Hai hai! Menjelang lebaran besok, aku baru sadar kalau aku enggak ada persiapan baju baru hehe, sebenarnya tahun lalu juga engga beli baju baru sih, dan kayanya tahun depan juga enggak. Kenapa? soalnya masih ada yang lama, apalagi aku engga terlalu suka pakai gamis / kaftan buat sehari-hari, jadi kayanya punya beberapa pcs aja udah cukup, sisanya baju casual yang emang kepake dan belinya kalau lagi butuh atau bener-bener pengen aja, engga nunggu lebaran dulu. Anywayyyy... ngebahas tentang beli baju saat butuh aja gini aku jadi pengen review film tentang gaya hidup minimalis (gaya hidup yang tidak berlebihan dengan memiliki berbagai barang yang benar-benar dibutuhkan) judulnya Happy Old Year, film Thailand tahun 2019.Â
Film ini mengisahkan Jean (diperankan oleh Aokbab Chutimon Chuengcharoensukying) yang baru pulang dari Swedia dan ingin merenovasi kediamannya yang dulunya merupakan bengkel instrumen dan sekolah musik milik sang ayah menjadi sebuah  kantor agar ia tidak perlu mengeluarkan biaya sewa. Pink (diperankan oleh Praew Patcha Kitchaicharoen), teman Jean yang akan membantu merenovasi memintanya untuk membersihkan barang-barang terlebih dahulu karena rumah Jean yang begitu berantakan dan terlalu banyak barang.Â
Pada dasarnya kita sudah mengetahui bahwa Jean berhasil mengubah rumahnya menjadi kantor dari scene awal film yang menunjukkan Jean yang sedang diwawancarai oleh wartawan mengenai bagaimana dia bisa membuat ruang kantornya sangat luas dengan penggunaan furnitur yang minimal. Disitulah Jean menceritakan proses dan tantangan yang harus ia hadapi, dimulai dari meyakinkan ibunya (Um Apasiri Nitibhon) untuk membuang semua barang yang sudah tidak digunakan lagi sementara sang ibu sangat menentang terutama ketika Jean ingin membuang piano tua milik ayahnya.Â
Jean ingin ibunya bahagia kembali dengan tidak lagi mengingat cerita masa lalu dengan terus menyimpan piano ayahnya, sementara sang ibu menganggap piano itu adalah satu-satunya kegembiraan yang dapat dikenang walaupun saat ini ayah Jean sudah bahagia dengan pasangan barunya. Setiap barang yang disimpan memang memiliki memori tersendiri bagi pemiliknya, baik secara positif atau negatif. Penilaian ini sangat subjektif, negatif bagi kita belum tentu negatif bagi orang lain. Beban itulah yang harus dihadapi keluarga Jean.
Saat mengemas dan mengatur barang-barang yang tidak lagi digunakan, Jean yang dibantu sang kakak (Mee Thirawat Ngosawang) juga menemukan beberapa barang pemberian teman-temannya dan milik mantan pacarnya, Aim (diperankan oleh Sunny Suwanmethanont). Barang-barang itu mengingatkannya kembali akan kenangan lama mereka yang tidak dapat dilupakan hanya dengan membuangnya. Jean pun bingung harus memilih antara menyimpan, membuang, atau mengembalikan barang-barang itu kepada pemiliknya untuk melanjutkan hidupnya. Â
Hal ini tentu membawa tantangan tersendiri untuk Jean, ketika ia harus menjaga hati orang yang telah memberinya hadiah walaupun ia sadar bahwa di tahun-tahun mendatang barang-barang tersebut tidak ada nilainya di mata Jean. Hal ini menjadi sangat menarik karena mempermainkan emosi antara pemberi dan penerima barang, ditambah dengan ungkapan maaf yang tanpa kita sadari sudah tidak ada nilainya karena terlalu mudah diungkapkan. Niat untuk mengungkapkan permintaan maaf sebenarnya bukan karena menyadari kesalahan yang telah dilakukan, tetapi lebih untuk menghindari rasa bersalah atau memaafkan diri sendiri daripada merasa terbebani memikirkan perasaan orang lain.
Film bergenre romance yang menurut aku lebih cocok jadi film genre family ini menjadi sangat relate karena percakapan yang digunakan sederhana dan merupakan hal yang biasa kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Penonton akan ditunjukkan pertentangan antara Jean dengan ibunya, saudara laki-lakinya, teman-teman baiknya, serta teman-teman sekolah lamanya dalam bentuk hadiah atau pemberian lama. Jean mulai paham makna sesungguhnya dari memberi yaitu saat ia mengembalikan.Â
Film ini menggunakan metafora dari buku Marie Kondo berjudul The Life Changing Magic of Tidying Up: Seni Beres-Beres dan Metode Merapikan ala Jepang sebagai analogi potret psikologis singkat di mana penemuan diri, konfrontasi masa lalu, serta melepaskan beban yang menyiksa ingatan menjadi hal yang diperlukan untuk memulai kembali dari awal.
Dari film ini kita bisa belajar untuk lebih menghargai nilai dari suatu barang, terutama dari sisi pemilik dan pemberi jika barang itu merupakan pemberian. Barang yang kita buang sebenarnya bukan berarti barang tersebut sudah tidak berguna, bisa jadi kita memutuskan untuk membuang atau mengembalikan barang karena barang tersebut sudah tidak sparks joy atau memberi kebahagiaan pada pemiliknya saat terus disimpan. Dengan hanya menyimpan barang yang memberi kebahagiaan, kita akan membuang memori tidak menyenangkan dari barang atau pemberi barang tersebut.
Seperti kita ketahui, minimalis itu hidup lebih sederhana, tetapi proses melepaskannya yang tidak pernah sederhana. Nah, berikut 6 tips menyingkirkan barang dari Film Happy Old Year:
- Tetapkan tujuan yang jelas dan temukan inspirasi. Seperti Jean yang sudah bertekad untuk membuat kantor sesuai keinginannya berdasarkan inspirasi yang ia temui di pengalaman hidupnya, ditambah dengan dengan deadline yang sudah ditentukan oleh kerabat Pink, membuatnyaharus segera menyortir barang-barangnya.Â
- Jangan mengingat masa lalu. Kita harus fokuskan pada masa depan yang akan kita bangun, seperti Jean yang memfokuskan dirinya untuk segera memiliki kantornya sendiri.
- Jangan terlalu banyak perasaan. Setiap barang memang memiki memori, namun beberapa hal tidak akan hilang hanya karena kau berpura-pura melupakan semua itu.
- Jangan goyah, jadilah kejam. Disaat Jean merasa bersalah sesaat setelah ia membuang barang-barangnya pada pengumpul barang rongsokan, ia akhirnya memanggil kembali pengumpul barang rongsokan itu untuk mengambil barang-barangnya yang telah dibuang. Jean akhirnya memutuskan untuk mengembalikan pada para pemberi barang tersebut yang justru membawanya kembali berhubungan dengan teman-teman dari masa lalunya. Â
- Jangan tambah hal-hal lain. Kalau sudah membuang barang, bukan berarti kita bisa membeli barang baru. Kita harus pikirkan betul apakah barang ini akan terus bernilai bagi diri kita di masa yang akan datang?
- Jangan melihat ke belakang. Saat Jean menghubungi ayahnya untuk menanyakan apakah dia masih menginginkan pianonya atau tidak, ternyata ayahnya tidak peduli. Hal itu membuat Jean merasa sangat sedih dan mengingat masa lalunya yang menyedihkan, namun ia akhirnya memutuskan untuk menjualnya pada kolektor dengan harga bersaing.