PERAN KONSERVATISME DALAM STANDAR AKUNTANSI
ANNA JULKARITA
Mahasiswa Akuntansi FE Unissula
Â
Dalam perkembangannya fenomena konservatisme akuntansi masih banyak terjadi yang disebabkan rendahnya penerapan prinsip konservatisme oleh perusahaan dalam penyusunan pelaporan keuangan. Misalnya penerapan prinsip konservatisme yang kurang baik dapat terlihat apabila perusahaan memiliki ekuitas tinggi dan menggunakan tingkat konservatisme yang lebih rendah untuk memghindari penurunan harga saham. Hal ini merupakan penyebab terjadinya tidak menggunakan prinsip konservatisme akuntansi. Tingkat konservatisme akuntansi dalam perusahaan itu berbeda-beda, hal ini disebabkan karena terdapat pilihan metode akuntansi dan perbedaan kondisi masing-masing perusahaan. Adanya metode pencatatan akuntansi, memungkinkan perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang konservatif. Laporan keuangan yang konservatif lebih baik karena dapat menurunkan kemungkinan manajemen perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan. Apabila laporan keuangan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang optimis  dapat memberikan harapan yang tidak pasti di masa depan dan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan.
Konservatisme merupakan prinsip dalam laporan keuangan untuk mengakui serta mengukur aktiva dan laba yang dilakukan dengan penuh kehati-hatian karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi dengan ketidakpastian. Seperti menghadapi ketidakpastian laba atau rugi dengan memilih prinsip atau kebijakan yang memperlambat pengakuan pendapatan, mempercepat pengakuan biaya, merendahkan penilaian aktiva dan meninggikan penilaian utang (Pahlepi, 2013). PSAK -- IFRS adalah Standar Akuntansi Keuangan. Menurut Ardian (2011) memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan merupakan tujuan dari IFRS. IFRS diciptakan agar laporan keuangan dapat menjadi relevan dan andal, namun pada kenyataannya perusahaan-perusahaan tetap berhadapan dengan "ketidakpastian" yang menjadi alasan diterapkannya prinsip konservatisme ditengah era IFRS (Juanda, 2012). Konsep dari prinsip konservatisme bahwa beban dan kewajiban diakui walaupun terdapat ketidakpastian mengenai hasilnya, namun hanya dapat diakui pendapatan dan aset ketika sudah yakin akan diterima. Berdasarkan prinsip konservatisme, apabila terdapat ketidakpastian tentang kerugian, cenderung mencatat kerugian. Sebaliknya apabila terdapat ketidakpastian tentang keuntungan, tidak mencatat keuntungan. Sehingga laporan keuntungan cenderung menghasilkan jumlah keuntungan serta nilai aset yang lebih rendah demi untuk berjaga-jaga. Membuat perkiraan dalam prinsip konservatisme. Misalnya, jika bagian penagihan piutang yakin bahwa sekelompok piutang akan memiliki 4% piutang tidak tertagih, namun bagian penjualan cenderung yakin pada angka 6% lebih tinggi karena situasi penjualan industri yang lesu, angka 6% yang diambil saat membuat penyisihan piutang ragu-ragu, kecuali ada bukti kuat untuk sebaliknya (Savitri, 2016: 24). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan konservatisme akuntansi diantaranya bonus plan dimana para manajer dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini. Political cost konflik antara perusahaan dengan pemerintah yang memiliki wewenang untuk mengalihkan kekayaan dari perusahaan kepada masyarakat sesuai peraturan yang berlaku akan menimbulkan biaya politik (Sulastiningsih dan Husna, 2017). Debt covenant sebuah kontrak hutang yang ditunjukan pada peminjam oleh kreditur untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjam itu sendiri (Fahturahmi, dkk, 2015). Komitmen manajemen serta pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investor merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan konservatisme akuntansi dalam pelaporan keuangan di perusahaan.
Kasus manipulasi laporan keuangan masih ada dan merugikan para pemangku kepentingan. Hal ini menunjukkan bahwa cara-cara yang sudah ditempuh belum efektif, ada faktor lain seperti perilaku manusia sebagai pelakunya, budaya, dan lingkungan. Terdapat cara yang sudah dilakukan agar tidak terjadi kasus manipulasi dalam laporan keuangan, seperti adanya standar akuntansi yaitu PSAK- IFRS yang menjadi pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, manajemen dalam perusahaan dapat mengarahkan dan mengendalikan manajemen perusahaan agar tidak berbuat curang, auditor independen yang mengaudit laporan keuangan perusahaan dapat menyatakan kewajaran laporan keuangan tersebut. Serta control activities dimana terdapat penelaahan terhadap kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik dan pemisahan tugas yang nantinya dapat membantu menjamin bahwa arahan manajemen harus dilaksanakan. Kemudian perbaikan dapat dilakukan secara berkesinambungan agar semua aspek yang diharapkan dapat meminimalkan manipulasi laporan keuangan, walaupun tidak dapat mengeliminasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H