Mohon tunggu...
Ani Sri Mardiati
Ani Sri Mardiati Mohon Tunggu... -

i just ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bodohnya Orang yang Bersikap Su'udzon

13 April 2012   13:06 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 15287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

sebuah sikap yang mungkin kita semua selalu tahu dan tak pernah asing didalam lingkungan kita bahkan disekitar kita semua yaitu sikap Su'uddzon

Su`udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi buruk , karena apapun yang kita sangka bisa mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil keputusan. Alloh berfiman :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hudzurot:12)

Buruk sangka atau su`udzon dapat merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita, merusak akhlak kita, dan juga bisa merusak  janji manis Allah kepada kita. Apalagi sampai menuduh temannya telah mengadu domba, bisa kita bayangkan betapa kejamnya kata-kata itu. Mereka itu tidak sadar dengan kata-katanya sendiri, padahal secara tidak dia sadari, dialah yang telah mengadu domba. Untuk itu alangkah baiknya jika kita meneliti dan memahami sesuatu yang pernah kita lihat, sesuatu yang pernah kita baca dan sesuatu yang pernah kita dengar, karena biasanya manusia itu sering salah persepsi dalam menanggapi sesuatu yang menurut hatinya tidak cocok, padahal dalam kenyataanya semua itu tidaklah berlebihan dan tidak pantas untuk disu’dzoni. Perlu diketahui berbicara tanpa adanya bukti itu adalah fitnah. “ Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”.

Jadi ketika kita mau memutuskan sesuatu, teliti dan pahami permasalahannya dulu, apa yang dibahas apa yang akan dikatakan dan apa yang ditulis. Dan jika sudah faham maka putuskan dengan kepala yang dinginkan dan hati yang tidak memihak siapa yang paling berjasa atau yang paling dekat dengan kita. Karena kebanyakan manusia, jika saudara atau teman dekat yang mempunyai masalah itu terkadang kita akan lebih memihaknya tidak melihat apa penyebab utamanya dan apayang sebenarnya terjadi itulah sikap ornag yang nudah terhasut oleh omongan ornag lain dan akhirnya sikap su’udzon muncul.

Memang yang paling sulit itu adalah menyadari kesalahan diri sendiri, terkadang tulisan dan ceramah kita baik, akan tetapi dengan ketidak sadaran atau dengan kesadaran, hati kita salah dalam berniat. Bermaksud baik tapi malah menyakiti. Mungkin jika kita melakukannya tanpa niatan jelek, tetapi pekerjaan kita menyakiti orang lain, padahal kita sudah berhati-hati dalam menggambarkan atau dalam menceritakan pengalaman yang dialami oleh diri kita atau orang lain, itu bisa dimaklumi, karena manusia itu sendiri mempunyai hati yang lembut, akan tetapi mudah tersindir dan mudah salah persepsi dalam menanggapi sesuatu, apalagi ketika mempunyai masalah.untuk itu, kita harus bisa melatih hati yang lembut ini agar tidak terbawa emosi, karena hati akan menjadi keras, jahat dan sulit untuk menerima kenyataan, jika kita tidak bisa menguasai emosi kita. Dan kalau hati  jahat sudah menguasai jiwa, itu sangat berahaya, karena teman terkadang berniat untuk bercanda atau memaparkan sebuah kejadian untuk dijadikan pelajaran yang berharga baik untuk diri sendiri atau secara umum, itu bisa kita tanggapi dengan salah, jikalau hati kita sudah diselimuti aurah kebencian. Orang bermaksud baik dianggap adu domba atau semacamnya. Padahal dalam pemaparannya, sama sekali tidak ada kata-kata mengadu domba.

Hal-hal terpenting yang harus kita lakukan agar  tidak suudzon adalah:

a. Meneliti  apa yang sebenarnya terjadi, jangan hanya kata dia dan kata dia. Karena hal yang semacam itu adalah menggunjing.

b. Diam, jika kita belum tahu kebenaran yang belum pasti, karena jika kita nyerocos terhadap orang lain dengan cerita yang tidak ada bukti, itu bukan menyelesaikan masalah, akan tetap menambah dan mempersulit keadaan.

c. Banyak belajar menilai seseorang, karena banyak yang kita liat tidak sama dengan kenyataannya.

d. Jangan mendengarkan perkataan seseorang hanya dari satu mulut, karena bisa saja mulut orang itu carpak ( bohong ), disamping itu mulut yang lain juga sama-sama mempunyai hujjah untuk diperdengarkan. Setelah kita mendengar pernyataan mulut yang satu dan yang satunnya barulah kita memutuskan perkara itu.

e. Jangan berbuat sesuatu yang menyakitkan teman atau saudara kita, atau melakukan hal yang dilarang syariat atau dilarang negara dan perbuatan yang dimata masyarakat itu adalah perbuatan yang tidak baik. Karena hal yang semacam itu bisa menimbulkan suudzon dan bisa membuat orang lain menggunjing karena perbuatan itu.

Untuk itu marilah kita sama-sama membuka kelapangan dada dan saling memahami satu sama lain, agar kita tidak mudah berkata yang seharusnya tidak kita katakan. Sangat penting kita mempunyai rasa solideritas dihati kita terhadap orang lain, dan rasa itu tidak boleh hanya ditujukan kepada satu orang, karena kita ini hidup dikalangan orang banyak. Boleh kita memihak satu orang asal kita mempunyai bukti yang kuat untuk dijadikan pedoman. Jangan hanya dengar dari satu mulut dan kita mempercayai perkataan itu, apalagi mulut yang berbicara tidak mempunyai bukti. Karena jika kita langsung percaya, kita itu akan termasuk orang bodoh, yang mudah diperdayai orang lain. Dan kalau kita bodoh, maka kita akan mudah tertipu, kemudian sifat suudzonpun bisa melekat dihati dan fikiran kita.

Hilangkan sikap suudzon itu karena sikap su’udzon dapat merusak semuanya dan orang yang selalu su’udzon adalah orang yang bodoh. Sifat yang harus di hindari jadilah ornag yang selalu bersifat khusnudzon namun oarang sekang bukan kata-kata itu yang trend saat ini tapi kalimat “Positif Thinking”. Semoga sikap ini selalu ada pada diri kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun