Saya mengetahui bahwa UC SILVER GOLD (UC) akan membangun sebuah museum perhiasan sejak kali kedua saya bertemu Pak H. Made Dharmawan (Pak Made) di April 2012 (saat saya memperkenalkan lahirnya brand FIBI JEWELRY di Bali). Â Saat itu beliau menyampaikan bahwa UC ingin mengumpulkan jejak sejarah perhiasan nusantara (dari Sabang sampai Merauke) untuk disosialisasikan ke masyarakat luas dalam wujud real sebuah museum. Â Lahannya sendiri sudah dipersiapkan di bagian depan atau berdampingan dengan grand outlet yang sudah mereka miliki di Batubulan, Gianyar, Bali.
Dari pembicaraan kami saat itu, saya sudah membayangkan bahwa niat baik yang saya dengarkan dengan penuh hikmat saat itu pastilah membutuhkan effort yang luar biasa. Tak terbayangkan seberapa besar daya dan upaya yang akan dilakukan. Â Mulai dari riset, mengumpulkan data yang berserakan, mencari dan menemui sejarawan yang mengerti dan tahu persis akan sejarah perhiasan daerah setempat, memproses perijinan, membuat replika dari perhiasan yang dimaksud, kemudian melakukan penataan fisik yang layak untuk ditampilkan. Â Gawean akbar yang tak ternilai baik dari sisi fisik maupun finansial.
Di saat kali ketiga saya bertemu kembali dengan Pak Made di pertengahan Maret 2019, rencana beberapa tahun yang lalu sudah dapat saya saksikan. Â Walaupun tidak sesempurna mimpi yang (pernah) disampaikan, Pak Made mewakili 3 saudara laki-lakinya yang lain, dengan bangga mengajak saya melihat megahnya NAGA SANGA AMURWABHUMI Museum (Museum) sebagai bagian dari UC Silver Gold yang sudah melegenda.
Lokasi MuseumÂ
Untuk teman-teman yang belum pernah ke outlet UC di Batubulan, penanda peta terbaik (selain google map, waze, dkk) adalah megahnya ukiran-ukiran capung (icon UC) dan liukan indah filigree.  Semuanya dibuat berwarna putih dengan beberapa titik sentuhan warna emas untuk memberikan kesan mewah.  Jadi ketika kita melewati Jalan Raya Batubulan, tanpa signage khusus pun, ukiran-ukiran ini sudah bisa jadi penanda dan mendominasi indra penglihatan kita.
Kemegahan tidak hanya terlihat di pinggir jalan besar. Â Saat masuk melewati sebuah jalan sekitar 200 meter dengan dinding yang juga penuh dengan ukiran putih, decak kagum akan tingginya nilai seni ukir akan terus terasa saat kita bertemu dengan bangunan besar yang meliputi museum, outlet, restoran, dan sebuah coffee shop di bagian paling belakang. Â Semua karya seni ini, menurut Pak Made, adalah hasil karya para pemahat lokal. Â Budayawan kelahiran Bali, putra daerah dan mengenyam ilmu pahat secara turun temurun. Â Saya mengangguk hikmat dan merasakan tingginya nada bangga Pak Made ketika menceritakan ini.
Melihat Isi Perut Museum
Dari keseluruhan gedung megah yang berdiri, Museum menempati gedung paling depan.  Pintu kayu besar tinggi dengan lagi-lagi ukiran putih kembali dapat kita nikmati.  Ada 2 pintu di titik saya berdiri.  Kiri adalah pintu masuk menuju Museum.  Sementara di kanan adalah pintu utama ke outlet UC.
Kekaguman pun membuncah di detik pertama saya membuka pintu Museum dan melihat langsung bagian dalamnya. Terhampar di depan mata sebuah ruangan megah berwarna alam dengan langit-langit setinggi sekitar 30an meter. Â Ada kayu/besi penyanggah dicat putih, melengkung apik, membentang dan menyambungkan kedua sisi atap. Â Kalau diperhatikan dengan lebih detil, atap Museum tampak seperti lambung kapal, tapi dilihat dalam posisi terbalik.
Persis di bagian tengah terlihat Naga Perak seberat 720kg dengan 9 kepala. Â Naga ini dibopong oleh 18 buah patung manusia (9 pasang lelaki) di kanan dan kiri dan 1 buah patung di bagian ujung (belakang) yang diasumsikan adalah pemimpin dari 18 patung tadi. Â Terbentang bambu yang sudah tersimpul kuat antara bahu patung dan sang Naga. Â Bambu-bambu inilah menjadi moda pengangkat sang Naga. Â Di bawah kepala Naga paling depan, diletakkan Crystalized Stone berlapis emas dan dipegang oleh 3 buah telapak besar. Â Indah tak terkira.