Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Malaysia (Memang) Boleh, Indonesia (Memang) Bisa!

21 November 2011   16:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebuah akhir drama final pertandingan sepakbola yang mendebarkan! Sekali lagi, persis seperti setahun yang lalu kala saya menulis tentang final pertandingan Indonesia vs Malaysia di ajang Piala AFF Suzuki 2010, saya merasa cukup emosional. Tapi syukurlah, saya tak se-emosional tahun lalu itu, saat Indonesia diganyang Malaysia habis-habisan dengan skor 3-0. Sekarang, baru saja, dengan lawan yang sama -meski dengan formasi pemain yang berbeda-, kita kembali dihadapkan pada kenyataan pahit; Indonesia harus mengakui keunggulan Malaysia di cabang olahraga sepakbola. Pada akhirnya kita harus rela bertekuk lutut melalui tendangan penalti.

Sejujurnya, saya sudah merasakan sebuah firasat tak mengenakkan. Begitu pemain Gunawan Dwi Cahyo berhasil menjebol gawang Malaysia di menit-menit pertama dan ketika sebuah euphoria singkat terjadi yang menggema di seluruh stadion sampai ke seantero nusantara, alarm peringatan sesungguhnya berbunyi; jangan keburu senang dulu. Masih tersisa lebih satu jam lagi sebelum pertandingan benar-benar berakhir dengan klaim sebuah kemenangan. Setelah gol pertama itu, saya justru kurang antusias menontonnya sampai selesai. Saya kurang nyali bila nanti menghadapi kenyataan yang berbalik mengecewakan. Benar saja. Pada akhirnya, medali emas itu menjadi milik Malaysia.

Pahitkah? Ah, sebenarnya tidak juga, kan? Ini kan ajang SEA Games yang mempertandingkan banyak cabang olahraga. Bukan sepakbola saja. Tokh, dari perolehan medali saja kita sudah jauh melampaui negara-negara lain. Kita sepatutnya mensyukurinya. Lihat dan hargailah prestasi para atlit dari cabang lain. Mereka juga sudah berjerih payah untuk menyumbangkan medali demi medali bagi negaranya tercinta. Mereka juga selayaknya dibanggakan. Kita sudah juara umum, bung! Perkara sepakbola yang masih gagal menjebol pertahanan gawang Malaysia, bisa 'dibalas' kapan-kapan, kalau ada event lagi. Lagipula, kalau dipikir-pikir, mungkin sikap kita yang suka membalas 'dendam' inilah yang menjadi sumber utama kekalahan. Tidak percaya?

Saya membaca headline salah satu koran lokal pagi tadi. Judulnya singkat saja; BALAS. Dengan gambar besar seorang pemain timnas Indonesia dan tulisan Indonesia vs Malaysia di atasnya, tentulah pembaca sudah tahu apa maksudnya; balas kekalahan tahun lalu dengan kemenangan di ajang SEA Games tahun ini. Harapan seluruh rakyat Indonesia, khususnya pecinta sepakbola lalu sepenuhnya bertumpu pada para pemain timnas. Beban berat ada di pundak. Kekalahan berkali-kali ketika berhadapan dengan Malaysia tentu bukan perkara mudah. Keinginan untuk memenuhi harapan para supporter untuk menang atas lawan yang tidak bisa dipandang sebelah mata, secara tak sadar memengaruhi mental para pemain kita. Ya, selain persoalan adu menjebol gawang, pertandingan ini benar-benar menguji ketahanan mental para pemainnya.

Lihat saja saat adu penalti. Meski ditonton ribuan supporter Indonesia yang riuh menyemangati pemain timnas, para pemain Malaysia dengan tenang dan penuh perhitungan berhasil memasukkan 3 gol, sementara raut-raut cemas menggelayuti wajah para pemain kita. Harapan itu sempat terbersit pada tendangan ke-tiga dari masing-masing kubu. Skor seri. Tapi ketika tendangan terakhir pemain kita gagal, maka kita pun hanya bisa terpelongo menghadapi kenyataan; Garuda kembali takluk atas Harimau Malaya! Meski sudah menyabet juara umum, sungguh hambar rasanya menutup event 2 tahunan ini dengan kekalahan di cabang sepakbola atas Malaysia. Ini bukan saja perkara olahraga, namun lebih banyak bersifat politis. Seolah harga diri kita hanya bersandar pada cabang olahraga yang berlabel sepakbola ini. Sejatinya kita sudah sama-sama juara. Malaysia berhasil menyabet medali emas di cabang olah raga bergengsi, Indonesia pun berhasil menjadi juara umum dengan perolehan medali terbanyak.

Tuhan memang Mahaadil. Ini bisa jadi teguran agar kita tak terlalu membusungkan dada. Bisa kita bayangkan jika seandainya tadi kita menang. Khawatirnya, ledakan gegap gempita euphoria akan membuat kita lupa diri untuk terus berbenah. Jika kita menang di kala kita tak siap untuk bersikap sebagai pemenang sejati yang rendah hati, untuk apa?

***

>> Uneg-uneg pecinta sepak bola musiman, hanya pada event-event tertentu saat tim Garuda bertanding.. ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun