Pada masa usia dini, anak-anak berada pada tahap perkembangan sosial yang sangat penting. Interaksi dengan teman sebaya menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter, kepribadian, dan keterampilan sosial mereka. Hubungan dengan teman memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar berbagi, bekerja sama, berempati, serta menyelesaikan konflik secara konstruktif. Selain itu, teman sebaya sering kali menjadi model perilaku, sehingga interaksi yang positif dapat mendukung perkembangan moral dan emosional anak. Sebaliknya, pengaruh negatif dari teman, seperti perilaku agresif atau kurang mendukung, dapat berdampak pada munculnya masalah perilaku atau emosi. Oleh karena itu, pemahaman tentang pengaruh teman pada anak usia dini menjadi penting untuk memastikan bahwa lingkungan sosial mereka mendukung tumbuh kembang secara optimal.
      Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perkembangan Anak Pada masa dini, terutama ketika memasuki jenjang sekolah seperti TK atau SD, interaksi dengan teman sebaya menjadi lebih intensif. Anak-anak mulai menikmati berbagai pengalaman sosial bersama teman-temannya, seperti bermain, berbagi cerita, dan menjalani aktivitas bersama. Menurut Monks (2006), anak-anak pada usia ini cenderung membentuk kelompok bermain yang sifatnya informal, tanpa aturan atau struktur yang jelas. Baru ketika memasuki usia 10--14 tahun, mereka mulai membangun kelompok yang lebih terorganisir, lengkap dengan aturan dan perjanjian tertentu. Interaksi dalam kelompok ini menjadi dasar pembelajaran untuk bekerja sama, memahami peran, dan menghadapi konflik.
      Menurut Santrock (1995), teman sebaya memiliki fungsi penting dalam perkembangan anak. Salah satunya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia luar di luar keluarga. Dalam lingkungan teman sebaya, anak-anak mendapatkan umpan balik yang membentuk pemahaman diri mereka, seperti evaluasi kemampuan, perilaku, dan cara berinteraksi. Relasi yang baik di antara teman sebaya membantu anak memahami bagaimana posisi mereka dibandingkan dengan orang lain dan memperkuat keterampilan sosial yang tidak selalu bisa mereka dapatkan di rumah. Hal ini mendukung perkembangan kemampuan sosial yang lebih kompleks.
      Selain itu, teman sebaya juga berperan dalam membangun relasi emosional dan kepercayaan. Hubungan antar teman sebaya sering kali menjadi tempat di mana anak merasa didukung dan dipahami, terutama dalam menghadapi tantangan emosional. Namun, tidak semua pengaruh teman sebaya bersifat positif. Teman dengan perilaku negatif atau destruktif dapat memberikan dampak buruk, seperti meniru perilaku yang tidak sesuai atau mengurangi rasa percaya diri anak. Oleh karena itu, bimbingan dari orang tua dan guru menjadi penting untuk memastikan bahwa lingkungan sosial anak mendukung pertumbuhan mereka secara optimal.
      Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Veitch et al. (2006), ditemukan bahwa 74% anak-anak lebih memilih bermain di halaman rumah sebagai lokasi utama untuk aktivitas mereka. Sebagian kecil, yaitu 16%, cenderung bermain di luar rumah, seperti di jalan, taman sekitar rumah, atau area sungai. Keterlibatan orang lain dalam aktivitas bermain anak juga menjadi faktor penting. Anak-anak menunjukkan aktivitas bermain yang lebih aktif jika ada orang dewasa atau teman sebaya yang menemani mereka. Kehadiran orang dewasa atau anak yang lebih tua dapat memberikan rasa aman, arahan, dan stimulasi selama bermain.
      Sebaliknya, kurangnya teman bermain atau pendamping dapat memengaruhi motivasi anak untuk bermain di luar rumah. Lingkungan sosial yang mendukung, termasuk hubungan yang harmonis antara teman bermain, memainkan peran penting dalam membentuk emosi dan perilaku anak. Sebaliknya, ketidakharmonisan dalam hubungan sosial, seperti konflik atau permusuhan antara anak-anak, dapat menghambat perkembangan emosi yang positif. Hubungan yang semula menyenangkan dalam bermain dapat berubah menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan jika muncul emosi negatif seperti kebencian atau pertengkaran.
      Oleh karena itu, peran orang tua dan guru sangat penting dalam menjaga lingkungan bermain yang mendukung. Mereka dapat membantu menciptakan suasana yang harmonis, mengatasi konflik dengan bijak, dan memastikan bahwa anak-anak memiliki pengalaman bermain yang sehat dan menyenangkan. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kualitas interaksi sosial anak tetapi juga membantu mereka mengembangkan kemampuan emosional dan sosial yang lebih baik.
      Persahabatan yang sehat juga berkontribusi pada penyesuaian anak di lingkungan sekolah. Anak-anak yang memiliki hubungan persahabatan positif cenderung memiliki sikap yang lebih baik terhadap kelas, menghargai guru, serta pelajaran yang mereka terima. Selain itu, perilaku mereka di kelas menjadi lebih terkontrol, jarang mengganggu, dan lebih kooperatif. Hal ini berdampak langsung pada prestasi akademik mereka, di mana anak-anak dengan hubungan sosial yang positif biasanya lebih mampu memahami materi pelajaran dan mencapai hasil belajar yang tinggi, baik pada nilai harian maupun ujian. Dengan demikian, hubungan teman sebaya yang konstruktif menjadi fondasi penting dalam mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.
      Meskipun hubungan dengan teman sebaya memberikan banyak manfaat, pengaruh negatif juga dapat muncul, terutama jika anak berada dalam lingkungan sosial yang tidak mendukung. Teman sebaya yang memiliki perilaku negatif, seperti agresif, suka mengejek, atau kurang empati, dapat memengaruhi anak untuk meniru perilaku serupa. Hal ini dapat berdampak buruk pada perkembangan emosional anak, seperti menurunnya rasa percaya diri, munculnya rasa cemas, atau berkembangnya sikap antisosial. Selain itu, persaingan yang tidak sehat di antara teman sebaya dapat memicu konflik dan permusuhan, yang menghambat anak untuk belajar berbagi atau bekerja sama. Jika tidak ditangani, dampak ini dapat memengaruhi perkembangan moral dan kemampuan sosial anak di masa depan.
      Untuk mengatasi pengaruh buruk teman sebaya, peran orang tua dan guru sangat penting. Orang tua perlu menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak agar mereka merasa nyaman menceritakan pengalaman atau konflik yang dihadapi dengan teman-temannya. Memberikan bimbingan secara lembut dan tidak menghakimi akan membantu anak memahami mana perilaku yang baik dan buruk. Di sisi lain, guru di sekolah perlu memastikan lingkungan sosial yang sehat dengan mengajarkan nilai-nilai kerja sama, empati, dan menghargai perbedaan. Selain itu, guru dapat mengamati dinamika kelompok anak dan mengintervensi jika terjadi konflik. Dengan pendekatan yang tepat, anak dapat belajar memilah pengaruh positif dan negatif dari teman sebaya, sehingga mendukung perkembangan mereka secara optimal.
Â