Mohon tunggu...
Anna Sophia
Anna Sophia Mohon Tunggu... -

Sedang mencari kebermaknaan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berhentilah Mencekiku dengan Kasih Sayangmu

26 Februari 2015   20:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:28 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tak tahu sudah berapa lama aku diam membisu dengan hati yang tertusuk, tenggorokan tercekat. Sungguh menyesakkan. Setiap kata, apa saja, yang keluar dari mulutnya tak mempan membuat mulutku terbuka sekadar bilang ya, atau bahkan hanya sebuah anggukan. Sungguh, aku benci atmosfer seperti ini. Semakin aku mendengar suaranya, rasanya paru-paruku semakin menciut membuatku sesak walaupun nyatanya masih bisa bernafas. Kau tahu apa yang aku rasakan sekarang? Oke. Aku kan coba deskripsikan. Pernah kau menangis sangat dalam hingga kau terisak? Rasa itu ditambah dengan rasa ingin menentang tapi kau tak bisa berbuat apa-apa. Kau sangat marah ingin membela diri tapi kau tak bisa mengeluarkannya barang berteriak sekalipun, ditambah dengan tangisan yang terisak tapi kau tak bisa leluasa untuk menunjukan tangis isakmu, kau menahan tangismu. Bagaimana sekarang? Kau bisa merasakannya kah? Kombinasi rasa yang begitu lengkap. Amat sangat menyedihkan.

Perasaan itu muncul setiap kali ia tak merestuiku untuk melakukan sesuatu yang benar-benar ingin kulakukan. Hanya karena alasan yang menurutku kekanak-kanakkan. Katanya terlalu berbahayalah, aku belum berpenglamanlah, takut jikalau aku sakitlah, dan banyak lainnya. Sudah berulangkali juga aku mengingatkannya jika usiaku ini sudah kepala dua. Bukan lagi anak-anak yang masih belum tau apa itu benar atau salah juga berbahaya atau tidak. Aku sudah cukup dewasa untuk bisa membedakan apa yang dapat membahayakan diriku. Tapi, percuma saja. Sampai wajahku membiru dan mulutku berbusa sekalipun, penjelasan apa saja tak berpengaruh di matanya. Katanya ia melakukan itu karena ia sangat sayang padaku, ia tak mau aku sakit dan bla bla bla. Penjelasan yang sama dan membosankan.

Kasih sayang macam apa yang coba ia berikan? Kasih sayang agar aku selalu “selamat”, sehat, dan bahagia. Benarkah? Padahal seiring bertambahnya usia, aku tahu bahwa orang yang selalu menghindari bahaya adalah seorang pengecut. Seorang yang lemah. Jadi, apa tendensinya selalu melarangku melakukan sesuatu yang menurut pandangan mereka berbahaya seperti mendaki gunung ataupun pelesir seorang diri?

Tolonglah, aku hanya ingin menjadi manusia yang setidaknya kuat walau secara fisik ataupun belajar mandiri dengan tidak merepotkan orang terlalu sering. Apakah itu salah? Kapankah kau akan memberikanku kepercayaan? Tahukah kau bahwa aku muak dengan kasih sayang yang berlebihan yang menurutku tak pad tempatnya?

Aku hanya butuh kepercayaanmu. Aku selalu menunggu kau berkata, “Iya, Nak. Taklukkan gunung itu. Ibu yakin, walau tubuhmu kecil, kau bisa sampai puncak dan pulang dengan selamat.” Ku mohon…. Percayalah padaku, Ibu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun