Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia. KUHP pada prinsipnya merupakan satu bentuk penalaran regulasi terutama di sektor hukum pidana. Dengan adanya KUHP penyempurnaan hukum pidana Indonesia dapat tercapai melalui konsolidasi ketentuan pidana dalam berbagai undang-undang sektoral dan pencegahan disparitas pidana antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang saat ini kita gunakan masih berupa warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda yakni Wetboek van Strafrecht yang sebagaimana ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah. Dalam mewujudkan hukum nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yakni salah satunya dengan melakukan penyusunan hukum pidana nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, UUD NRI 1945, serta asas-asas hukum yang diakui masyarakat.
Dalam perjalanannya, pembaruan Undang-Undang ini melalui beberapa misi yang dilakukan yakni misi pertama "dekolonisasi" KUHP dalam bentuk rekodifikasi, yang kedua "demokratisasi hukum pidana", yang ketiga "konsolidasi hukum pidana", dan yang keempat adalah misi "adaptasi dan harmonisasi" terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi. Dan pada tanggal 02 Januari 2023, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan akan berlaku setelah 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yang menjadi angin segar bagi terwujudnya atau terealisasikannya hukum nasional yang sudah dicita-citakan sejak lama.
Perbedaan antara KUHP dan UU No. 1 Tahun 2023 (KUHP Nasional)
Pertama, pada KUHP yang masih berlaku saat ini terdiri dari 3 buku, yakni buku kesatu mengenai aturan umum, buku kedua mengenai kejahatan dan buku ketiga mengenai pelanggaran. Sedangkan pada UU No. 1 Tahun 2023 hanya terdiri dari 2 buku, yakni buku kesatu tentang aturan umum dan buku kedua tentang tindak pidana.
Kedua, pada KUHP saat ini masih mengenal adanya perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan pada UU No. 1 Tahun 2023 sudah tidak lagi membedakan antara kejahatan dan pelanggaran.
Ketiga, pada KUHP yang masih berlaku saat ini dalam hal penafsiran diatur oleh hakim dengan bersandar pada doktrin hukum pidana. Sedangkan pada KUHP Nasional telah diatur secara khusus bahwa penafsiran analogi tidak lagi diperkenankan.
Keempat, pada KUHP dalam menentukan locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) dan tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) diserahkan pada hakim yang bersandar pada doktrin hukum pidana. Sedangkan pada KUHP Nasional telah diatur secara khusus mengenai hal tersebut.
Mengapa pada UU No. 1 Tahun 2023 hanya terdiri dari 2 buku?
Hal ini dikarenakan adanya pembaharuan hukum pidana materiil yang tidak membedakan lagi antara Tindak Pidana berupa kejahatan dan pelanggaran. Penyebab dihapuskannya tersebut adalah didasarkan pada kenyataan bahwa secara konseptual perbedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict nyatanya tidak dapat dipertahankan karena dalam perkembangannya tidak sedikit rechtsdelict dikualifikasikan sebagai pelanggaran dan juga sebaliknya beberapa perbuatan wetsdelict dirumuskan sebagai kejahatan, hanya karena ancaman pidananya diperberat. Dalam kenyataannya terbukti persoalan mengenai berat-ringannya kualitas dan dampak kejahatan dan pelanggaran juga relatif sehingga kriteria kualitatif seperti hal ini tidak lagi dapat dipertahankan secara konsisten.Â
Apa saja pembaruan yang terdapat pada UU No. 1 Tahun 2023?