Masing-masing wilayah di Riau memiliki konsep budaya yang beragam. Secara umum konsep Adat Melayu Riau dikenal dengan empat yaitu adat yang sebenar adat,adat yang diadatkan,adat yang teradatkan dan adat istiadat. Setiap konsep memiliki maknanya masing-masing. Bukan berarti dengan adanya berbagai konsep tersebut membuat masyarakatnya berbeda tujuan, perbedaan itu indah, apabila dilandasi oleh rasa saling menghargai satu sama lain. Simak penjelasan berikut untuk mengetahui apa saja perbedaan dari setiap konsep adat tersebut.
A. Adat yang Sebenar AdatÂ
Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh dianjak-alih, diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan.Adat yang sebenar adat adalah adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam,tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia, dan tidak dapat diganggu gugat sehingga dikatakan tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinajak.
Adat dan Sebenar Adat  bersumber dari hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Dalam ajaran agama Islam, alam dan hukum yang dibuat oleh Allah untuknya terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai penciptaan, seperti penciptaan Arsy, kursi Allah (kekuasaan dan ilmu-Nya); penciptaan lawhul mahfuz, penciptaan langit dan bumi, gunung, laut, sungai, hewan, serangga, makhluk hidup di air, bintang, udara, bulan, matahari, malam, siang, hujan, penciptaan jin, pengusiran iblis dari rahmat Allah, dan lain-lainnya.
B. Adat yang di Adatkan
Adat yang di Adatkan adalah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Adat yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Bisa ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai perbedaan antar wilayah budaya. Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah kepada sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem politik dan tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tepat sesuai dengan perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dilalui masyarakat Melayu. Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas dasar musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat pendukungnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk melalui undang-undang kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah ketentuan adat yang diberlakukan bagi semua kelompok masyarakatnya
C. Adat yang Teradatkan
Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-angsur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali air bah, sekali tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. Walaupun terjadi perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan.
Adat yang teradat juga merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Tetap dipelihara dari generasi kegenerasi sehingga menjadi tradisi budi pekerti orang Melayu. Adat ini menjadi pedoman untuk menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi masalah di masyarakat. Adat yang teradat bisa berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan nilai-nilai baru yang terus berkembang. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan turun-temurun tadi.
D. Adat Istiadat