Pendahuluan :
- Kelompok X = kelompok yang katanya beragama dan membela agama, dan percaya bahwa ayat A artinya B = tidak boleh memilih pemimpin nasrani, tanpa pengecualian dan menolak semua tafsiran selain itu.
- Kelompok X, melalui partai politik yang katanya berazaskan agama, ternyata mendukung seorang pendeta untuk menjadi pemimpin di Irian Barat dan juga pemimpin nasrani lainnya di daerah lain.
- Artinya = kelompok X tidak mengakui bahwa ayat A artinya B di daerah lain.
- Mereka membuat alasan-alasan, sehingga ayat A menjadi artinya C di daerah lain.
- Demi apa? Demi memenangkan pilkada di daerah tersebut = demi kursi dan kekuasaan.
- Saat di Jakarta, mereka kembali mengatakan ayat A artinya B.
- Jadi siapa yang plin-plan disini?
Lebih Sederhananya :
- Kelompok X mengatakan ayat A artinya C di daerah lain, demi memenangkan pilkada disana.
- Kelompok X mengatakan ayat A artinya B di Jakarta, demi memenangkan pilkada jakarta.
- Jadi sebenarnya ayat A itu artinya B atau C?
Sebuah ayat tidak mungkin mempunyai arti 2, karena itu pilihannya hanyalah :
- Kelompok X berbohong pada rakyat di daerah lain bahwa ayat A artinya C
- Kelompok X berbohong pada rakyat di Jakarta bahwa ayat A artinya B
Kemudian Ahok mengatakan poin 2 diatas.
Jadi dimana letak penistaan agamanya? Lha wong kelompok X sendiri kok yang mengatakan ayat A itu artinya C di daerah lain?
Bila ayat A artinya B, artinya Ahok DAN seluruh kelompok X = keduanya penista agama
Lho kok bisa? karena kelompok X mengatakan ayat A artinya C di daerah lain = mereka turut menista agama = perlu diproses Bareskrim juga karena telah memutarbalikkan arti ayat A.
Bila ayat A artinya C = ahok betul, ada oknum (kelompok X) yang berbohong mengatakan ayat A artinya B di Jakarta.
Lalu yang mau didemo apa? Ingin demo kenapa diri sendiri kok tidak ditangkap karena telah menista ayat A di daerah lain?
Jadinya penista agama mendemo penista agama donk? Wkwkwk...
#salamcerdas