Mohon tunggu...
Anne SandraDewi
Anne SandraDewi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Akademisi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komunikasi Keluarga sebagai Pondasi Keharmonisan di Era Digital

4 Februari 2025   02:21 Diperbarui: 4 Februari 2025   02:21 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komunikasi keluarga memegang peran penting dalam membangun dan mempertahankan hubungan harmonis ditengah tantangan kehidupan era digital. Komunikasi keluarga juga dapat menjadi dasar utama dalam membentuk identitas, memberikan rasa aman, serta mendukung perkembangan emosional dan sosial setiap anggota keluarga. Komunikasi keluarga dapat menjadi wadah untuk saling memberi dukungan dalam menghadapi, memecahkan, bahkan menentukan keputusan atas berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan. Hal tersebut menjadikan komunikasi keluarga sebagai elemen kunci dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan produktif.    

Namun, komunikasi keluarga seringkali tidak menjadi prioritas di era digital saat ini. Kesibukan masing-masing anggota keluarga lebih fokus pada aktivitas individu dan terpaku pada penggunaan teknologi. Hal tersebut membuat komunikasi keluarga kurang terjalin dengan baik sehingga interaksi langsung antar anggota keluarga yang sarat akan makna menjadi terabaikan, bahkan dalam kondisi tertentu dimana setiap anggota berkumpul, aktivitas penggunaan teknologi digital membatasi interaksi sehingga bukan hanya kualitas hubungan emosional yang menurun, tetapi juga menimbulkan jarak antar anggota keluarga seperti disampaikan oleh Hertlein & Blumer 2013, bahwa perkembangan teknologi digital dekade terakhir membawa dampak signifikan pada pola komunikasi keluarga, baik dalam aspek positif maupun negatif. Teknologi digital telah mengubah cara anggota keluarga berinteraksi. Menurut penelitian Coyne et al. (2017), penggunaan teknologi seperti media sosial, aplikasi pesan instan, dan perangkat pintar memungkinkan keluarga untuk tetap terhubung meskipun terpisah secara geografis. Meskipun teknologi komunikasi dapat memudahkan interaksi jarak jauh, penggunaan yang tidak bijaksana dapat menghambat komunikasi yang bermakna antar anggota keluarga. Bahkan ketika teknologi mendekatkan jarak yang jauh, disaat yang sama dapat menjauhkan jarak yang dekat. Teknologi juga menghadirkan tantangan baru, seperti menurunnya komunikasi tatap muka yang dapat mengurangi kualitas hubungan emosional. Penggunaan gawai yang tidak terkendali telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas komunikasi dalam keluarga. Sebuah studi oleh Przybylski dan Weinstein (2013) menunjukkan bahwa kehadiran perangkat seperti handphone dalam percakapan tatap muka dapat mengurangi rasa empati dan keterlibatan emosional antar anggota keluarga. Penggunaan handphone yang berlebihan di kalangan keluarga sering kali mengarah pada konflik. Orang tua frustrasi melihat anak-anak terlalu fokus pada gawai mereka, sementara anak-anak merasa terganggu oleh upaya orang tua untuk membatasi waktu penggunaan perangkatnya. Menurut penelitian dari Uhls et al. (2017), ketidakseimbangan ini dapat menciptakan dinamika yang tidak sehat, dimana teknologi menggantikan interaksi interpersonal yang bermakna. Lebih lanjut, dampak negatif dari penggunaan handphone juga terlihat dalam pengasuhan anak. Ketergantungan orang tua pada teknologi dapat mengurangi waktu berkualitas yang seharusnya dihabiskan untuk berbincang dengan anak-anak, membaca cerita, atau melakukan kegiatan bersama. Hal ini tentu dapat berdampak pada perkembangan emosional dan kognitif anak.

Komunikasi keluarga memiliki peran penting yang lebih luas daripada sekadar menjaga keharmonisan hubungan. Sebagai pondasi kehidupan, komunikasi keluarga memainkan peran dalam membentuk identitas pribadi, memberikan dukungan emosional, dan mempersiapkan anggota keluarga untuk menghadapi tantangan hidup. Fungsi lain dari komunikasi keluarga mencakup transfer nilai-nilai budaya, pengajaran keterampilan sosial, serta penciptaan rasa aman dan keterikatan yang mendalam antar anggota keluarga. Hal tersebut dapat dilakukan melalui percakapan yang teratur, antara orang tua dan anak karena interaksi tatap muka yang konsisten sangat penting untuk membangun keterampilan komunikasi dan empati. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai etika dan moral kepada anak-anak seperti membantu mereka mengembangkan rasa percaya diri, dan memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan yang tepat. Kohlberg (1984) menyatakan bahwa perkembangan moral anak sangat dipengaruhi oleh pola komunikasi yang diterapkan dalam keluarga, terutama melalui diskusi mengenai nilai-nilai, aturan dan konsekuensi tindakan. Komunikasi keluarga bukan hanya sarana untuk berbagi informasi, tetapi juga mekanisme utama dalam membentuk identitas, peran dan nilai-nilai keluarga. Koerner & Fitzpatrick 2002 menyatakan, komunikasi keluarga juga dapat didefinisikan sebagai proses bertukar informasi, emosi dan makna antara anggota keluarga yang mencakup interaksi verbal dan non verbal. Fungsi ini dapat berjalan bila masing-masing keluarga didorong untuk melakukan komunikasi, didorong untuk berbicara dan berbagi ide. Masing-masing keluarga bersedia untuk mendengarkan dan bertukar nilai jika diperlukan seperti dijelaskan oleh Fitzpatrick dan Ritchie (1994), bahwa dua dimensi utama dalam komunikasi keluarga, yaitu conversation orientation dan conformity orientation. Conversation orientation menggambarkan sejauh mana anggota keluarga didorong untuk berbicara dan berbagi ide, sementara conformity orientation merujuk pada sejauh mana keluarga menekankan keseragaman dalam nilai dan keyakinan. Pola komunikasi yang tinggi dalam conversation orientation biasanya menghasilkan hubungan yang lebih terbuka dan harmonis, sementara orientasi pada conformity cenderung menciptakan hubungan yang lebih terstruktur, tetapi kadang membatasi ekspresi individu.

Meski memiliki banyak manfaat, terkadang komunikasi secara langsung  sulit dilakukan mengingat masing-masing keluarga telah menemukan kenyamanan melalui penggunaan gawai dan perangkat teknologi mereka. Maka, keluarga terutama orang tua perlu menerapkan aturan yang disepakati bersama anggota keluarga lainnya untuk menyediakan minimal satu waktu dalam sehari untuk duduk bersama tanpa gawai atau perangkat teknologi  diantara mereka. Waktu ini bisa dipilih saat melakukan sarapan atau makan malam bersama. Orang tua juga bisa menyediakan waktu tertentu untuk melakukan aktivitas bersama di luar rumah, baik bersama seluruh anggota keluarga atau bersama salah satu anggota keluarga secara bergantian, sehingga tercipta ikatan yang cukup kuat antar anggota keluarga. Kegiatan ini juga dilakukan tanpa ada gawai diantara mereka. Gawai bisa disimpan terlebih dahulu sekitar kurang lebih 1 -- 2 jam (sesuai kesepakatan). Rentang waktu tersebut dapat digunakan orang tua untuk mendiskusikan berbagai topik atau masalah yang dihadapi oleh anak-anak dan merupakan waktu yang tepat dalam menyampaikan dukungan atas berbagai keputusan yang telah atau akan diambil oleh anak. Topik pembicaraan dapat dipilih sesuai kebutuhan mulai dari sesuatu yang ringan hingga yang berat misalkan mengenai pendidikan, kegiatan di luar akademik, masalah pribadi dan sesekali menyampaikan berbagai nilai-nilai keluarga, budaya dan tradisi. Orang tua bisa memulai komunikasi dengan menanyakan apa yang sedang anak-anak rasakan, apa yang sedang anak-anak  hadapi, dan menawarkan bantuan atas apa yang terjadi, serts membangun kepercayaan dengan mendengarkan dengan seksama apa yang diutarakan tanpa banyak memotong pembicaraan, pun dengan anak, ada waktu didengarkan dan ada waktu untuk mendengarkan.

Komunikasi keluarga merupakan pondasi yang tidak tergantikan dalam menjaga keharmonisan, terutama di era digital yang penuh tantangan. Teknologi digital dapat memperkaya interaksi keluarga jika digunakan secara bijak, tetapi juga dapat menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk mengadopsi pola komunikasi yang seimbang dan berbasis empati, dengan peran aktif orang tua dalam mengarahkan interaksi. Komunikasi keluarga yang efektif membutuhkan kesadaran, komitmen, dan adaptasi terhadap perubahan zaman untuk menjaga keutuhan hubungan keluarga ditengah era digital saat ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun