Bagi mereka yang bekerja di dunia medis, tentu sudah tidak asing dengan alat bernama Spirometer. Alat ini merupakan alat pengukur volume udara yang masuk ke dalam paru-paru seseorang. Alat ini juga bisa membantu Dokter untuk menganalisa penyakit pernafasan pasien. JIka spirometer yang ada saat ini masih bersifat "manual" lantaran datanya tidak bisa diakses secara online, kini anda tidak perlu khawatir, karena ada sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang membuat data pada alat ini bisa diakses dimana pun, baik oleh Dokter maupun pasiennya.
Sekelompok mahasiswa ini menamakan dirinya sebagai Tim Silir. Tim ini mengembangkan spirometer digital, dimana data yang dihasilkan bisa diakses dimana saja, baik oleh pasien maupun dokter, khususnya melalui sebuah aplikasi pada smartphone.
Salah seorang anggota tim Erya Warandita menuturkan, beberapa keterbatasan spirometer saat ini hanya dimiliki oleh klinik atau rumah sakit tertentu di perkotaan, harga yang cukup mahal, rekam medis yang bersifat konvensional dimana dokter mencacat hasil pengukuran tersebut dan disimpan sebagai arsip. Inovasi dalam hal inilah yang dilakukan oleh timnya.
“Spirometer yang sudah ada saat ini memakai metode generator sensor, sedangkan yang kami buat spirometer digital memakai Pressure Sensor (sensor tekanan). Dengan sensor ini maka akurasi pengukuran dapat ditingkatkan,” ujarnya.
“ini sangat bermanfaat bagi petugas medis yang berada di daerah pelosok. Sehingga hasil seorang pasien bisa diakses mudah,” katanya.
Anggota lainnya, Nurhadini menjelaskan bahwa alat ini sudah diuji pada sekitar 60 mahasiswa (30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan). Hasil yang didapatkan dari pemakaian spirometer digital bahkan sudah mendekati sama dengan hasil jika memakai spirometer umum.
Ia menyebutkan, bahwa alat ini adalah alat bantu petugas medis dalam mendeteksi kemungkinan suatu gangguan kesehatan, timnya tidak bisa menentukan hasil spirometer seseorang melainkan tetap dokter yang bisa menganalisanya.
“Alat ini sebagai alat bantu penyedia data saja, jadi tetap yang menentukan sehat atau tidaknya seseorang itu dokter. Alat ini juga sudah dikonsultasikan pada ahli biomedik dan dokter juga,” ucapnya.
Namun sayangnya, karena masih dalam tahap pengembangan dan penelitian, tentu alat ini belum bisa dipakai di dunia medis. Semoga kelak, alat yang memudahkan pengaksesan data kesehatan semacam ini bisa ada dan lebih memudahkan, khususnya bagi mereka yang tenaga medis yang bertugas di pelosok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H