Mohon tunggu...
Annis KurniyatiRizqi
Annis KurniyatiRizqi Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Seorang guru yang selalu ingin belajar dan dapat menyampaikan manfaat ilmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika dalam Berkomunikasi

1 November 2023   09:42 Diperbarui: 1 November 2023   09:47 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hidup yang semakin canggih ini, komunikasi menjadi lajuan paling efektif seiring dengan kecepatan tersampaikan informasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa komunikasi menjadi suatu kunci dalam bersosial maupun menjalin silaturahim. Adakah kita pernah sadari bahwa ada beberapa hal-hal yang mengganggu komunikasi dengan hilangnya konektivitas hati. Apakah tanda dari hilangnya koneksi tersebut? Apabila dalam komunikasi memuat penghinaan, cacian, umpatan, bahkan ejekan terhadap orang lain. Tulisan ini akan membantu kita berpikir dan menjawab mengapa pentingnya beretika alias gunakan sopan santun dalam berkomunikasi.

Empati, berdasarkan laman https://kbbi.kemdikbud.go.id. memiliki pengertian keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Senjata inilah yang akan kita gunakan sebagai tameng untuk memahami dan memedomani etika dalam berkomunikasi. Hampir setiap hari terdengar di telinga kita suatu ejekan dan hinaan baik secara tersirat maupun terang-terangan. Hal ini tentu merugikan apabila lawan bicara kita merasa tidak senang dengan ujaran maupun kata-kata yang terlontar dari mulut kita. Lelucon yang merendahkan, atau bahkan pelecehan verbal dengan lisan dapat memberikan dampak yang lebihi dalam daripada yang terlihat. Dalam beberapa kasus dampaknya dapat merusak kesehatan mental dan emosional. Dalam sosial, dapatlah rusak hubungan antarindividu dalam suatu komunitas maupun masyarakat.

Beberapa penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa hinaan atau ejekan dapat menyebabkan konflik internal (dalam diri seseorang itu sendiri). Apabila hal ini secara terus menerus dibiarkan, maka akan menjadi penyakit akut yang berdampak pada rasa tidak aman dan tidak dihargai. Dampak jangka panjang yang akan terjadi yakni menciptakan ketidaksestaraan sosial dalam masyarakat. Setelah mendapatkan informasi ini, apakah masih akan terus dilakukan hal-hal yang memiliki stigma negatif seperti yang telah disebutkan? Lantas apakah relevansi antara empati dengan hinaan atau ejekan?

Dalam kesantunan berbahasa menurut pendapat Leech, terdapat beberapa maksim yang perlu kita ketahui seperti: maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kesederhanaan, maksim pemufakaan, dan  maksim kesimpatisan. Hinaan maupun ejekan ternyata melanggar maksim kebijaksanaan dan kesimpatisan. Apabila kita memahami pengertian dari empati, tentu kita berupaya untuk memahami perasaan dan pandangan orang lain. Berbicara dengan empati dapat kita lakukan dengan mendengarkan secara cermat, menempatkan diri dalam posisi orang lain, serta menghargai perbedaan pendapat. Apabila dapat menerapkan empati saat berbicara, maka akan langgeng suatu relasi sosial yang lebih sehat.

Magelang, 1 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun