Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kartono-Kartono Kompasiana Versi AFR

24 Mei 2010   03:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ada Kartini, tentu ada Kartono. Hehehe... Meminjam penggalan nama saudara laki-laki RA Kartini, RM Panji Sosrokartono, yang pernah ditulis oleh mbak Ary Amhir, saya ingin mengulas secara singkat figur Kartono-Kartono atau kompasianer-kompasianer pria yang saya rasa pantas dijadikan sosok inspirasi bagi siapa saja. Bukan berupa gambaran kepribadian secara menyeluruh, tetapi hanya ingin sedikit berbagi kesan selama mengenal mereka di Kompasiana tercinta ini, baik melalui tulisan-tulisan mereka maupun interaksi dengan mereka sebagai sahabat. Yuk...kita mulai saja ya... 1. Firman Seponada [caption id="attachment_148544" align="alignleft" width="200" caption="foto profil Firman Seponada"][/caption] Sosok wartawan handal Lampung TV ini semakin naik daun agaknya, bersamaan dengan meningkatnya harkat dan martabat para kompasianer yang belakangan ini semakin banyak diulasnya dalam bentuk biografi singkat. Figurnya memang sudah terkenal di Kompasiana sejak lama, apalagi sejak terbentuknya Negeri Ngotjoleria (NN) Kompasiana yang diprakarsai kompasianer Andy Syoekry Amal. Menurut pengamatan saya, dirinya adalah orang yang tergolong humoris, apa adanya, rendah hati, setia kawan dan sensitif. Yang terakhir menurut pengakuannya sendiri loh. Hehehe... Saya kurang tahu dengan apa yang dimaksudkannya sebagai sensitif itu. Saya pribadi mengartikan itu sebagai peka dalam mengamati, menilai dan merasakan sesuatu. Yang pasti, sejak awal saya mengenalnya dan menjadi akrab sejak beberapa bulan terakhir ini, saya menilainya sebagai sosok yang menyenangkan, down to earth, dan pastinya sangat pandai merangkai kata-kata menjadi tulisan yang sungguh enak dibaca, mengalir, dengan topik-topik menarik yang selalu bermanfaat dan inspiratif. Tak heran, dirinya semakin dikenal karena seringnya tulisan-tulisannya menjadi headline. Banyak pengetahuan yang saya peroleh darinya, baik melalui tulisan-tulisannya maupun dari interaksi dengannya. Pelajaran menulis juga banyak saya dapatkan dari kompasianer alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Lampung ini, karena memang sosoknya yang masih aktif sebagai jurnalis senantiasa mau berbagi dengan siapa saja. Tak terkecuali saya yang masih berstatus sebagai penulis pemula. Senang sekali rasanya bisa mempelajari banyak hal yang berkaitan dengan dunia kepenulisan dan kearifan hidup langsung dari ahlinya. Gratis pula. Hehehe... 2. Ouda Saija [caption id="attachment_148546" align="alignleft" width="200" caption="foto profil Ouda Saija "][/caption] Nama pena-nya ini cukup sering saya sebut dalam tulisan-tulisan saya, karena dia adalah sosok yang inspiratif bagi saya pribadi, dan saya yakin juga bagi banyak kompasianer lainnya. Mungkin semuanya sudah tahu kalau saya memanggil kompasianer yang satu ini dengan panggilan "Mister Ouda (Mr. Ouda)". Sebutan ini awalnya hanya iseng saja, sejak saya tahu ia sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Chicago, USA. Jadi hanya ingin menyamakan dirinya dengan bule-bule Amrik itu (yang berkulit putih loh Mr...bukan yang berkulit merah...hehehe...). Eh, tahu-tahu jadi keterusan sampai sekarang. Rasanya panggilan itu lebih akrab di benak saya. Apalagi sejak saya mulai menyukai karya-karyanya yang sangat bernuansa sastra. Keren, menarik, inspiratif, indah, mengagumkan, luar biasa. Begitulah selalu yang saya rasakan tiap kali selesai membaca karya-karyanya yang kebanyakan fiksi; prosa dan puisi. Sejauh yang saya kenal, ia adalah orang yang humoris, lembut hati, santun, jujur dan apa adanya. Kalem sekali kelihatannya ya. Hehehe... Tapi soal prestasinya sebagai dosen dan seniman lukis, jangan tanya saya, tanya saja langsung padanya. Dijamin Anda tidak akan mendapat informasi apapun tentang itu. Kalau beruntung, hanya sedikit saja, karena ia adalah seseorang yang termasuk introvert dan sangat low profile. Hehehe...Yang pasti, top abis! Semua kompasianer wanita pasti setuju dengan saya, ya kan? Hehehe... 