Kapan terakhir kali Anda menulis surat kepada seseorang? Ya, tulisan tangan di atas selembar kertas!
Dalam era digital saat ini, menulis surat tampaknya agak berlebihan. Lebay, kata anak-anak muda.
Betapa cepat dan mudah kita berkomunikasi dengan seseorang di tempat nun jauh menggunakan bantuan teknologi, bukan? Jadi, mengapa harus repot-repot membuat surat yang ditulis tangan?
Dengan munculnya teknologi dalam bentuk surel dan aplikasi perpesanan, penulisan surat telah direduksi menjadi sebuah bentuk seni yang hanya dinikmati oleh segelintir orang. Timbul pertanyaan, masih relevankah mengajar anak menulis surat dalam era digital?
Pengalaman Menulis SuratÂ
Sejarah mencatat surat tulisan tangan pertama dibuat oleh Ratu Persia, Atossa, sekitar tahun 500 SM. Sang ratu mungkin tidak mengira bahwa dia telah memulai tren yang akan diikuti oleh generasi setelahnya. [1]
Surat berkembang menjadi bagian integral dari komunikasi selama berabad-abad. Tokoh terkenal dan rakyat jelata sama-sama menggoreskan pena di atas kertas untuk mencurahkan isi hati.
Orangtua menulis surat panjang tentang kehidupan untuk anak-anak mereka. Kaum revolusioner mengilhami jutaan orang melalui kata-kata yang tertulis di atas robekan kertas.
Agen rahasia menemukan catatan kecil berisi informasi berharga. Untuk waktu yang lama, dunia bergantung pada surat untuk mendapatkan informasi.