APA yang terlintas dalam benak anda ketika membaca judul buku di atas? Ditambah lagi ada ilustrasi wanita dengan gaya cenderung sensual?
Saya pun sebenarnya tak tahu apa yang akan disampaikan buku ini kepada pembaca sebelum membaca sub judulnya; Bunga Rampai Bahasa. Oh, jelas sekarang. Penulis buku yang juga kompasianer senior, Pak Gustaaf Kusno Prabudi, ini ingin berbagi pengetahuan dan wawasannya yang luas perihal bahasa. Pasti menarik sekali, mengingat artikel-artikelnya di Kompasiana sering kali membahas sisi unik bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Selama ini saya termasuk rajin membaca postingan dan mengikuti status-status beliau di facebook yang acap mengkritik kesalahan penulisan berita di media. Banyak sekali ilmu baru tentang bahasa yang memunculkan rasa ingin tahu lebih jauh.
Mengamati kepakaran beliau dalam hal bahasa, saya pernah mengusulkan agar beliau merangkum ratusan tulisannya itu ke dalam sebuah buku. Saya bayangkan, akan asyik sekali kalau membaca semacam intisari bahasa di dalam genggaman. Ternyata Kompasiana dan penerbit Gramedia Pustaka Utama sudah menyasar potensi beliau menjadi seorang penulis buku jauh-jauh hari. Maka jadilah, Â buku berwarna dominasi biru karya perdana beliau terbit di awal tahun 2014 dan salah satunya sampai di tangan saya Februari lalu.
Buku yang bertutur tentang keunikan, asal-usul, istilah dan salah kaprah bahasa ini sangat mengasyikkan untuk disimak. Siapa sangka, bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari banyak sekali yang berasal dari bahasa Belanda? Sebutlah kata ember, hutan, aki, soak, step, dan lain sebagainya. Terkejut? Saya iya. Sering kali saya terperangah begitu tahu asal kata-kata yang selama ini saya pikir berasal dari bahasa Inggris atau asli Melayu, namun ternyata berinduk ke bahasa Belanda. Kata-kata turunan yang menjadi kata-kata baru yang pelafalannya disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.
Belum lagi soal salah kaprah bahasa yang banyak menjangkiti perbendaharaan bahasa kita, di mana kata atau frasa yang dimaksudkan tak sesuai dengan makna sebenarnya yang dikandung kata atau frasa tersebut. Sebutlah kata spooring & balancing, yang sering kita lihat di papan-papan reklame toko ban mobil. Dua kata yang disandingkan ini merujuk pada jasa (service) untuk meluruskan posisi keempat ban mobil, sehingga pengemudi akan merasakan mulusnya menyetir kendaraan tanpa diusik oleh getaran atau miringnya laju mobil di jalanan (hal. 76).
Kenyataannya, dua kata yang selalu berdampingan ini sudah salah kaprah bila dilihat dari sudut tata bahasa (pengejaannya) maupun semantiknya. Istilah ini menurut sang penulis adalah hasil kawin campur antara bahasa Belanda dan bahasa Inggris, di mana "spoor" berasal dari kata Belanda yang di-Inggriskan dengan diberi akhiran "-ing". Di negara-negara yang berbahasa Inggris istilah ini dinamakan "tracking and balancing", sementara di negeri Belanda sendiri istilah yang dipakai adalah "uitlijnen en balanceren".
Memang, tak semua bahasa asing, terutama bahasa Inggris itu bisa ditemukan padanan katanya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Ada kata-kata asli bahasa Inggris yang memang lebih tepat bila diselipkan dalam percakapan dengan bahasa Indonesia. Bisa jadi karena sehari-harinya kita lebih familiar dan lebih klik dengan kata-kata asing tersebut. Atau apa karena kita malas membuka kamus bahasa Indonesia?
Dari penuturan bab demi babnya, tampak sekali kejelian sekaligus kekayaan pengetahuan dan wawasan penulis buku ini terhadap dunia bahasa. Bila anda pecinta dunia bahasa, tentunya buku ini sangat tepat sebagai penambah wawasan berbahasa anda. Buku setebal 187 halaman yang sarat pengetahuan soal bahasa ini disajikan dengan bahasa cukup ringan dan dilengkapi banyak ilustrasi menarik. Membacanya tak akan membuat anda sampai mengerutkan kening. Malah anda akan tersenyum sesekali, apalagi ketika anda menengok bab "Bahasa Jiran" ala Malaysia, yang meski serumpun Melayu dengan bahasa Indonesia, adakalanya satu kata yang sama berbeda maknanya.
Begitulah. Betapa bahasa begitu unik dan menarik untuk dibahas. Betapa satu jenis bahasa tak bisa berdiri sendiri. Ada banyak faktor, termasuk faktor sejarah dan sosial budaya yang menciptakan suatu bahasa sehingga digunakan manusia sebagai alat berkomunikasi sampai sekarang. Bahasa yang bersifat dinamis senantiasa memberi rasa baru dalam hal berkomunikasi seiring perkembangan manusia yang mengikuti zaman. Meski dapat berubah dari masa ke masa, bahasa tetaplah pada fungsinya sebagai pengantar pesan berisi pikiran dan perasaan antar manusia sebagai makhluk sosial.
***