3. Babeh Helmi [caption id="attachment_148547" align="alignleft" width="200" caption="foto profil Babeh Helmi"][/caption] Naahh...ini dia biang keladi dari ramainya suasana di Kompasiana. Siapa yang tidak mengenal sosoknya yang masih saja memasang foto anaknya yang itu-itu saja?. Padahal anak bungsunya, Faiz, yang fotonya dikorbankan menjadi pengenal dirinya di profil Kompasiana dan facebook ini mulai beranjak ABG dan semakin tampan. Kepalanya tidak lagi plontos seperti kepala Babehnya. Hahaha...Tapi biar begitu, saya menganggapnya sebagai bentuk konsistensi pada pilihan hidupnya, pilihan untuk menjadi penghibur dan penyemangat teman-temannya, khususnya sesama kompasianer. Entah mengapa, setiap kali ia berkomentar di postingan-postingan saya maupun teman-teman, selalu saja tawanya yang panjang dan berulang-ulang itu tak ketinggalan, sehingga lambat laun, pelan tapi pasti, saya pun terinfeksi tawanya yang mungkin aslinya serak-serak becek itu (eh, bener nggak ya? Belum pernah ketemu soalnya. Hahaha...). Tapi semua jempol saya untuknya karena keteguhannya dalam memegang prinsip, sifat amanah, kerja keras, profesionalismenya dalam berkarya, dan kesetiakawanannya yang luar biasa, sehingga ia adalah contoh satu dari sedikit sosok yang menurut saya dapat dipercaya. Kalau tulisan Anda dikunjungi dan ia suka, maka Anda akan membaca kalimat pertama di kolom komentarnya sebagai berikut, "Hahahahahahahaha....mantaaaaaffffff!!!". Hehehehe... 4. Markus Budiraharjo [caption id="attachment_148548" align="alignleft" width="133" caption="foto profil Markus Budiraharjo"][/caption] Pak Markus ini teman seperjuangannya Mr. Ouda di Chicago, juga sedang menempuh pendidikan doktoral. Ia termasuk kompasianer teraktif saat ini menurut saya dan mungkin juga menurut kompasianer lain. Bagaimana tidak, setiap hari ia hampir dapat dipastikan akan menulis dan mem-publish tulisan. Tidak tanggung-tanggung, terkadang sampai tiga tulisan. Tulisannya pun sangat menarik dan bermanfaat. Kelihatan sekali kecerdasannya yang saya perkirakan berada pada level superior ke atas. Terlihat dari topik tulisan yang dipilih, diksi yang sangat bernuansa ilmiah dan pembahasannya yang begitu sistematis sehingga menjadikan tulisan yang awalnya terkesan berat itu menjadi enak dibaca. Terkadang ketika sedang jenuh dengan paper-paper kuliahnya, ia memilih menulis hal-hal yang ringan saja, yang tetap saja menurut saya tidak ringan. Berat atau ringan, semua tulisannya adalah tulisan-tulisan bermutu yang pastinya bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Saya juga melihat Ayah dari Rio ini sebagai orang yang jujur, terbuka (termasuk siap menerima kritikan), optimis, open minded, serius, sedikit kaku tapi sekarang sudah lebih santai dan humoris dibandingkan saat awal ia menjadi kompasianer. Pastinya ini karena virus ngotjoleria di kompasiana yang mulai menjangkiti dirinya. Hehehe... 5. Ragile [caption id="attachment_148549" align="alignleft" width="173" caption="foto profil Ragile"][/caption] "Engkooooonnnggg....anaaaaaaaaa??!". "Teriakan" khas yang satu ini menjadi populer sejak postingannya yang berjudul Humor: Doa asal-asalan "ana, ana, ana". Ia kerap menyapa kompasianer dengan nama kompasianer tersebut diikuti dengan kata "anaaaaaa??!" di belakangnya, yang berarti "ada" dalam bahasa Jawa kasar.Kompasianer yang satu ini memang kocak. Beberapa waktu lalu malah sempat menjadi "rebutan" untuk dijadikan bulan-bulanan para kompasianer lain. Orang tua ini bukannya marah, malah ikut tertawa bersama keceriaan yang dihadirkannya. Tapi jangan salah. Di balik sosoknya yang tak pernah marah bila ditertawakan itu, ia adalah sosok yang tegas, sering mengkritik dengan kata-kata tajam dan pedas. Baik melalui postingannya maupun melalui interaksi dengannya di luar tulisan. Saya sendiri adalah salah seorang "korban" kritik kerasnya itu. Tanpa basa-basi ia akan langsung mengatakan suka atau tidak suka, bagus atau tidak bagus terhadap tulisan saya, lengkap dengan bahasanya yang cenderung asal dan sekenanya saja. Maka saya pun membalasnya dengan sikap yang juga tegas. Saya juga menyampaikan rasa suka atau tidak suka saya berkaitan dengan sikapnya itu. Tapi jangan langsung berpikir yang negatif ya, seperti dua orang yang sedang berselisih pendapat. Maksudnya lebih seperti hubungan antara orangtua dan anak, dua sahabat yang saling bersikap terbuka satu sama lain berkaitan dengan tulisan. Lebih pada kritik yang membangun. Sosok yang sering dipanggil "Engkong Ragile" atau "Kopral Ragile" inilah yang juga saya tahbiskan sebagai guru menulis saya di Kompasiana ini. Ia sangat jeli dalam menilai sebuah tulisan, bagus atau tidak bagus, hingga ia sengaja membuat rangkuman tulisan-tulisan kompasianer yang ia susun dalam "Mutiara-mutiara Kompasiana" versinya. Mintalah pendapatnya tentang tulisan yang kita buat, maka akan keluar serentetan masukan yang berharga agar tulisan kita semakin baik ke depannya. Siap-siap terima banyak pasien ya kong...hehehe... 6. Zulfikar Akbar [caption id="attachment_148551" align="alignleft" width="200" caption="foto profil Zulfikar Akbar"][/caption] The last but not least. Sosok bang Zul bukanlah sosok yang asing bagi kita semua kompasianer. Sejak lama, ia sudah dikenal sebagai penulis dan penyair sufi. Tulisan-tulisannya memang sangat kental aroma sastranya. Saya sendiri seringkali kurang mengerti atau perlu berkerut kening dulu sebelum memahami pemikiran-pemikirannya yang dituliskan dengan kata-kata pilihan yang sangat indah. Bisa dipastikan, kecerdasan linguistiknya yang bergenre sastra sufi sangatlah luar biasa. Maka tak heran, beberapa tulisannya di Kompasiana dengan mudah dimuat di harian Kompas. Kalimat-kalimat indah itu seolah sudah mengalir saja dalam darahnya sehingga tidak sulit baginya mengetikkannya di atas keyboard. Maka setiap hari, mengalir pula tulisan-tulisannya yang di-publish entah sampai berapa kali. Sangat produktif di sela-sela kesibukannya kini sebagai karyawan lembaga penerbitan "MQS Publishing" di Bandung. Mungkin ini termotivasi mimpinya yang ingin menjadi penulis novel sufi. Lagipula ia memang berbakat untuk itu. Berkat ketekunan, konsistensi dan semangat yang terus menyala dalam dirinya, maka mungkin tak lama lagi kita akan dapat membaca karya perdananya yang saya yakin akan luar biasa. Novel berjudul Aku Laila Bukan Cleopatra ini memang sangat menggugah minat untuk membacanya. Ia pun sudah mulai memperkenalkan karyanya itu lewat beberapa postingannya, seperti novelet. Apalagi ia sudah mengantongi kesediaan sastrawan besar Taufik Ismail untuk memberikan endorsement pada buku pertamanya itu. Kita tunggu saja kapan peluncurannya ya... Saya berharap akan mendapatkan bukunya lengkap dengan tanda tangan penulisnya. Hehehe... Kompasianer dari Aceh inilah yang menjadi alasan saya untuk membuat tulisan ini. Sudah jauh-jauh hari sebenarnya saya ditantang untuk membuat tulisan bertema "kepribadian penulis/kompasianer". Mungkin sudah sejak tiga bulan yang lalu. Mengapa bisa begitu lama?. Karena saya sempat meragukan kemampuan saya untuk menulis tentang hal itu. Bukan apa-apa. Saya merasa tidak berhak menilai seseorang bila hanya melihat dari tulisan-tulisannya. Karena bisa saja terjadi, apa yang dituliskan berbeda dengan karakter kepribadiannya yang sesungguhnya. Orang-orang yang menulis tentang hal-hal yang inspiratif, belum tentu dapat memahami dan mengaplikasikan apa yang dituliskannya itu. Meskipun saya berpendapat apa yang dituliskan adalah cerminan pemikiran dan kepribadian penulisnya. Tapi kita sebagai pembaca sebenarnya bisa merasakan perbedaannya, antara orang yang menulis sungguh-sungguh dari hatinya atau hanya kamuflase belaka. Sempat saya berpikir akan turut membawa teori-teori psikologi kepribadian untuk tulisan ini. Tapi akhirnya saya rasa tidak perlu karena akan berlebihan tampaknya. Maka dari itu, saya perlu berpikir lebih panjang lagi hingga akhirnya saya memutuskan model tulisan seperti inilah yang saya mampu. Saya hanya menuliskan enam kompasianer ini saja karena saya sudah sering berinteraksi dengan mereka sehingga saya merasa bisa mengenal sosok-sosok ini lebih dalam, terlepas dari tulisan-tulisan mereka. Mungkin apa yang saya tuliskan ini masihlah sangat sederhana bila dibandingkan dengan sosok-sosok mereka yang luar biasa. Namun begitu saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua. *** -Salam Hangat Kompasiana- >> Bukan berarti tidak ada Kartono-Kartono Kompasiana lain yang sangat layak dijadikan sumber inspirasi, namun berhubung keterbatasan saya dalam mengenal banyak kompasianer lebih dalam, maka saya hanya menuliskan enam kompasianer ini saja. Saya pun berharap ada kompasianer lain yang melengkapi tulisan ini. Niat mulianya bukan untuk berbangga, tapi untuk belajar banyak hal dengan sesama kompasianer. Penghormatan saya untuk orang-orang hebat di Kompasiana yang tidak bisa saya sebutkan dan gambarkan satu per satu...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun