Revolusi Industri 4.0 dan COVID-19 Pada Aktivitas Ekonomi Indonesia: Dinamika Tantangan dan Solusi
Oleh : Annisa Primaharani
Â
Dalam beberapa tahun terakhir, bangsa Indonesia telah menyaksikan banyak perubahan di dunia kerja. Banyak sekali gangguan global dalam metode bisnis dan pengaturan tradisional. Dimana teknologi berperan dalam membuat perubahan ini dengan berbagai adopsi seperti AI, robotika, data analisis, dsb., sebagai bagian dari Revolusi Industri 4.0. Yang artinya perusahaan dan individu semakin beralih ke sebuah ekonomi digital untuk menjalankan bisnis. Diluar kemajuan teknologi, pandemi COVID-19 yang terjadi sepanjang tahun 2020 kemarin juga telah membuat banyak sekali perubahan dalam dunia kerja dan bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia dalam pekerjaannya. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa pandemi tersebut merupakan katalis yang dapat mempercepat Revolusi Industri 4.0 bertransformasi menjadi sebuah era baru (Sobrosa Neto et al., 2020).
Pandemi COVID-19 adalah krisis kesehatan masyarakat yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyebabkan kerugian besar dalam aktivitas ekonomi dan pekerjaan (Hadiwardoyo, 2020). Akselerasi atau percepatan dalam Revolusi Industri 4.0 ini dapat berlangsung secara tidak merata di seluruh sektor dan terwujud dengan cara yang tidak terduga, tidak hanya berdampak pada sektor manufaktur tetapi juga mengarah pada otomatisasi pekerjaan. Banyak yang berpendapat bahwa perubahan ini akan permanen, dan, karena otomatisasi Revolusi Industri 4.0 yang ditingkatkan itu sendiri diharapkan dapat mengurangi permintaan agregat untuk tenaga kerja (Syahrial, 2020). Dan hasil seperti itu akan mempersulit pemulihan pekerjaan pasca pandemi dan hal tersebut menjadi tantangan utama bagi masyarakat Indonesia. Artikel ini akan membahas mengenai bagaimana tantangan atau masalah yang mungkin ada pasca pandemi COVID-19 nantinya, ditinjau dengan melihat ulang bagaimana tantangan pada era pra pandemi dan era new normal ini, khususnya bagi aktivitas ekonomi, bisnis, dan ketenagakerjaan di Indonesia.
Sebelum COVID-19, Revolusi Industri 4.0 memfokuskan diri pada ekonomi global dengan penerapan teknologi-teknologi baru seperti kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, Internet of Things, robotika, perangkat lunak otonom, sistem data canggih yang memungkinkan analitik realtime dan prediktif, dsb. Kemudian istilah otomatisasi yang menggambarkan bahwa robot dapat menggantikan pekerjaan manusia juga telah banyak muncul pada era sebelum pandemi ini. Bahkan penelitian (Alam et al., 2019) mengatakan bahwa Revolusi Industri dapat menjadi akhir dari buruh pada abad ke-21 ini. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi integrasi dan identitas bangsa Indonesia karena arus modernisasi dan globalisasi yang sangat kuat.
Tidak berhenti disitu, tantangan juga ada pada masa new normal ini. Dimana aktivitas bisnis dan pekerjaan sekarang menghadapi masa depan yang tidak pasti di mana kemungkinan langkah-langkah mitigasi yang sedang berlangsung atau siklus perlu diperhitungkan dalam perencanaan untuk waktu yang juga tidak dapat ditentukan (Buheji et al., 2020). Dengan neraca di bawah tekanan, pengeluaran konsumen yang melemah, dan biaya dasar untuk melakukan bisnis bergeser secara dramatis, perusahaan-perusahaan harus dapat menyesuaikan operasi dan strategi bisnis untuk mengakomodasi kondisi new normal. Kondisi ini juga mungkin memengaruhi pilihan tingkat perusahaan sehubungan dengan otomatisasi Revolusi Industri 4.0 karena berbagai faktor bersaing untuk memengaruhi keputusan organisasi untuk menyesuaikan proses bisnis yang ada atau beralih ke metode operasi baru. Bangsa Indonesia akan menghadapi tantangan baru dalam hal ini. Dimana ketidakpastian tersebut dapat mempengaruhi bagaimana Negara merespon tantangan dan keluhan dari warga Negara, serta bagaimana Negara dapat memberikan solusi bagi warganya ditengah ketidak pastian tersebut.
Beralih ke masa prediksi pasca COVID-19, tantangan juga akan kembali muncul masih dengan bagaimana hubungan antara warga Negara dengan Negara masih bersifat abstrak dan sulit dijelaskan pada masa ini. pada masa ini, tantangan muncul dengan diperlukannya reorganisasi tingkat perusahaan, pasokan dan produktivitas tenaga kerja yang terbatas, serta kebijakan baru pada era tersebut (Garca-Vidal et al., 2020; Wardhana, 2020). Saat perusahaan/industri pulih dari fase awal krisis, mereka akan menghadapi berbagai tantangan baru, beberapa keuangan dan lainnya yang terkait dengan keselamatan tenaga kerja. Tantangan ini dapat memaksa mereka untuk mempercepat upaya untuk mengotomatiskan proses produksi atau mengejar restrukturisasi organisasi. misalnya, pemotongan staf, merger atau spin off divisi berkinerja rendah, perubahan manajemen, dsb. Tantangan selanjutnya setelah adanya reorganisasi tingkat perusahaan tersebut dilakukan, maka pasokan dan produktivitas tenaga kerja akan terbatas. Pandemi juga akan berdampak signifikan pada pekerja tertentu, terutama wanita, orang tua, atau tenaga kerja yang mengalami gangguan kekebalan, atau pekerja tanpa antibodi SARS-CoV-2, yang akan dirugikan di tempat kerja dalam jangka pendek karena sifat alami penyakit tersebut. Virus SARS-CoV-2. Ini dapat berkontribusi pada pasokan tenaga kerja yang lebih ketat dan kondisi produktivitas, yang dapat memengaruhi keputusan perusahaan untuk mengotomatiskan kegiatannya.
Dan terakhir, tantangan mungkin muncul karena efek kebijakan pada era baru tersebut. Beberapa kebijakan dapat berbentuk kebijakan bank untuk menurunkan suku bunga dan melepas kredit ke bisnis dan konsumen untuk membantu merangsang ekonomi (Mentari, 2020). Selain itu, pembuat kebijakan mungkin merasakan tekanan untuk mengadopsi kebijakan yang dirancang untuk melindungi pekerja dan upah melalui penyesuaian dalam kebijakan mobilitas tenaga kerja, peraturan tingkat industri, dan kebijakan tenaga kerja di seluruh ekonomi. Misalnya dibuat peraturan baru mengenai ketenagakerjaan sebagai UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu, diperlukannya kebijakan untuk memperkuat jaringan pengaman sosial melalui pembayaran stimulus langsung kepada pekerja, tunjangan pengangguran darurat, program penangguhan pinjaman, dan tindakan bantuan sementara lainnya juga diperlukan untuk melindungi pekerja.
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa Revolusi Industri 4.0 dan pandemi COVID-19 sangat memberikan dampak bagi kondisi ekonomi, aktivitas bisnis, dan ketenagakerjaan di Indonesia. Pra-pandemi, otomatisasi dari Revolusi Industri 4.0 telah menjadi tantangan tersendiri. Kemudian pada masa new normal, ketidakpastian dalam ekonomi Indonesia dapat membuat otomatisasi di Revolusi Industri 4.0 kembali dipertimbangkan.
Dan terakhir, pasca-pandemi, tantangan tersebut muncul karena adanya perubahan-perubahan dalam aktivitas ekonomi. Dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut, tentu diperlukan sebuah implikasi kebijakan yang dapat berguna untuk mengatasi permasalahan atau tantangan pada pasca pandemi COVID-19 nantinya. Misalnya dengan memperluas jaringan pengamanan nasional untuk melindungi pekerja, misalnya dengan membuat peraturan-peraturan baru mengenai ketenagakerjaan di Indonesia; memantau tren otomatiasi dengan secara rutin bekerja sama dengan sektor swasta yang lebih sering menggunakan teknologi tersebut; melakukan pembekalan dan pelatihan ulang tenaga kerja, misalnya dengan yang sekarang telah dilakukan yaitu dengan kartu pra kerja, dsb; mempromosikan Revolusi Industri 4.0 yang berfokus pada tenaga kerja manusia; serta melakukan kerjasama baik regional maupun internasional untuk menuju perekonomian yang tangguh dan inovatif, seperti mempererat kerjasama ASEAN, APEC, dsb.