Mohon tunggu...
Annisa AyuSafitri
Annisa AyuSafitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik dengan penelitian pangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengembangan Pangan Fungsional dengan Bahan Edible Flowers Rosella

15 Desember 2023   23:30 Diperbarui: 15 Desember 2023   23:47 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Peningkatan perhatian masyarakat terhadap perbaikan pola hidup memunculkan kesadaran pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh melalui konsumsi pangan sehat. Meningkatnya kesadaran perbaikan pola konsumsi pangan ini juga ternyata menjadi tantangan bagi Ketahanan Pangan Indonesia tahun 2020-2024, menurut Dewan Ketahanan Pangan tahun 2019. 

Tantangan ini tentunya dapat ditanggulangi dengan pemanfaatan potensi biodiversitas flora Indonesia sebagai sumber bahan pangan nabati. Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia. Indonesia berada pada urutan negara dengan spesies tumbuhan terbesar ketujuh, dengan jumlah spesies mencapai 20.000, dimana 40% dari jumlah tersebut merupakan tumbuhan endemik asli Indonesia (Kusmana dan Hikmat 2015). 

Bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pangan nabati meliputi daun, buah, biji, umbi, beberapa bagian dari batang, dan bunga. Bunga yang dapat dikonsumsi tergolong sebagai edible flowers. Edible flowers dapat dikonsumsi dalam keadaan segar maupun setelah melalui proses pengolahan seperti teh dan selai. Edible flowers banyak dikonsumsi oleh masyarakat melalui pengolahan tradisional karena dipercaya memiliki manfaat kesehatan dan digunakan sebagai obat.

Manfaat kesehatan edible flowers dibuktikan melalui banyak studi yang menyatakan bahwa edible flowers kaya akan nutrisi dan senyawa fitokimia, mengandung komponen mineral yang tinggi, serta mengandung vitamin, serat, karbohidrat, dan essential oil (Kumari et al. 2021). Selain itu, edible flowers mengandung komponen bioaktif berupa senyawa polifenol, dalam hal ini merupakan flavonoid, yang sangat bermanfaat dalam meminimalkan risiko penyakit berkepanjangan seperti penyakit kardiovaskular, obesitas, dan kanker (Lu et al. 2016). 

Senyawa fenolik berupa asam fenolik, flavonol, dan antosianin juga memiliki manfaat sebagai antioksidan, yaitu pelindung dari kerusakan yang diakibatkan oleh senyawa radikal bebas (Navarro-González et al. 2015). Sebagai sumber antioksidan, edible flowers juga efektif berperan sebagai antitumor, antiinflamasi, dan antimutagenik (Benvenuti et al. 2016). Beriringan dengan hal tersebut, pengembangan produk pangan berbasis bahan fungsional dengan memanfaatkan novel ingredients mendorong eksplorasi studi mengenai konsumsi edible flowers yang memiliki berbagai manfaat kesehatan, nilai gizi, dan komponen bioaktif (Pires et al. 2021).

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah bunga dengan famili Malvaceae, yang merupakan salah satu bunga yang tergolong sebagai edible flowers. Bagian rosella yang umum dikonsumsi adalah calyx atau kelopak bunga. Bagian ini mengandung pektin, antosianin, dan asam askorbat yang dapat digunakan dalam pengolahan jelly, selai, saus, dan produk minuman (Pino et al. 2006). Selain itu, kelopak rosella juga banyak dikonsumsi dalam bentuk minuman, jus, teh, wine, yogurt, dan dijadikan sebagai bahan pewarna alami pada makanan. Rosella segar cukup banyak dikonsumsi sebagai obat herbal karena memiliki manfaat dalam menurunkan tekanan darah dan kolesterol plasma (Kresnapati et al. 2022). Rosella banyak dikonsumsi di negara China sebagai obat penyembuh hipertensi, demam, kerusakan liver, dan leukimia. 

Manfaat ini dibuktikan dengan studi yang menyatakan bahwa rosella memiliki kandungan protocatechuic acid yang sangat tinggi, yang dapat menghambat dan mencegah aktivitas karsinogenik pada jaringan tubuh (Tseng et al. 2000). Pada studi lain, rosella terbukti dapat menurunkan kerusakan oksidatif, aterosklerosis, profil lipid, serta tekanan darah (Guardiola dan Mach 2014). Bunga rosella kaya akan vitamin C, mineral, serta antioksidan berupa antosianin, flavonoid, dan fenol (Sarvestani et al. 2020). Kandungan ini memiliki manfaat kesehatan dalam mencegah kanker, mengurangi penyakit kronis seperti diabetes, dislipidemia, tekanan darah tinggi, serta penyakit jantung koroner (Shruthi dan Ramachandra 2019). 

Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, rosella dapat diolah dengan cara diekstrak, dikeringkan, dan dibuat menjadi bubuk dengan atau tanpa bahan tambahan pangan tertentu. Produk olahan ini kemudian dapat dikembangkan menjadi produk makanan maupun minuman yang memiliki sifat fungsional. Berkaitan dengan senyawa serta stabilitasnya, proses olahan rosella harus memastikan bahwa komponen aktif yang terkandung di dalamnya tidak rusak atau terdegradasi. Hal ini dikarenakan beberapa komponen aktif rosella sangat sensitif dan dapat rusak akibat proses pengolahan. Fakta ini juga didukung oleh pernyataan Navarro-González et al. (2015) yang menyebutkan bahwa parameter dan kondisi pengolahan rosella dapat merubah komponen aktif volatilnya sehingga dapat mempengaruhi karakteristik sensori rosella, terutama pada profil aroma dan flavornya. Pada penelitian Juhari et al. (2021) dijelaskan bahwa proses pengeringan yang baik pada rosella dapat meningkatkan kualitas produk secara signifikan. Untuk itu, dengan banyaknya variasi proses pengolahan rosella, dapat diketahui profil komponen volatil serta karakteristik sensori aroma maupun flavor pada rosella.

Metode analisis yang umum digunakan untuk mengidentifikasi profil komponen volatil adalah metode ekstraksi yang diikuti dengan pengujian menggunakan GC-MS (Pham et al. 2019). Beberapa metode ekstraksi tersebut di antaranya adalah maserasi, sonikasi, maupun Solid Phase Microextraction (SPME). Instrumen GC-MS banyak digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi perubahan senyawa volatil pada olahan rosella. Pengujian ini ampuh untuk memisahkan senyawa volatil dari campuran kompleks menggunakan kolom yang dipanaskan (Hapsari et al. 2021). Masing-masing hasil olahan rosella juga dievaluasi karakteristik sensori aromanya melalui para panelis uji sensori. Dengan data perubahan karakteristik sensori aroma ini, selanjutnya dapat diidentifikasi komponen volatil yang bertanggung jawab menjadi kontributor utama profil sensori aroma rosella tertentu pada berbagai proses pengolahan.
Sebagai mahasiswa Ilmu Pangan, saya ingin mengambil peran dalam pembuatan produk makanan atau minuman fungsional berbahan dasar rosella dengan pembuktian pengolahan yang dapat mempertahankan komponen aktif rosella dan profil sensori rosella yang dapat diterima konsumen melalui penelitian mengenai volatile-based sensomics. Penelitian ini juga diharapkan dapat menginspirasi saya maupun ahli pangan lainnya dalam mengeksplorasi pengembangan produk berbahan dasar edible flowers sehingga masyarakat dapat mengkonsumsinya tanpa harus skeptis karena terbukti memiliki segudang manfaat kesehatan dan secara kesukaan (baik segi rasa, aroma, flavor, maupun tekstur) dari hasil olahan tersebut dapat diterima oleh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun