Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sibuhuan, Dimana Itu?

26 Februari 2012   16:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:02 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_165338" align="aligncenter" width="614" caption="Sungai Raisan, satu-satunya objek wisata yang dekat dengan Sibuhuan (dok. AFR)"][/caption]

Haha! Itu adalah pertanyaan wajib teman-teman saya ketika tahu saya akan tinggal di suatu tempat antah berantah bernama Sibuhuan. Sama seperti mereka, saya pun baru mendengar nama tempat itu dua tahun yang lalu, meskipun kampung halaman saya tidak terlalu jauh dari kota kecil yang merupakan ibukota kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara itu. Kini, dua bulan sudah saya berdomisili di sana. Hmmm...waktu yang cukup terasa. Bagaimana tidak? Selama berdiam di kota itu, saya tidak bisa mengakses internet secara normal. Normal dalam artian tidak dapat online dengan menggunakan modem. Praktis, saya tidak leluasa bermedia sosial seperti biasanya. Berfacebook, kompasiana, browsing dan email terpaksa saya lakukan hanya bermodalkan handphone dan sinyal yang pas-pasan. Masih bersyukur sebenarnya. Daripada tidak sama sekali?

Saya pernah mencoba memublikasikan tulisan di Kompasiana via mobile. Ternyata setelah dicek di laptop sekembalinya saya ke Medan untuk beberapa hari, tampilannya sangat tidak menarik. Haha! Polos, tanpa spasi pembatas paragraf. Maka saya memutuskan untuk rehat menulis beberapa jenak dari Kompasiana. Sesekali saya log in dari handphone hanya untuk mengecek japri dan berkeliling untuk membaca tulisan teman-teman. Sayangnya, saya lebih sering tidak meninggalkan jejak karena malas dengan sinyalnya yang suka ngadat.

Sebagai netizen yang biasa online setiap hari, meski sekadar untuk mengecek, keadaan tanpa sinyal memadai seperti ini sungguh menyiksa. Saya menyadari, kalau saya sudah kecanduan dan sempat sakaw. Hahah... Hidup tanpa riuh ramai informasi di media sosial memang membuat dunia terasa sepi. Bahkan pikiran terasa tumpul untuk beberapa waktu. Rasanya tak ada inspirasi dan ide yang memantik untuk terus menulis. Ya, saya lebih sering berlaku sebagai si penangkap ide dan inspirasi dari tulisan, obrolan, atau apapun yang bisa saya tangkap dari interaksi di dunia maya. Semangat untuk menulis apapun sempat drop. Keadaan pernah benar-benar menjemukan bagi saya.

Tambahan lagi, kota kecil yang dekat ke arah Propinsi Riau ini hampir tidak menyajikan sesuatu yang menarik untuk diamati. Satu-satunya hiburan yang pernah saya cicip sekejap dari tempat ini adalah pemandangan di Sungai Raisan, kira-kira setengah jam perjalanan dari pusat kota. Sungai yang masih jernih dan alami ini memang indah. Mengalir di antara lembah landai, diantarai pebukitan. Di tepinya terdapat sawah dan barisan nyiur melambai. Pemandangan sempurna seperti dalam lukisan. Sayang, saya baru sekali ke sana. Belum puas rasanya merasakan sejuknya air pegunungan Yah, setidaknya saya tahu hendak kemana jika benar-benar jenuh dengan rutinitas sehari-hari di rumah. Hehehe...

[caption id="attachment_165340" align="aligncenter" width="560" caption="Pisang goreng (dok. AFR)"]

1330272394380360242
1330272394380360242
[/caption]

Tentang kulinernya? Hmmm...hampir tak ada yang spesial. Di tempat ini banyak rumah makan Padang atau warung-warung nasi semacamnya. Ada juga kedai bakso atau jajanan lain, tapi jumlahnya tak banyak. Biasanya kalau sedang ingin sekali jajan, paling-paling saya membeli martabak manis atau pisang goreng Manohara. Haha…dari namanya saja sudah unik ya. Kata “Manohara” ternyata benar-benar hanya sebuah brand untuk menarik pembeli.

Awalnya saya kira ini makanan yang unik. Ternyata dari segi tampilannya, ini hanya mirip pisang bakar. Bedanya jelas. Pisang yang ini disajikan dengan cara digoreng terlebih dahulu. Setelah itu dilumuri susu kental manis cokelat, ditaburi cokelat meses dan parutan keju. Dan ta daa..jadilah pisang goreng Manohara. Simpel. Rasanya pun enak. Itu karena pisangnya adalah jenis pisang raja. Berbeda dengan pisang bakar yang lebih sering menggunakan pisang kepok. Pisang raja ini terasa lembut dan nikmat jika digoreng, meski sedikit kelat. Kelatnya itu justru sebagai penambah cita rasanya.

Selain itu, apa lagi yang menarik dari kota ini? Hmmm...saya mulai berpikir keras untuk itu. Lagipula, kalaupun ada cerita, lebih baik saya sambung kapan-kapan demi menjaga agar tulisan ini tidak jadi kepanjangan. Hehehe..

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun