Mohon tunggu...
Anna Zein
Anna Zein Mohon Tunggu... -

Hidup untuk berpikir, berpikir untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Eiffel Tapi Taj Mahal

5 Juni 2012   15:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:22 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu kau adalah sumber inspirasi terbesarku. Ratusan bahkan ribuan kata tersusun karenamu. Ku satukan huruf-huruf yang berserakan hanya untukmu. Lalu ku ambil berlembar-lembar pelepah hati dan ku bubuhkan puluhan cerita kita di sana. Pertemuan, Perkenalan, Pembicaraan, Perjalanan, Perjanjian, dan Perpisahan Semua masih saja tentangmu. Tak mudah, benar, jika usahaku untuk lupakanmu. Melupakan semua yang telah terjadi di antara kita. Senyummu masih jelas terkenang. Ucapmu masih jelas terpatri. Lakumu masih jelas terekam. Sungguh semuanya tak pernah mengering dan terhapus. Seolah riak-riak kisah ini tak pernah menghilang dan lenyap. *** Perlahan ku selipkan lembaran kisah kita dalam noktah-noktah keputusasaan. Menyadarkan diri ini bahwa kita bukan lagi yang dulu. Terkadang hadirmu hancurkan benteng-benteng pertahananku, lalu aku kembali meratapi kisah ini. Ya, kisah ini seolah merasuk di setiap aliran darahku dan merayuku untuk selalu mengingat senandung mesra itu. Lalu meracuni seluruh sel-sel otakku dan senyummu kembali hadir. Selama bertahun-tahun ku biarkan kenanganmu tetap menari indah di ingatanku dan menjadikannya bukti bahwa inilah setiaku. Engkau datang dan pergi semaumu, seolah tak pernah tau betapa pekatnya kecewaku, betapa lara ini tak pernah padam. Namun, bodohku menutupi kesakitanku ini. Dalam sayup-sayup kegelapan malam, ku pilah kepingan hatiku. Ku rajut kenangan kita menjadi selimut keindahan dan ku simpan itu dalam kotak kenangan. Dan kembali senyummu berpendar di kedalaman angan. Ku petik dedaunan yang telah menguning dan ku hanyutkan bersama tetesan air mataku. Ku beri riak-riak kecil agar dedaunan itu menghilang bersama air mata terakhirku. Air mata yang jatuh atas nama cinta dan kesetiaan terhadapmu. *** Hari telah berganti minggu, merangkum bulan dalam tahun-tahun yang terus bertambah. Begitu pun bayangmu tampak memudar dan melemah. Hatiku telah membeku dan tak bercahaya lagi. Tapi kuatku tak lagi meratapi kepergiaanmu. Berbagai macam larutan telah bereaksi dalam kehidupanku. Memberikan energi baru pada talian simbiosis-simbiosis langkahku. Ku sulam pijar-pijar yang telah meredup dan menjadikannya kunang-kunang penghubung. Sesekali ku larikan tubuh ini ke arah selatan, kadang ke utara, hanya untuk kembali mencari tempat yang tepat untuk berpijak. Hingga lelahku menyapa dan putus asa itu kembali menggoda. Dan ketika uluran jemariku ingin gapai putus asa itu, sosok itu datang dan menggenggam erat tanganku. Terperanjat aku atasnya Tertegun ku tatap biasnya Terisak ku hamburkan padanya Pekatku, kecewaku, sakitku, amarahku, sedihku, sesalku, dan kebodohanku, Semuanya menembaki lapang dadanya Perlahan ku temukan senyum dan teguh pijakannya sebagai balasan atas ribuan cercaku Tegasnya membantuku kembali berdiri. Mengajariku memilih pijakan yang ku ingini. Sekali ku coba untuk berdiri, maka ratusan kali aku terjerembab, jatuh. Namun, dia tetap ada di sampingku, mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari lemahku. Hingga aku sadar untuk berusaha sekuat yang ku mampu takkan membuatnya kecewa. Kini mampuku berpijak dan berharap adanya di sisiku selamanya. Menikmati lembut ilalang membelai kehidupan. Bersamanya ku kejar kunang-kunang bukan merengkuhnya dalam dingin botol-botol kaca. Menantikan mentari menyapa dan menghitung mundur ketika senja kembali ke peraduan. Dia yang mengajariku arti hidup dan kini juga nanti senyum dan tegasnyalah yang akan ku hirup. *** Pure of love Dahulu kau adalah eiffel bagiku, menjadi tempat labuhan terakhirku, merenda angan dan cita berdua. Itulah yang telah kita tulis dalam bait-bait roman kita. Namun, kini eiffel-ku telah kau hancurkan. Hari ini, bukanlah bukti yang harus ku umbar sebagai ketukan palu kemenangan, atas tegarku menghilang dari bayangmu. Dan bukanlah pula dia yang ada sekarang, hanya pelampiasanku saja. Dia yang kini ada di sisiku adalah inginku untuk bahagia. Seperti taj mahal yang dahulu dibangun sebagai bukti cinta dan kasih sayang terhadap orang yang paling dikasihi pemiliknya, maka kini taj mahal-ku, ku buat untuk melindungi orang yang ku sayangi. Harapku dia adalah pemilik taj mahal-ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun