Dalam perjalanan kehidupan seseorang, ada sosok wasit, seperti sinar pagi yang membawa harapan dan menjadi pemandu jiwa, penasehat setia. Begitu pula dengan negara, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjadi wasit yang menyulam kisah keadilan dan kesetaraan, menjaga kebijaksanaan dalam setiap langkah perjalanan.
Sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi dimulai dari amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk memperkuat demokrasi dalam struktur ketatanegaraan. Hal ini mendesak untuk memperbaharui sistem hukum ketatanegaraan agar lebih relevan dengan tuntutan zaman dan sesuai dengan Pancasila. Kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dalam Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, Mahkamah Konstitusi juga berkewajiban memberikan keputusan atas pendapat DPR tentang pelanggaran hukum, perbuatan tercela, atau ketidakmemenuhi syarat Presiden dan Wakil Presiden sesuai UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi berperan penting dalam kemajuan negeri, salah satunya dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM merupakan isu penting di dunia maupun di Indonesia. Louis Henkin mendefinisikan HAM sebagai kebebasan-kebebasan, kekebalan-kekebalan, dan kepentingan-kepentingan yang diakui sebagai hak oleh individu atau kelompok di mana mereka tinggal. Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Pasal (1) tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia.
Hak Asasi Manusia dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu hak individu secara umum, hak khusus untuk warga negara, dan hak kelompok rentan. Hak individual berlaku untuk setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Hak khusus, sebaliknya, hanya berlaku bagi warga negara saja dan diatur secara khusus oleh UUD 1945. Hak kelompok rentan, disebut khusus karena diatur dengan cara tersendiri oleh UUD 1945.
Salah satu peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dalam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah melalui mekanisme judicial review untuk menguji apakah ada undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. Selama menjabat, Mahkamah Konstitusi telah melakukan beberapa judicial review, seperti:
Pada masa orde baru, terdapat pembatasan hak politik mantan anggota terlarang, terutama dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Kebijakan ini melarang mantan anggota PKI maupun yang terlibat dalam peristiwa G.30S/PKI untuk menduduki jabatan publik. Kebijakan ini dianggap melanggar HAM karena mencabut hak politik warga negara Indonesia tanpa batas waktu, yaitu hak untuk memilih dan dipilih, yang dijamin oleh konstitusi. Melalui putusan 011-017/PUU-I/2003, Mahkamah Konstitusi memulihkan hak politik warga negara mantan anggota terlarang, terutama anggota PKI.
Mahkamah Konstitusi juga berperan dalam kasus narapidana. Awalnya, negara memiliki kebijakan untuk mendapatkan pejabat yang bersih dari pidana dengan aturan bahwa para pejabat tidak boleh pernah dijatuhi pidana penjara dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun. Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian dua kali dengan nomor perkara 14-17/PUU-V/2002 dan perkara nomor 4/PUU/-VII/2009. Hasilnya, Mahkamah Konstitusi memperbolehkan narapidana yang divonis dengan hukuman penjara di atas 5 tahun mengikuti seleksi jabatan publik dengan beberapa syarat tertentu, seperti bukan merupakan kejahatan yang dilakukan berulang-ulang, tidak mencakup kejahatan politik dan  berlaku terbatas yang jangka waktunya hanya selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya.
Pengujian ini tentu menimbulkan beragam pro dan kontra di masyarakat. Meskipun begitu, peran Mahkamah Konstitusi dalam melindungi HAM tidak dapat diabaikan. Keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi pilar penting dalam menjaga keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara. Namun, tantangan-tantangan ini memerlukan dialog dan diskusi terbuka untuk mencapai konsensus yang lebih baik demi kepentingan bersama. Dengan memperhatikan pro dan kontra, langkah-langkah Mahkamah Konstitusi akan tetap berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan berkeadilan untuk semua. Mahkamah Konstitusi merupakan penasihat dan penegah objektif bagi negara dalam menentukan kesesuaian undang-undang dengan konstitusi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran Mahkamah Konstitusi sangatlah vital dalam menjaga kestabilan dan keadilan suatu negara. Tanpa adanya lembaga ini, negara dapat terombang-ambing tanpa memiliki penasihat dan penegah yang objektif dalam menentukan kesesuaian undang-undang dengan konstitusi. Mahkamah Konstitusi menjadi garda terdepan dalam melindungi Hak Asasi Manusia dan memastikan keberlangsungan sistem hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, menjaga integritas dan independensi Mahkamah Konstitusi adalah kunci untuk menjaga fondasi negara yang kokoh dan menjunjung tinggi keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Dengan integritas dan independensinya yang kokoh, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tetap menjadi pemandu jiwa dan penjaga keadilan bagi seluruh warga negara. Peran pentingnya dalam melindungi Hak Asasi Manusia dan menjaga keberlangsungan sistem hukum berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan telah membuktikan bahwa negara ini memiliki garda terdepan yang berpegang pada keadilan dan kesetaraan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi tetap menjadi harapan dalam perjalanan kehidupan bangsa menuju masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H