Mohon tunggu...
Achmad Annama
Achmad Annama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suami Dokter Merry - Abah Hana & Rayyan | Backpack Traveler & Ghost Writer | NU Garis Lurus | Wasekjen PP AMPG 2016-2020 | Wasekbid Nanglu Cyber DPD Golkar DKI Jakarta 2016-2020 | Wakil Ketua Depidar SOKSI DKI Jakarta 2011-2016 | Sekjen PP KIMPG 2007-2012 | Bendahara PP IPNU 2007-2010 | Alumni D3 Sastra Arab FIB UI 1997 & S1 Komunikasi Massa FISIP UI '2004

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok dan Konstelasi Politik Para Penantangnya Jelang Pilkada Jakarta 2017

24 Februari 2016   19:10 Diperbarui: 24 Februari 2016   19:46 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada serentak periode kedua dilaksanakan 15 Februari 2017, kurang dari setahun lagi. Semua orang yang merasa potensial mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur DKI Jakarta mulai rajin menyosialisasikan diri. Yang paling gencar tentu saja petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengandalkan “Teman Ahok” untuk mengumpulkan KTP masyarakat bekal dukungannya maju sebagai calon independen. Ahok juga dapat angin segar, karena berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) syarat KTP dukungan bagi pasangan calon independen menjadi lebih ringan.

Tokoh-tokoh lain yang mulai menampakkan batang hidungnya seperti Sandiaga Uno, Mohamad Idrus, Hasnaeni, Adhyaksa Dault hingga Biem Benyamin. Namun, belum dipastikan mereka akan maju melalui partai politik (parpol) atau mengikuti jejak Ahok lewat independen. Karena, dari 10 partai yang memiliki kursi di DPRD DKI Jakarta, baru Partai Nasional Demokrat (Nasdem, 5 kursi) yang telah memutuskan mendukung salah satu calon, yaitu; Ahok. Selebihnya masih tahap penjajakan kalau tak mau dibilang malu-malu kucing.

Untuk maju melalui parpol, syarat minimalnya adalah 20% kursi DPRD atau 25% perolehan suara pada pemilu 2014 lalu. Jika mengambil yang pertama sebagai patokan, maka diperlukan minimal dukungan 21 dari 106 kursi DPRD. Dengan demikian, hanya PDI Perjuangan yang memiliki 28 kursi bisa mencalonkan sendiri tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain. 6 parpol besar lainnya; Gerindra (15 kursi), PKS (11 kursi), Demokrat, Hanura dan PPP (10 kursi) serta Golkar (9 kursi). Partai medioker Jakarta, seperti PKB (6 kursi) dan PAN (2 kursi) apalagi PBB dan PKPI bisa disingkirkan dulu dari konstelasi politik jelang pilkada langsung 2017.

PDI Perjuangan akan berdiri sendiri (28 kursi). Prediksi saya, seperti dalam pilkada 2015 lalu Gerindra akan lebih memilih berkoalisi dengan PKS (total 26 kursi). Lalu, berdasarkan kedekatan sejarah Hanura dan Golkar akan merapat, sambila menarik PKB (25 kursi). Terakhir sesama partai biru; Demokrat dan PAN akan merayu PPP untuk duduk bersama (22 kursi). Maka akan tercipta 4 poros; Indonesia Hebat (PDIP), Merah Putih (Gerindra dan PKS), Kekaryaan (Golkar, Hanura dan PKB) dan Nasionalis Relijius (Demokrat, PAN dan PPP).

Akan muncul 5 pasangan calon gubernur-wakil gubernur; Ahok akan berpasangan dengan jajaran PNS yang mampu bekerjasama dengannya atau tokoh masyarakat yang bersih dari pengaruh parpol mewakili independen plus Nasdem. PDIP akan mengusung Djarot Saiful Hidayat yang menggandeng legislator PDIP yang cukup ternama di Jakarta, seperti; Effendi Simbolon atau Eriko Sotarduga. Koalisi Merah Putih akan mengusung Ridwan Kamil atau Sandiaga Uno untuk berpasangan dengan Triwisaksana atau legislator yang dekat dengan PKS; Fahira Idris.

Poros Kekaryaan punya Tantowi Yahya sebagai brand yang cukup terkenal lalu dipasangkan dengan Biem Benyamin yang “diculik” dari Gerindra. Kubu Nasionalis Relijius akan coba mengusung Adhyaksa Dault atau Ahmad Dimyati berpasangan dengan Nachrowi Ramli atau Eko Patrio. Munculnya 5 poros dengan masing-masing jagonya ini akan membuat Pilkada Jakarta menjadi semarak. Namun, konstelasi ini akan berubah jika tiba-tiba PDIP menemani Nasdem (33 kursi) merapat ke Ahok lalu mengusung pasangan petahana bersama Djarot Saiful Hidayat.

Diprediksi, parpol-parpol yang berbasis suara umat Islam akan merapat ke koalisi besar Merah Putih (Gerindra, PKS, PAN, PPP dengan total 38 kursi) mengusung Ridwan Kamil atau Sandiaga Uno didampingi Fahira Idris atau Okky Asokawati. Parpol-parpol sisanya akan membentuk poros tengah Nasional Relijius (Hanura, Golkar, Demokrat, PKB dengan total 35 kursi) dengan calon alternatif Adhyaksa Dault didampingi Tantowi Yahya. Jadi, konstelasi politik berubah dari 5 poros dengan 5 pasang calon menjadi 3 poros besar yang mengerucut pada 3 pasang calon saja.

Ahok-Djarot (PDIP & Nasdem), Emil/ Sandi-Fahira/ Okky (Gerindra, PKS, PAN, PPP) dan Adhyaksa-Tantowi (Hanura, Golkar, Demokrat, PKB). Bagaimana dengan Yusril Ihza Mahendra yang juga berhasrat maju? Jika tak maju lewat independen, sulit bagi parpol-parpol untuk mendukungnya karena PBB tak memiliki kursi. Namun, bila Yusril berani mengambil jalur independen maka akan tampak seksi di mata pemilih. Sesuai prediksi banyak pengamat, popularitas Ahok, Emil dan Adhyaksa memang yang tertinggi saat ini.

Konstelasi ini akan terus dinamis sampai saatnya tiba beberapa bulan sebelum pilkada langsung untuk diumumkan. Tapi gerilya bawah tanah berupa temu muka, sosialiasasi dan konsolidasi terus dilakukan diirngi perang udara untuk membentuk citra dan meningkatkan popularitas. Konstelasi seperti apa yang cocok dengan perspektif anda? Bagaimana prediksi anda, siapa yang akan unggul dalam pertarungan sengit ini? Silakan simak terus dan jangan sampai salah pilih, karena bila terjadi penyesalannya akan berlangsung selama 5 tahun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun