungkam, di intimidasi dan kriminalisasi karena menyampaikan pendapatnya secara damai. 

Selain itu, ada tanda bahaya bahwa kebebasan berekspresi dan protes kita terancam, yaitu akses informasi yang diabaikan/dibatasi secara ilegal, ancaman fisik dan psikologis, dan undang-undang yang membatasi kebebasan mereka yang dapat mengungkapkan kritik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun