Filsafat telah menjadi sebuah ilmu sebagai dasar pemikiran yang mendapat perhatian sangat dalam, karena filsafat memberikan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Â Faktor-faktor tentang perkembangan ilmu filsafat ini tentu memberikan pengaruh atau kontribusi yang signifikan kepada berbagai bidang ilmu lainnya termasuk filsafat bahasa.
Filsafat bahasa sebagai salah satu cabang filsafat yang memang mulai dikenal dan berkembang pada abad XX ketika para filsuf mulai sadar bahwa terdapat banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat baru dapat dijelaskan melalui analisis bahasa seperti dikatakan (Davis, 1976) dalam (Kaelan, 1998: 5) bahwa bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat.
Dalam buku Filsafat Bahasa, Aneka Masalah dan Upaya Pemecahannya karya Mustansyir (1998) disebutkan bahwa filsafat bahasa adalah suatu upaya penyelidikan yang mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak (meaningless).
Dalam perkembangannya, filsafat bahasa berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari Zaman Yunani Kuno, Zaman Pertengahan, dan Zaman Modern.
1. Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang ada dipikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan dan oleh karena itu, periode  perkembangan filsafat Yunani merupakan pintu awal untuk memasuki peradaban baru umat manusia, inilah titik awal manusia menggunakan rasio berpikir untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya (Maisztre, 2014). Periode Ini dimulai oleh Socrates (470-400 SM), ia mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita.
- Pada masa Pra-Socrates
Muncul pendapat yang memperdebatkan bahasa itu bersifat konvensional (nomos) atau alamiah (fisei). Fisei menyatakan bahwa bahasa bersifat alamiah yang artinya mempunyai asal usul atau tidak dapat ditolak keberadaannya untuk mencapai makna secara alamiah. Sedangkan nomos menyatakan bahwa bahasa bersifat konfeksi yang artinya makna bahasa diperoleh melalui tradisi -- tradisi yang dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
- Plato
Plato adalah seorang filsuf dari Athena. Dalam menuangkan karya-karya filosofisnya diwujudkan melalui bentuk dialog. Ia memunculkan suatu doktrin yang disebut 'onomatopeia' (Cassirer, 1987:171). Filsafat Plato inilah yang mampu menjembatani jurang antara nama-nama dengan benda-benda. Lebih lanjut Plato mengemukakan pemikiran filosofisnya tentang bahasa dalam dialog Cratylus, bahwa bahasa pada hakikatnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan 'ono mata' dan 'rhemata' yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam aru udara mulut. Pengertian 'onomata' jamaknya 'onoma' dapat berarti nama(dalam bahasa sehari-hari). 'Rhemata' jamaknya 'rhema' dapat berarti frase atau ucapan dalam bahasa sehari-hari
- Aritoteles
Teori yang dimunculkan oleh Aristoteles adalah 'hilemorfisme' yang berasal dari bahasa Yunani 'hyle' dan 'morphe' yang secara harfiah disebut 'teori bentuk dan materi'.Â
- Mazhab Stoa
Mazhab Stoa didirikan oleh Zeno dari Kriton sekitar menjelang abad keempat SM. Sumbangan pemikiran kaum tersebut terhadap filsafat bahasa cukup besar terutama dalam menentukan prinsip-prinsip analisisnya secara sistematis. Pertama, kaum Stoa telah membedakan antara studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara gramatika. Kedua, mereka telah menciptakan beberapa istilah teknis khusus untuk berbicara tentang bahasa. Ketiga, kedua kemajuan tersebut ada hubungannya dengan perbedaan kaum Stoa dan logika Peripatetik dari penganut Aristoteles. Langkah pertama kaum Stoa untuk mendeskripsikan tentang hakikat bahasa terutama tentang makna dengan membedakan tiga aspek utama bahasa: (1) tanda atau simbol, sign yang disebut semainon, dan ini adalah bunyi atau materi bahasa. (2) Makna yang diistilahkan semainomenon, atau lekton. (3) Hal-hal eksternal yang disebut benda atau situasi yang diistilahkan dengan to pragma atau to tungchanon.