Nama: Anna Kurnia Indah Cahyani
Nim: 222111159
Kelas: HES 5D
Kasus Nenek Asyani Terhadap Pandangan Filsafat Hukum Positivisme
Kasus Nenek Asyani, Nenek renta berusia 63 tahun ini tak terima dengan vonis bersalah oleh hakim. Nenek Asyani divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan. Seorang perempuan lanjut usia yang dituduh mencuri kayu jati milik perusahaan, menjadi sorotan publik karena adanya dugaan ketidakadilan dalam proses hukum yang dialaminya. Sekilas Filsafat hukum positivisme memisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Hukum yang berlaku adalah hukum yang dibuat oleh negara, terlepas dari apakah hukum tersebut adil atau tidak secara moral. Hukum positif hanya sah jika telah melalui proses pembentukan yang benar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Dalam kasus Nenek Asyani, hukum positif yang berlaku, yakni undang-undang tentang pencurian, menjadi acuan utama dalam proses peradilan. Hakim bertugas untuk mencocokkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dengan unsur-unsur tindak pidana pencurian yang diatur dalam undang-undang. Negara memiliki otoritas penuh dalam membuat dan menegakkan hukum. Keputusan pengadilan yang menyatakan Nenek Asyani bersalah mencerminkan kekuasaan negara yang mutlak dalam kasus ini. Sehingga, hukum mengedepankan kepastian hukum. Dengan adanya hukum yang tertulis dan jelas, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti perbuatan apa saja yang dilarang dan sanksi hukum yang berlaku. Namun, dalam kasus Nenek Asyani, kepastian hukum ini justru terasa kaku dan tidak mampu mengakomodasi nuansa keadilan yang lebih luas.
Dalam analisis kasus Nenek Asyani dengan perspektif filsafat hukum positivisme menunjukkan bahwa penerapan hukum positif yang kaku tanpa mempertimbangkan aspek moral dan keadilan sosial dapat menimbulkan ketidakadilan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa hukum tidak hanya sekadar aturan formal, tetapi juga harus menjadi instrumen untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Mahzab Hukum Positivisme
Mazhab hukum positivisme adalah sebuah aliran dalam filsafat hukum yang memisahkan hukum dari moralitas. Penganut mazhab ini berpendapat bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh manusia dan diberlakukan oleh negara, tidak peduli apakah aturan tersebut baik atau buruk secara moral. Menurut positivisme hukum, hukum adalah aturan yang kuat yang tidak mempengaruhi moral , etika, atau keadilan. Menurut Cicero, "ubi societas ibi ius" berarti bahwa hukum selalu diikuti oleh masyarakat.
Argumentasi tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia
Mazhab hukum positivisme merupakan salah satu aliran pemikiran hukum yang cukup dominan dalam sistem hukum Indonesia. Aliran ini menekankan pada hukum yang tertulis dan dibuat oleh lembaga yang berwenang sebagai satu-satunya hukum yang berlaku. Pemisahan yang tegas antara hukum dan moralitas adalah salah satu ciri khas dari positivisme hukum. Mazhab hukum positivisme memiliki peran yang penting dalam sistem hukum Indonesia. Namun, penerapannya harus dilakukan secara bijaksana dengan mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan moralitas. Penting untuk mencari keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan substansial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI