Mohon tunggu...
Andhiene Kartika Sudrajat
Andhiene Kartika Sudrajat Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Upaya Indonesia Berdasarkan Visi Poros Maritim Dunia (PMD) dalam Menghadapi Konflik Terancamnya Kedaulatan di Laut Natuna Utara

29 Mei 2024   14:44 Diperbarui: 29 Mei 2024   14:53 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Latar Belakang

Baru baru ini muncul kekhawatiran mengenai kedaulatan Indonesia di Kepulauan Natuna sejak hadirnya nine dash line atau sembilan garis putus putus yang dicanangkan oleh Cina tahun 2009. Meskipun Cina tidak mengklaim Kepulauan Natuna, nine dash line yang diklaim Cina membuat Coast Guard Cina melakukan aktifitas maritim dalam batas ZEE Indonesia. Pada tahun 2021, Cina bahkan meminta Indonesia untuk berhenti melakukan pengeboran minyak dan gas di laut dekat kepulauan Natuna, yaitu wilayah yang diklaim sebagai teritori Cina. Diikuti tahun 2023, Cina melakukan eskalasi konflik dengan mencantumkan 10 garis putus putus (ten dash line) dalam peta baru, termasuk didalamnya sebagian wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara. (Clark, Colin 2023)

Indonesia menegaskan bahwa klaim Cina melanggar aturan UNCLOS 1982, karena sembilan garis tersebut diklaim berdasarkan catatan sejarah wilayah yang pernah dikunjungi nelayan Cina sehingga klaim dianggap ilustratif, tidak akurat, tidak konsisten dan bermasalah secara resmi. Klaim tidak berdasar tersebut melanggar kedaulatan wilayah kepulauan Indonesia yang diakui oleh UNCLOS yang ditentukan dalam UU No 6 tahun 1996 tentang Daftar Kordinat Wilayah Geografis Kepuluan Indonesia.

Upaya Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan Kepulauan Natuna Utara

Presiden Joko Widodo di tahun 2015 merespon pada konflik Natuna Utara dengan menyatakan bahwa Indonesia adalah poros maritim dunia, atau Global Maritime Fulcrum. Dikutip dari Website resmi Kementrian Pertahanan RI, dalam mewujudkan Indonesia sebagai Global Maritime Fulcrum Joko Widodo mencanangkan 5 pilar utama, yaitu ;

  • Pembangunan kembali budaya maritim Indonesia,
  • Berkomitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama,
  • Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim,
  • Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan, dan;
  • Membangun kekuatan pertahanan maritim. (Hery Yuniarto, 2023)

Hal ini diupayakan dari peningkatan militer ditujukan untuk mencapai standar profesionalisme TNI yang didasarkan pada visi misi Poros Maritim Dunia. Melalui TNI AD, TNI AL, dan TNI AU dilibatkan melalui penyusunan Rule of Engagement, yaitu upaya penyelesaian di wilayah sengketa melalui cara cara sebagai berikut; eskalasi kekuatan dan pengamanan wilayah Pulau Pulau Kecil terluar (PPKT) di Natuna, pembentukan kerjasama patroli; Patkor Indonesia---Vietnam di Utara laut Natuna, menaikkan jumlah operasi laut dan patroli udara secara rutin di laut Natuna, pelebaran runway supaya pesawat logistik ukuran besar dapat masuk, pembangunan dua dermaga militer untuk menampung kapal perang, pembangunan markas Batalyon Infanteri Raider di Natuna, serta mengadakan latihan bersama (LATMA) TNI. (Maatiri, Oktriyanto, et. al 2023)

Upaya lain juga dilakukan melalui kerjasama multilateral ASEAN-Cina dengan menekankan Code of Conduct (Kode Etik) Internasional berdasarkan basis legal UNCLOS 1982 (Mega Putra Ratya, 2023) Konsep Kode Etik ini dimaksudkan untuk memudahkan ASEAN untuk bernegoisasi dengna Cina terkait penyelesaian konflik Laut Cina Selatan, mengingat dampak yang diakibatkan dari konflik ini besar di negara negara ASEAN.  Pada awalnya peningkatan kerjasama untuk memelihara perdamaian di Laut Cina Selatan disusun dalam dokumen Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC). 

Pada tahapan ini, Indonesia hanya  dapat memberikan batasan perilaku pada pihak yang terlibat pada ketegangan konflik Laut Cina Selatan, sehingga diharapkan kerjasama ini dapat dilanjutkan pada status Code of Conduct (COC). Tahun 2002 Marty Natalegawa berhasil mengimplementasikan perspektif luar negeri, "Doktrin Natalegawa" yang merujuk pada hubungan negara dalam mengedepankan kerjasama berdasarkan keyakinan perkembangan tatanan internasional bersifat win-win solution. Doktrin ini membuat Indonesia dapat menekankan status DOC menjadi COC yang lebih mengikat melalui ASEAN Regional Forum (ARF) untuk bernegoisasi dengan Cina. (Prayuda, et. al 2020)

Namun dengan dirilisnya peta ten dash line, COC dikhawatirkan akan melegitimasi kepentingan Cina sehingga dapat berlaku lebih sewenang wenang di Laut Natuna Utara. Pada 28 Agustus tahun 2023 silam, Cina merilis peta baru yang mengklaim teritori baru sekitar Taiwan dan sebagian Utara India. Sebelumnya, tahun 1947 Cina pernah merilis peta yang didalamnya mengklaim 11 garis putus putus, yang kemudian dihapus menjadi 9 garis putus putus pada tahun 1953, dan dirilis menjadi 10 garis putus putus di tahun 2023.

Referensi

Prayuda, Rendi & Angeli, Fanesa. (2020). ANALISIS IMPLEMENTASI KONSEP COC (CODE OF CONDUCT) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI LAUT NATUNA UTARA. Jurnal PIR : Power in International Relations. 4. 137. 10.22303/pir.4.2.2020.137-150.

Clark, Colin (2023). New Chinese 10-Dash map sparks furor across Indo-Pacific: Vietnam, India, Philippines, Malaysia https://breakingdefense.com/2023/09/new-chinese-10-dash-map-sparks-furor-across-indo-pacific-vietnam-india-philippines-malaysia/  Breaking Defense diakses pada 29.05.2024

Strangio, Sebastian (2021) China Demanded Halt to Indonesian Drilling Near Natuna Islands: Report https://thediplomat.com/2021/12/china-demanded-halt-to-indonesian-drilling-near-natuna-islands-report/ The Diplomat diakses pada 29.05.2024

Maatiri, Oktriyanto, Sualang, Djoly A. & Sinaga, Thor Bangsaradja  (2023) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SENGKETA LAUT NATUNA ANTARA INDONESIA DAN CINA Lex AdministratumVol.XII/ p.2 -15. https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/administratum/article/view/50209/43575 diakses pada 29.05.2024

Supriyanto, Ristian. (2016). Out of Its Comfort Zone: Indonesia and the South China Sea. Asia Policy. 21. 21-28. 10.1353/asp.2016.0008.

Ratya, Mega Putra (2023) "Forum Sinologi Gelar Diskusi COC Laut China Selatan, Ini Kesimpulannya" https://news.detik.com/berita/d-6935643/forum-sinologi-gelar-diskusi-coc-laut-china-selatan-ini-kesimpulannya. Detik News diakses pada 29.05.2024
Yuniarto, Hery (2023) MENGEMBALIKAN KEJAYAAN MARITIM INDONESIA, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/11/22/mengembalikan-kejayaan-maritim-indonesia.html diakses pada 29.05.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun