Mohon tunggu...
Annies Fathaturrahmah
Annies Fathaturrahmah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

pengasuh rumah lentera

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Revolusi Dari Desa, Gagasan Berbagi Kuasa Ala Bupati Malinau

1 Desember 2014   06:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa masalah pembangunan masyarakat desa masih relevan untuk di bahas? Sedikitnya ada dua alasan mengapa kita tidak bisa meninggalkan pembangunan di masyarakat desa. Pertama, benar bahwa pembangunan (baik infrastruktur maupun masyarakat) di kota maju dengan sangat pesatnya, namun janganlah lupa bahwa mayoritas masyarakat masih tinggal di desa yang terpencil, jauh dari sentuhan pembangunan.

Kedua, persoalan-persoalan tentang dampak ikutan dari proses pembangunan yang tengah berlangsung, seperti kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, rupanya telah menimbulkan masalah tersendiri di pedesaan. Persoalan ini tidak bisa begitu saja diabaikan karena bisa menjadi bom sosial yang bisa meledak sewaktu-waktu.

Oleh karena sedikitnya dua hal itulah, usaha pembangunan di desa perlu diarahkan untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik juga mandiri. Perencanaan pembangunan tidak hanya berkutat pada pembangunan di bidang pertanian saja, tetapi juga harus mencakup usaha masyarakat desa untuk memiliki akses ekonomi (sekaligus politik). Sehingga tidak berlebihan kiranya terdapat anggapan bahwa medan perang terbesar dari kemiskinan dan kesenjangan justru terdapat di desa. Bukan berarti pembangunan masyarakat kota tidak penting, namun dalam beberapa kasus hal ini ingin menunjukkan bahwa kepemilikan akses pada sumber-sumber ekonomi/ politik masyarakat desa masih pada taraf memprihatinkan. Dengan dasar inilah, menempatkan pembangunan desa sebagai prioritas kebijakan masih cukup relevan hingga tahun-tahun mendatang.

Dan rupanya, isu mengenai pembangunan masyarakat desa ini dengan cerdas ditangkap oleh DR. Yansen TP. Melalui kepemimpinannya sebagai bupati di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, Dr. Yansen TP menuliskan pengakuannya dalam #REVOLUSI DARI DESA, bahwa pembangunan seharusnya di mulai dari bawah. Pembangunan agar berdampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat, harus di mulai pula dari rakyat, dilakukan oleh rakyat dan bermanfaat juga untuk rakyat (from the people, by the people and for the people).

Bukan hal mudah bagi Dr. Yansen membalikkan anggapan dan merubah paradigma masyarakat mengenai konsep pembangunan, namun melalui pengalamannya sebagai seorang birokrat yang tidak pernah berhenti untuk terus belajar, Yansen mampu meyakinkan semua orang dan memberikan pengalaman nyata bahwa sangat perlu untuk berbagi kuasa dan memberikan kepercayaan penuh kepada rakyat untuk mandiri dan memiliki akses baik secara ekonomi maupun politik.

Walaupun konsep untuk berbagi kuasa ini bukan hal yang baru sebagai konsep pembangunan, yang membuatnya menarik adalah Dr. Yansen memiliki strategi jitu untuk memperkuat gagasannya agar tidak hanya berhenti pada konsep semata. Dr. Yansen memiliki GERDEMA, dimana setiap desa diberikan dukungan anggaran dari APBD Kabupaten Malinau untuk secara penuh dan bertanggung jawab melaksanakan inisiatif pembangunannya sendiri. Konsep ini pada dasarnya menitikberatkan pada asas kepercayaan (sekaligus religiusitas), dimana apabila masyarakat desa diberikan keyakinan dan kepercayaan maka pasti akan melaksanakannya dengan baik. Jika masyarakat desa dapat dipercaya, dibina, dan dibentuk kemampuannya, maka mereka menjadi terampil untuk menjalankan tugas dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan desa. Hasilnya, pembangunan akan lebih apresiatif melahirkan kekuatan besar dalam mewujudkan perubahan yang maju dan sejahtera (hal 13-14). Konsep ini, menurut Dr. Yansen, mengharuskan setiap individu untuk betul-betul memahami nilai pokok dari GERDEMA. Sehingga kepemimpinan yang bervisi dan memiliki inovasi tinggi menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan GERDEMA. Tanpa itu, GERDEMA tidak akan berjalan maksimal (hal 84-88).

Last but not least, meski sebagian besar dari buku ini berisi (menurut saya) tentang profil Kabupaten Malinau sebelum dan sesudah adanya GERDEMA, buku ini layak untuk diapresiasi sebagai konsep pembangunan bagi daerah lain.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun