Mohon tunggu...
Annisa Maulidina
Annisa Maulidina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Seni

Wayang adalah Wewayanganing Ngaurip

19 Desember 2023   17:03 Diperbarui: 19 Desember 2023   17:11 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wayang adalah wewayanganing ngaurip

Wayang adalah sebuah boneka tradisional Indonesia yang biasanya terbuat dari kulit atau kayu untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan cerita rakyat. Boneka itu dihias dengan warna-warna yang kuat serta tangkai sebagai alat pengendalinya. Secara harfiah, wayang memiliki arti "bayangan" sesuai teknik penayangannya yang unik.

Seiring berkembangnya zaman, wayang memiliki beberapa jenis, antara lain wayang kulit, wayang beber, wayang klitik, wayang golek, wayang orang, dan masih banyak lagi.

Wayang adalah wawayanganing ngaurip, yang berarti wayang adalah refleksi kehidupan. Wayang memiliki banyak nilai-nilai kehidupan tentang jiwa ksatria, kaya akan budi luhur, mengandung kisah yang penuh kesempurnaan, dan harmoni filsafat yang dapat dikaji.

Salah satu tokoh wayang terkenal yaitu Gatot Kaca. Adapun kisah yang pernah ditampilkan dalam pertunjukan wayang, yaitu Gatot Kaca Winisuda, yang mana mengisahkan tentang kisah di negara Pringgondani ada kekosongan kepemimpinan setelah Raja Arimba kalah dan terbunuh oleh Bima. Lalu Bima menikah dengan Arimbi, adik dari Arimba, dan memiliki seorang anak bernama Gatot Kaca. Gatot Kaca memiliki paman bernama Brajadenta dan Brajamusti. Keduanya adalah ksatria yang awalnya menjanjikan kerajaan atau negara Pringgondani untuk Arimbi. 

Namun Brajadenta yang mulanya berjanji, justru berubah menjadi ragu. Ia pergi ke kerajaan lain, meminta pendapat pada Prabu Duryudana, guru dari Begawan Durna dan senopatinya Sengkuni. Durna dan Sengkuni pun menghasut Brajadenta. keduanya mengatakan jika sebenarnya yang berhak menjadi raja adalah Brajadenta, bukan Gatot Kaca. Hingga akhirnya Brajadenta mengatur siasat untuk menggagalkan 'wisuda' Gatot Kaca sebagai raja. Brajadenta kemudian mengajak Brajamusti untuk turut serta bersamanya. 

Namun nihil, Brajamusti menolaknya. Brajamusti tetap berpegang teguh pada sumpah ksatrianya bersama keluarga inti kerajaan. Hingga di hari penobatan Gatot Kaca, Brajadenta datang membawa pasukan. Dalam keadaan terdesak itu, Gatot Kaca terpaksa melawan sang paman, Brajadenta. Gatot Kaca pun hampir saja menelan kekalahan. Namun Brajamusti dengan cekatan membantunya. Sukma Brajamusti masuk ke tangan Gatot Kaca. Hingga akhirnya Gatot Kaca pun berhasil memukul Brajadenta hingga mati. 

Tak lama kemudian, sukma Brajamusti keluar dari tangan Gatot Kaca. Brajamusti pun merasa kesakitan, kekuatannya melemah dan akhirnya mati. Setelah kedua pamannya mati, jasadnya pun mengecil, dan masuk ke tangan kanan dan kiri Gatot Kaca dan menjadi keilmuannya. Hingga tiba-tiba sukma Brajadenta memberitahukan jika ia tak membenci Gatot Kaca. Ia melakukan itu semua hanya untuk menguji seberapa kuat Gatot Kaca sebagai pemimpin. Ia pun berkata jika Brajadenta dan Brajamusti akan selalu ada untuk membantu Gatot Kaca dalam wujud keilmuan.

Dalam kisah ini, terlihat jelas tentang bagaimana refleksi pewayangan dalam kehidupan. Mulai dari jiwa ksatria Gatot Kaca, juga tentang persaudaraan, bahkan hingga pengkhianatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun