Sekolah adalah tempat di mana anak-anak belajar, tumbuh, dan berkembang. Namun, dalam lingkungan yang multikultural, tantangan muncul dalam bentuk perbedaan budaya, bahasa, dan latar belakang yang beragam. Salah satu masalah serius yang dihadapi sekolah multikultural adalah bullying dan perkelahian, yang dapat merusak iklim belajar yang sehat dan menyebabkan dampak negatif bagi siswa. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam menangani masalah ini.
Dalam artikel ini, sebagai salah seorang guru aktif di SMAN 17 Tebo, Jambi, penulis ingin berbagi pengalaman bagaimana sekolah tempat ia mengajar menyelesaikan kasus-kasus yang lazim terjadi di sekolah-sekolah multikultural. Dimana potensi perkelahian dan bullying sangat rentan terjadi.Â
Namun berkat tindakan proaktif serta langkah-langkah efektif yang dilakukan sekolah sejauh ini kemungkinan muncul timbulnya masalah serupa, atau masalah yang lebih besar selalu dapat diatasi dengan baik. Pengalaman ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan masukan bagi sekolah-sekolah lain yang memiliki latar belakang serupa.
SMA N 17 Tebo adalah Sekolah Menengah Atas yang terletak di Desa Sumber Sari, Kecamatan Rimbo Ulu, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Desa ini berdiri di tahun 1970 an sejak pemerintah Indonesia melakukan transmigrasi besar-besaran guna melakukan pemerataan penduduk. Sejak saat itu, desa ini yang mulanya merupakan hutan belantara diolah dan dikembangkan oleh penduduk Indonesia yang merupakan transmigran dari Pulau Jawa.Â
Oleh karena itu, tidak heran jika sebagian besar penduduknya merupakan etnis Jawa. Tidak jauh dari desa SumberSari, terdapat Kecamatan VII Koto, Desa Muara Niro yang merupakan penduduk asli, etnis Melayu, dan bukan merupakan transmigran. Masyarakat ini hidup berdampingan dengan baik sampai hari ini. Selain kedua etnis tersebut, sejak daerah ini berkembang, banyak etnis lain berdatangan ke daerah ini untuk berdagang dan pada akhirnya menetap, antara lain etnis Minang dan Batak, dan lain-lain . Semuanya hidup berdampingan dengan baik, saling membantu dan bertoleransi.
Bergamnya etnis yang berasa di sekitar SMA N 17 Tebo, membuat input sekolah menjadi sangat beragam. Perbedaan latar belakang agama, etnis, dan bahasa merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan.Â
Oleh karena itu, potensi perkelahian dan bullying sangat mungkin terjadi, menimbang pola pikir siswa yang masih belum dewasa dan aspek psikologis dimana di usia remaja ini siswa baru mulai belajar hidup bersosial dan berkelompok. Mereka cendrung membanggakan bahasa dan asal mereka, meski dari orang tua dan masyarakat sudah diajarkan untuk hidup bertoleransi namun selalu ada potensi perkelahian akibat perbedaan ini.
Penulis sendiri pernah beberapa kali menemukan kasus baik di kelas maupun lingkungan sekolah secara umum, dimana siswa berkelahi dikarenakan perbedaan bahasa yang mereka miliki. Perbedaan bahasa ini memicu sensitifitas, dimana terkadang pengaruh intonasi dan makna kata membuat mereka yang belum terlalu memahami perbedaan ini terpicu emosinya. Hal ini terkadang membuat iklim sekolah terasa tidak nyaman.Â
Menghadapi situasi ini, dan agar perkelahian yang lebih serius tidak terjadi ada beberapa langkah yang kami lakukan antara lain :
1. Membangun Kesadaran dan Pendidikan