Mohon tunggu...
Achmad Annama
Achmad Annama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suami Dokter Merry - Abah Hana & Rayyan | Backpack Traveler & Ghost Writer | NU Garis Lurus | Wasekjen PP AMPG 2016-2020 | Wasekbid Nanglu Cyber DPD Golkar DKI Jakarta 2016-2020 | Wakil Ketua Depidar SOKSI DKI Jakarta 2011-2016 | Sekjen PP KIMPG 2007-2012 | Bendahara PP IPNU 2007-2010 | Alumni D3 Sastra Arab FIB UI 1997 & S1 Komunikasi Massa FISIP UI '2004

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mempertanyakan Janji (Palsu) Ade Komarudin

13 Maret 2016   13:00 Diperbarui: 13 Maret 2016   13:23 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ade Komarudin (Akom), Loyalis Aburizal Bakrie (ARB) (foto milik CNN Indonesia)"][/caption]Jumat, 11 Maret 2016 saat Ade Komarudin (Akom) mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum (caketum) Golkar di Yogyakarta, beredar pula salinan surat perjanjian antara Akom dan Aburizal Bakrie (ARB) di kalangan wartawan. Terkait surat ini, hampir semua ketua DPD I sudah mengetahui keberadaannya. Bahkan Ridwan Bae, ketua DPD I Golkar Sulawesi Tenggara pernah mengangkat isu ini namun dimaki sontoloyo oleh juru bicara Akom, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Tiada bantahan dari kubu Akom terkait surat tersebut, Bamsoet hanya menyalahkan laci meja ARB yang kecurian. Aneh!

Ada 3 poin penting dalam surat yang ditanda tangani Akom dan ARB diatas materai Rp. 6.000,- pada 17 Desember 2015 tersebut. Poin pertama, Akom berjanji takkan ikut serta secara langsung maupun tidak langsung memprakarsai pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar sampai selesainya kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas IX Bali 2014-2019. Poin Kedua, Akom berjanji takkan maju sebagai caketum Golkar sampai selesainya kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas IX Bali 2014-2019. Poin Ketiga, Akom akan melaksanakan tugas yang diamanatkan, yakni sebagai Ketua DPR RI dengan penuh konsentrasi.

Surat itu ditanda tangani Akom dalam rapat terbatas di Bakrie Tower yang disaksikan beberapa pengurus pleno DPP Partai Golkar. Artinya, tidak hanya ARB yang mengetahui surat tersebut. Saat itu, Akom dianggap kader yang paling layak menggantikan Setya Novanto (Setnov) yang dilanda isu “Papa Minta Saham” yang membuat publik mendesaknya mundur. Setelah dinyatakan melakukan pelanggaran oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan Setnov mundur dari posisi Ketua DPR, Akom dilantik menggantikan dirinya pada 11 Januari  2016. Sebuah keberuntungan di awal tahun bagi Ketua Umum Depinas SOKSI ini.

Dari 3 poin penting itu, poin terakhir dijalankan Akom dengan sungguh-sungguh. Sejak menjabat ketua DPR 2 bulan lalu Akom benar-benar membuktikan komitmennya merubah wajah DPR menjadi lebih baik dengan berbagai program unggulannya untuk meningkatkan kinerja penyusunan anggaran, pembuatan undang-undang maupun pengawasan roda pemerintahan Jokowi-JK. Tapi komitmennya terhadap 2 poin terakhir dalam surat perjanjian itu tentu saja menjadi pertanyaan. Kenapa?

Karena lewat jalur Kelompok Induk Organisasi (KINO), Akom sebagai ketua umum Depinas SOKSI menginisiasi ketua-ketua Depidar SOKSI di daerah untuk ikut menggelindingkan wacana pelaksanaan musyawarah nasional (munas). Akom juga mulai aktif menyosialisasikan dirinya sebagai caketum Golkar dengan dalih menghadiri musyawarah daerah (musda) SOKSI dan melantik pengurus Depidar SOKSI terkait. Akom juga memanfaatkan perjalanan dinasnya sebagai ketua DPR untuk sekaligus menyapa kader-kader Golkar di daerah, menyampaikan maksudnya untuk maju sebagai caketum.

Semua hal tersebut sangat wajar dilakukan, mengingat Akom adalah salah satu kader terbaik Golkar di tingkat nasional. Tak perlu diragukan lagi pengabdian, dedikasi dan loyalitasnya kepada partai selama 20 tahun terakhir. Hanya saja, menimbulkan pertanyaan di benak kader-kader daerah bila surat pernyataan itu benar adanya. Karena sebagai pemimpin, kepercayaan itu adalah keniscayaan. Jika pemimpin tak bisa dipegang lagi janji yang keluar dari mulutnya - dan ini tercatat dalam selembar kertas, apalagi yang diharapkan? Karena, kedustaan adalah perbuatan tercela yang tentu saja sebagai unsur terakhir dalam akronim PDLT menjadi penentu. Kader-kader daerah tentu menuntut kejelasan terkait ini.

Akom sendiri akhirnya mengakui pernah membuat perjanjian dengan ARB. Namun, ia menyebut hanya ada poin yang berjanji takkan menginisasi Munas & poin berjanji akan bekerja semaksimal mungkin dalam penugasannya di pos baru sebagai ketua DPR. Akom mengaku tak pernah menandatangani perjanjian yang berisi takkan maju sebagai caketum Golkar. Bak buah simalakama, entah siapa yang berdusta kita belum mengetahuinya. Dibutuhkan sikap negarawan dalam hal ini, dimana jabatan bukanlah untuk dicari namun untuk dipercayakan dan disematkan oleh para kader Golkar di pundak calon pemimpinnya. Pemimpin yang berani jujur & tidak rakus kekuasaan yang akan mengembalikan kejayaan Partai Golkar seperti dulu kala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun