Mohon tunggu...
Anne Tobing
Anne Tobing Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang ibu rumah tangga dan guru bahasa. Suka mendengar dan memperhatikan masalah di sekitar terutama masalah pendidikan, perkembangan anak dan masalah sosial di sekitar saya. Ingin berbagi hal-hal yang kecil yang kadang luput dari perhatian orang lain. Menulis dengan bahasa yang ringan saja.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Tukang Bumbu Legend

31 Januari 2025   15:46 Diperbarui: 31 Januari 2025   16:39 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bumbu Dapur (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Sebagai seorang ibu pekerja dan ibu rumah tangga tanpa ART membuat saya sangat sibuk setiap hari meskipun di rumah semua anggota keluarga, suami dan anak-anak turut ambil bagian dalam tugas rumah tangga. Saya lebih memilih menyiapkan makanan di rumah dan bekal sekolah daripada membeli di luar atau memesan online. Alasannya saya ingin keluarga mengkonsumsi makanan sehat dan higienis dan hemat juga. Setiap pagi, saya dengan senang hati berada di dapur, memasak sarapan dan makan siang dan menyiapkan bekal makan siang kami. Saya sudah melakoninya sejak saya menikah bahkan ketika belum memiliki anak.

Memasak bukanlah hal yang mudah, ini butuh waktu cukup lama terutama menyiapkan bahan-bahan serta bumbu yang akan dimasak. Tidak hanya memasak, tetapi juga termasuk memotong-motong sayur, membersihkan ikan, dan sebagainya sangat membutuhkan effort dan waktu yang sangat lama. Saya ingin menu kami selalu bervariasi agar anak-anak tetap lahap dan tidak tergoda memesan makanan online hanya karena bosan dengan masakan mama. Namun, karena keterbatasan waktu, saya harus mencari akal bagaimana menyikapi masalah ini, antara menyiapkan menu-menu makanan yang bervariasi, bersih, sehat dan enak dan waktu yang tebatas di pagi hari.

Salah satu cara yang rasa pikir efektif buat saya adalah mengatur jadwal belanja sekali seminggu, yakni di waktu weekend. Pada saat belanja, saya membeli bahan makanan dan bumbu-bumbunya untuk satu minggu bahkan pernah untuk dua minggu dikarenakan kesibukan yang tidak terelakkan. Selain bahan-bahan tersebut saya juga membeli bumbu-bumbu yang segar yang diracik dari bahan-bahan kualitas terbaik dan digiling di tempat. Biasanya saya membeli beberapa bungkus seperi bumbu gulai, rendang, arsik, kari, semur, opor, rica-rica dan lain-lain.

Di Medan, ada satu tukang bumbu yang begitu fenomenal. Apa yang membuatnya begitu terkenal?  Tukang bumbu tersebut tidak pernah sepi terutama di hari Sabtu, Minggu apalagi hari-hari besar keagamaan. Jika membeli di hari-hari tersebut, jangan harap bisa mendapatkannya dengan cepat---antriannya selalu panjang. Apalagi jika nekat datang pada H-3 hari besar keagamaan, harus mengambil nomor antrean, dan panjangnya bisa sampai ke jalan raya, tak peduli panas atau hujan. Bahkan, terkadang bisa kehabisan! Luar biasa, bukan?

Saya mengenal tukang bumbu tersebut dari saudara saya, kira-kira 25 tahun yang lalu. Sebelumnya saya tidak pernah mau membeli bumbu karena asumsi saya bahan-bahannya kurang segar dan kurang enak kalau dimakan. Berbeda dengan tukang bumbu legend ini, rasanya sangat enak, ini bukan kata saya saja ya melainkan testimoni dari banyak pelanggannya. 

Pemilik toko ini awalnya adalah sepasang suami istri yang kami panggil Koko dan Cici. Toko mereka sederhana, dengan bumbu tersusun dalam wadah-wadah berisi bawang, cabai, kunyit, merica, jahe, andaliman, dan bumbu lainnya. Mereka dibantu oleh beberapa pegawai dengan tugas menggiling, mengemas, dan meracik bumbu.Yang meraciknya dulu hanya Koko dan Cici saja. Dikarenakan berjibunnya pelanggan yang ingin membeli, lama kelamaan satu pegawai ikut membantu meracik. Beberapa tahun kemudian Koko sakit dan meninggal, tinggallah Cici dan pegawai-pegawainya yang melayani kami. Akhirnya beberapa pegawai telah berhasil meracik bumbu untuk membantu Cici tersebut. Bbeberapa tahun setelah Koko meninggal, Cici juga berpulang ke pemiliknya. Tinggallah pegawai-pegawai trampil yang melayani kami. Meski Koko dan Cici telah tiada, rasa dari bumbu tersebut tidak berubah.

Yang membingungkan bagi saya, Koko dan Cici itu bisa meracik bumbu makanan-makanan tradisional dengan rasa yang sangat sempurna. Bahkan saya sendiri tidak bisa meracik bumbu makanan tradisional dari daerah saya secakap mereka. Selain rasa, bumbu-bumbu tersebut dapat disimpan di lemari es  dan tidak akan berubah rasa sampai 2 minggu atau 1 bulan jika diletakkan di freezer. Saya sudah membuktikkannya selama 25 tahun dan saya merupakan salah satu pelanggan setianya. Karena kesibukan saya tadi, setiap weekend saya menyetok bumbu untuk satu minggu ke depan. Meski harganya tidak murah, saya sangat puas dengan kualitasnya. Bersih, karena mereka menggunakan sarung tangan plastik ketika meraciknya. Segar, saya melihat ketika bahan dasar diantar ke toko, segar-segar. Rapi, pembungkusannya menggunakan plastik putih transparan dan dilabelin dengan nama makanan yang kita mau sehingga tidak membingungkan  ketika memasak. 

Kembali ke cerita tukang bumbu tadi, bagi saya tukang bumbu ini sangat legend. Seperti yang saya katakan tadi, dengan harga yang tidak murah, pembeli bumbu di tempat ini bukan hanya dari kota Medan saja, tetapi juga dari luar kota. Pernah satu kali saya sedang membeli bumbu, saya melihat pegawainya sedang memaket bumbu yang akan dikirim ke luar kota. Saya juga sering melihat pelanggan membeli bumbu di sana yang akan dikirimnya kepada keluarganya yang tinggal di luar kota. Bukankah itu luar biasa?

Beberapa bulan lalu, saya hendak membeli bumbu seperti biasa. Namun saya kecewa karena di depan toko tertulis "tutup", padahal waktu masih menunjukkan pukul 11.00 WIB. Toko itu biasanya tutup pukul 12.00 WIB. Esoknya, saya ke sana lagi, namun lagi-lagi tutup. Lalu saya bertanya pada petugas parkir di sana, "Mengapa toko bumbu ini tutup ya selama dua hari? Dia mengatakan," Bukan hanya dua hari kak, tetapi sudah lebih seminggu." Ada apa ya? Mereka mengatakan bahwa toko tutup tetapi ada tukang bumbu yang baru buka di dekat situ. Saya ke sana untuk melihat ternyata pemiliknya adalah empat pegawai yang sudah puluhan tahun sudah mengabdi pada Koko dan Cici tadi. Menariknya, mereka menggiling di tempat dan bahan-bahannya masih segar dan kualitas terbaik. 

Saya sangat senang karena akhirnya menemukan kembali bumbu dengan rasa yang sama dan orang yang sama yang meraciknya. Meski Koko dan Cici sudah tiada warisannya,  masih diteruskan oleh pegawai-pegawai yang setia dan cakap meracik bumbu yang sama percis rasanya dengan pendahulunya. Toko bumbu tersebut bernama "Bumbu Kita" terletak di Jalan Sei Mencirim No 5 Medan. Mereka juga memfasilitasi pelanggan dengan mencantumkan nomor teleponnya sehingga memudahkan pelanggan jika ingin memesan. Saya berharap 'Bumbu Kita' terus mempertahankan cita rasa dan kualitasnya, karena bagi banyak orang, termasuk saya, bumbu ini bukan sekadar racikan---tetapi bagian dari kenangan dan tradisi keluarga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun