Mohon tunggu...
Anndyaa NaziihahP
Anndyaa NaziihahP Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Airlangga

Berbagi dan menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pesut Mahakam, si Endemik yang Terlupakan

14 Juni 2024   05:22 Diperbarui: 14 Juni 2024   06:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pesut Mahakam atau Orcaella brevirostis adalah mamalia air yang tidak termasuk golongan ikan. Habitatnya di sungai air tawar di daerah tropis secara berkelompok kurang lebih 6-9 ekor. Pesut Mahakam berkerabat dekat dengan pesut-pesut lainnya yang terdapat di Asia Tengggara, Asia Selatan, hingga Australia.


 Secara fisik, pesut mahakam mirip dengan lumba-lumba dan paus karena pesut sendiri dapat menyemburkan air seperti paus dan lumba-lumba namun pesut hidup di sungai. Pesut mahakam memiliki warna abu-abu muda hingga tua dengan
kepala yang membulat seperti ubi dengan moncong panjang dan mata kecil. Panjang pesut mahakam, dapat berukuran dari 1,5 sampai 2,8 meter dengan berat antara 114-135 kg. Pesut dapat bertahan hidup mulai dari 28 hingga 30 tahun. Dewasa kelamin pesut baru dapat terjadi di tahun ketiga dengan masa kandungan 9-14 bulan dan periode natalnya kurang lebih 3 tahun. Hal ini berarti tiap 3 tahun sekali, satu ekor pesut betina hanya akan melahirkan satu ekor anak
pesut.


Sejak dulu, populasi pesut mahakam di Indonesia memang tidak banyak. Menurut data RASI atau Rare Aquatic Spesies of Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2005 saja, tercatat hanya ada 88 ekor pesut mahakam. Menurut catatan terakhir, pada tahun 2019 jumlah pesut mahakam bukannya meningkat namun justru makin menurun. Ada banyak faktor baik dari
internal pesut itu sendiri hingga faktor dari manusia yang tidak bertanggung jawab meski pesut telah dinyatakan sebagai critically endangered species sejak tahun 1999. Faktor internal dari pesut tentu karena reproduksi pesut yang terbilang sangat lambat, sehingga sulit ditemukan banyak anggota dalam populasi pesut.


Alasan lainnya adalah karena pesut sangat lambat dalam berenang. Kecepatan berenang pesut hanya mencapai 25 km/jam dengan kemampuan menyelam 30-60 detik saat keadaan normal namun dapat pula mencapai 12 menit saat keadaan
terancam. Dengan kecepatan yang rendah itu, membuat pesut mahakam menjadi lebih mudah untuk diburu atau secara tidak sengaja masuk ke jebakan nelayan dan mati sebelum bisa melepaskan diri. Tak sampai disitu, karena kecepatan berenang yang lambat pesut juga dapat tertabrak oleh kapal yang lalu lalang. Pesut juga termasuk hewan yang peka dan sensitif terhadap suara. Suara dari kapal nelayan tentu sangat mengganggu keseharian pesut yang sebenarnya lebih suka bersantai di permukaan. Hal ini dapat memicu stress pada pesut.


Faktor penyebab kematian terbesar bagi pesut adalah pemakaian jaring tangkap tradisional yang disebut rengge oleh masyarakat setempat. Penggunaan rengge yang sebenarnya ditujukan untuk menangkap ikan justru malah memerangkap pesut mahakam hingga tewas. Berrdasarkan data RASI pada tahun 2015-2019 saja terhitung terdapat sekitar
66% total kematian pesut disebabkan oleh pemakaian rengge oleh masyarakat setempat. Hal ini tentu menyita perhatian besar. Badan Konservasi Dunia atau IUCN saja telah menyatakan bahwa pesut mahakam termasuk ke status sangat terancam punah, tetapi nyawa pesut ini justru seperti dipermainkan oleh oknum tertentu yang dengan sengaja tidak melepas pesut mahakam yang tidak sengaja tersangkut di rengge mereka.


Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 4 ekor pesut yang mati dimana 16% kematian terjadi pada bayi, 9% pada anakan, dan 75 % terjadi pada pesut dewasa. Kasus-kasus kematian pesut juga dengan sangat mudah dapat kita akses di sosial media. Sebutlah kasus tahun 2019 dimana seekor pesut mahakam ditemukan meninggal dengan adanya gumpalan nilon seperti bekas jaring di tenggorokannya.


Pada tahun 2021, kasus serupa kembali ditemukan dimana terdapat 2 buah rengge di dalam lambung pesut. Satu rengge terlihat sudah tua dan tidak terdapat ikan di dalamnya, sementara rengge kedua memiliki mata jaring lebih besar dan terdapat ikan dan udang di dalamnya. Baru-baru ini saja pada Februari 2024, seekor pesut mahakam ditemukan mati kembali. Dari penanda sirip, diperkirakan pesut tersebut telah berusia kurang lebih 25 tahun. Berbeda dengan kasus sebelumnya, pesut ini tidak secara langsung ditemui adanya rengge di dalam tubuhnya. Salah satu spekulasi yang muncul atas penyebab kematian pesut ini adalah pembangunan IKN yang membawa pada pencemaran habitat pesut mahakam. Spekulasi ini, banyak menerima pro dan kontra di X. Banyak netizen yang menyatakan bahwa IKN tidak memiliki korelasi dengan kematian pesut karena jarak antara IKN dan pesut mencapai 100 km. Namun, tak sedikit pula yang tetap menyalahkan IKN dengan argumen bahwa 100 km dalam rantai ekosistem termasuk dekat.


Bagaimanapun, kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi sudah sepatutnya menghargai dan melestarikan kekayaan alam yang telah dilimpahkan Tuhan dengan adanya pesut mahakam. Adanya sinergitas antara aktivis,pemerintah, dan masyarakat secara umum adalah kunci utama dalam pelestarian pesut mahakam sebagai salah satu hewan endemik Indonesia yang perlu dilestarikan dan dilindungi bersama.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun