Menurut Universitas Airlangga (2023), Indonesia memiliki jumlah angka kehamilan remaja yang tinggi. Fenomena ini disebabkan karena kurangnya akses bagi remaja di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan seksualitas komprehensif baik di dalam lingkup pendidikan formal maupun di rumah dengan orang tua. Selama ini, di Indonesia, pendidikan seksualitas komprehensif masih dipandang sebagai hal yang tabu dan kurang layak diperbincangkan dalam ranah publik karena dianggap akan mendorong siswa untuk melakukan seks pranikah dan seks bebas. Anggapan ini tentunya tidak sejalan dengan apa yang selama ini terjadi di Indonesia. Angka kehamilan remaja dan kehamilan tidak diinginkan di Indonesia justru malah tinggi saat pendidikan seksualitas komprehensif di Indonesia tidak diberikan. Artikel ini akan membahas mengenai urgensi pendidikan seksualitas komprehensif untuk anak-anak Indonesia.
Apa itu Pendidikan Seksualitas Komprehensif?
Menurut UNESCO (2023), Comprehensive Sexual Education (CSE) atau pendidikan seksual komprehensif merupakan sebuah proses belajar mengenai aspek pengetahuan, emosional, fisik dan sosial dalam seksualitas. Menurut Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2021), pendidikan seksualitas konprehensif bertujuan untuk membekali siswa remaja dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang akan memberdayakan mereka dalam mewujudkan kesehatan, mewujudkan kesejahteraan dan martabat, mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang saling menghormati, mempertimbangkan bagaimana pilihan mereka mempengaruhi kesejahteraan mereka dan orang lain, serta memahami perlindungan hak-hak mereka sepanjang hidup.
Pentingnya Pendidikan Seksualitas Komprehensif dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia
Angka kehamilan remaja di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Berdasarkan artikel yang dipublikasikan oleh Universitas Airlangga (2023), angka kehamilan remaja di Indonesia bahkan mencapai 58,6% yang disebabkan oleh kurangnya akses untuk mendapatkan pendidikan seksual komprehensif. Menurut Pakasi dan Kartikawati (2013), pendidikan seksualitas komprehensif dan kesehatan reproduksi di Indonesia justru memberi wawasan untuk remaja di Indonesia terkait kegiatan seksualitas dan akibat yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan. Pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi menjadi satu cara yang efektif untuk mengurangi angka kehamilan yang tidak direncanakan dan menurunkan risiko infeksi penyakit menular seksual (World Health Organization dalam Bennett, 2007). Dampak pendidikan seksualitas komprehensif tidak hanya sampai pada pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan namun juga merambah ke pemahaman akan pubertas dan kondisi fisik setiap orang. Bahkan, juga berpengaruh pada tingkat saling menghargai dan memahami perbedaan.
Pubertas menyebabkan berubahnya kondisi fisik tiap orang yang kemudian berkaitan dengan kondisi psikis. Pendidikan seksual komprehensif memberikan mereka ruang untuk saling berbagi dan mendapatkan informasi lebih awal tentang perubahan fisik yang akan mereka alami ketika pubertas sehingga bisa menjadi lebih siap (Haryono et al dalam Hayati et al, 2022). Pembelajaran tentang pubertas, baik pubertas perempuan atau laki-laki, penting untuk diketahui satu sama lain dan dipandang sebagai kondisi fisik yang wajar. Hal ini dilakukan supaya perempuan dan laki-laki memiliki kesadaran akan kondisi fisik satu sama lain yang akan membawa mereka pada perilaku saling memahami dan menghargai. Apabila pendidikan seksualitas komprehensif diterapkan, maka tidak akan ada lagi kejadian di mana anak merasa kaget dan kurang siap dalam menghadapi masa pubertas.
Pendidikan seksualitas komprehensif juga memiliki peran dalam menurunkan angka penyakit menular seksual di Indonesia karena pendidikan seksualitas komprehensif yang menekankan kepada aspek kesehatan reproduksi dan memberikan motivasi kepada siswa untuk menjaga kesehatan reproduksi. Pendidikan seksualitas komprehensif pada remaja memiliki tujuan untuk memperisapkan mereka menjadi orang dewasa yang sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan supaya mampu menjalani kehidupan yang sejahtera (Pakasi dan Kartikawati, 2023). Berdasarkan artikel yang dipublikasikan oleh (Hidayati dan Nurhafizah, 2022), Pendidikan seksualitas komprehensif memberi wawasan pada anak tentang bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh yang mampu menjaga mereka dari tindak kekerasan dan kejahatan seksual.
Bagaimana Implementasinya?
Sebelum menjadi pendidikan seksual komprehensif, dahulu disebut sebagai pendidikan seksual yang kajiannya hanya sebatas organ reproduksi. Setelah berubah nama menjadi pendidikan seksual komprehensif, pokok kajian pun semakin meluas. Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2019), cakupan pembahasan dalam pendidikan seksual komrehensif meliputi gender, kesehatan reproduksi dan HIV, hak seksual dan hak asasi manusia, kekerasan, keragaman, dan hubungan manusia. Dengan adanya kompleksitas dalam pendidikan seksual komprehensif, diperlukan cara yang tepat dalam proses implementasinya. Menurut Kurniawati (2023), pendidikan seksual komprehensif harus disusun dan disampaikan dengan melihat konteks usia agar pendidikan seksual komprehensif mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan usianya. Selengkapnya, menurut UNESCO (2017), selain diberikan sesuai dengan umur siswa, pendidikan seksual komprehensif juga harus diberikan dengan berbagai metode lainnya antara lain (1) diberikan di sekolah dan di luar sekolah; (2) akurat secara ilmiah atau berdasarkan riset ilmiah; (3) diberikan secara bertahap; (4) sesuai dengan usia siswa; (5) berbasis kurikulum tertulis yang mengandung poin pokok pembelajaran; (6) komprehensif. Selain itu, pendidikan seksual komprehensif juga wajib mengandung beberapa nilai dan konsep seperti nilai hak asasi manusia, kesetaraan gender, relevan secara kultural dan sesuai dengan konteks, menumbuhkan kepercayaan diri, dan transformatif (UNESCO, 2017). Dalam menjalankan pendidikan seksual komprehensif, penting untuk diseimbangkan dengan pendidikan karakter, norma, dan agama. Maksudnya, pendidikan seksual komprehensif harus disesuaikan dengan latar belakang kultural dan agama masing-masing siswa (Pakasi dan Kartikawati, 2013).
Dalam pendidikan seksual komprehensif, sangat penting untuk menyebut nama organ reproduksi menggunakan nama ilmiahnya. Hal ini dilakukan supaya anak tidak merasa bingung untuk mengenali anggota tubuhnya masing-masing (Hidayati dan Nurhafizah, 2022). Selama ini, di Indonesia, masih banyak orang tua yang tidak mengenalkan anak kepada organ reproduksinya dengan menyebutkan nama asli, melainkan menggunakan nama samaran. Selain itu, mendampingi anak dalam menerima informasi tentang seksualitas juga menjadi hal pokok yang ditekankan dalam pendidikan seksualitas komprehensif karena terkadang banyak informasi yang menyesatkan di Internet (Kurniawati, 2023). Tentunya diperlukan juga sikap kritis dalam menerima informasi bagi orang tua dan guru.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis ketika masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar, setiap hari jumat, terdapat jadwal khusus pendidikan seksual komprehensif guna mengenalkan anak terhadap pubertas. Pada pelaksanaannya, pendidikan seksualitas komprehensif untuk anak perempuan dan laki-laki masih dilakukan secara terpisah dan lebih sering dilakukan untuk anak perempuan pada jam shalat jumat. Tujuan dilakukan secara terpisah ini karena merasa kurang tepat apabila anak-anak laki-laki mempelajari pubertas perempuan, dan sebaliknya. Padahal, pemisahan ini sebenarnya tidak perlu. Pendidikan seksual komprehensif menekankan pada pemahaman perbedaan kondisi tubuh antara laki-laki dan perempuan yang akan membawa mereka pada sikap saling menghargai dan menghormati. Tentunya sangat penting untuk saling belajar apa yang terjadi pada pubertas kedua jenis kelamin tersebut. Hal ini juga bukan merupakan hal yang melanggar norma atau hal yang tabu, sebab pendidikan seksual komprehensif sudah sepantasnya dipandang sebagai ilmu pengetahuan dasar untuk anak yang berdasarkan riset ilmiah dan didapatkan dari sumber yang kredibel.
Mengapa Pendidikan Seksualitas Komprehensif Masih Belum Bisa Diterapkan di Indonesia?
Selama ini, pendidikan seksual komprehensif masih belum menjadi hal yang umum di kalangan masyarakat Indonesia dan tidak semua anak di Indonesia mendapatkan pendidikan seksualitas komprehensif baik di rumah atau di sekolah. Alasan yang mendasari hal ini adalah anggapan bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan di ranah publik. Selain itu, terdapat anggapan lain bahwa kajian seksualitas yang diberikan kepada siswa tingkat SMP dan SMA justru akan memicu siswa untuk melakukan seks pra nikah dan seks bebas karena terdapat pembahasan mengenai alat kontrasepsi (Pakasi dan Kartikawati, 2013). Sebetulnya, pendidikan seksualitas tidak berdiri sendiri dan wajib dibarengi dengan pendidikan karakter yang mendorong anak-anak Indonesia untuk bertanggung jawab dan berpikir lebih lanjut tentang segala hal yang mereka lakukan. Selain itu, pendidikan seksualitas komprehensif juga wajib sejalan dengan latar belakang budaya, norma, dan agama dari siswa tersebut, sejalan dengan yang dipaparkan oleh UNESCO. Kolaborasi dari pendidikan seksualitas komprehensif, pendidikan karakter, dan akar agama yang kuat dari masing-masing siswa serta didukung oleh pemikiran yang terbuka dari setiap siswa, guru, dan orang tua mampu menjadikan pendidikan seksualitas komprehensif menjadi bekal anak-anak Indonesia untuk mencapai hidup yang sehat dan sejahtera di masa kini hingga masa depan.
Referensi
Bennett, L. R. (2007). Zina and the enigma of sex education for Indonesian Muslim youth. Sex Education, 7(4), 371-386.
Comprehensive Sexuality Education: For Healthy, Informed, and Empowered Learners. (2023, November 16). United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). https://www.unesco.org/en/health-education/cse.