Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Internet di Rumah Kami dari Masa ke Masa

28 Juli 2021   19:42 Diperbarui: 29 Juli 2021   17:00 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik Pilihan "Pasang Internet Rumah" mengajak saya meluncur ke masa sekitar dua dekade yang lalu. Saat itu, pertengahan tahun 1999, kami baru saja pindah rumah.

Jika sebelumnya kami tinggal di "Taman Mertua Indah", sejak saat itu, kami menempati rumah yang kami beli dari hasil kerja sendiri. Kami mulai merencanakan beberapa hal yang esensial untuk diputuskan bersama.

TV Kabel untuk hiburan keluarga

Kami memutuskan untuk memasang TV Kabel di rumah. KV yang baru diluncurkan pada tanggal 1 Maret 1999 menjadi pilihan kami.

Kathy, anak ketiga, saat itu masih berstatus bungsu. Usianya belum genap satu tahun. Si sulung baru naik ke kelas II SD, sementara adiknya baru lulus TK.

Kathy biasa bangun pukul 5.00 pagi. Ia sangat menyukai serial "He-Man" yang pada saat itu tayang sekitar pukul 5.30.

Begitu bangun tidur, Kathy akan masuk ke kamar kami. Ia membangunkan saya dan suami, lalu meminta kami menyalakan televisi agar ia bisa nonton "He-Man".

Mary, anak kedua, menyukai "Humphrey the Bear". Sementara Winny, si sulung, menyukai "Dora the Explorer".

Ilustrasi Humphrey the bear (sumber foto: disney.fandom.com)
Ilustrasi Humphrey the bear (sumber foto: disney.fandom.com)

Demikianlah, ibu saya yang tinggal bersama kami, memastikan bahwa anak-anak hanya menonton acara-acara yang sesuai dengan usia mereka pada saat saya dan suami berada di kantor.

Koneksi internet dengan kabel koaksial (UTP)

Tahun 2001, KV memadukan jasa koneksi internet dengan layanan TV Kabel. Saat itu, Winny sudah duduk di kelas IV.

Terkadang, untuk mengerjakan tugas sekolah, ia perlu mencari jawaban di internet. Misalnya, tugas menjelaskan tarian daerah dan rumah adat di Indonesia, lengkap dengan gambar-gambarnya.

Alih-alih membelikan buku, kami mendampingi Winny mencari gambar di internet. Dengan demikian, Winny belajar cara menggunakan mesin perambah, mengunduh gambar, menyusun gambar dalam Microsoft Words dan menambahkan keterangan, menyimpan hasil kerja dalam disket, dan mencetaknya.

Jadi, kami memutuskan untuk meningkatkan paket langganan dari layanan TV Kabel menjadi layanan TV Kabel dan koneksi internet. Koneksi internet ini menggunakan kabel yang aksesnya terbagi untuk televisi dan komputer.

Beralih ke WiFi

Ilustrasi WiFi (sumber foto: freepik)
Ilustrasi WiFi (sumber foto: freepik)

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan internet di rumah semakin meningkat. Tahun 2000, anak kami bertambah satu orang.

Sepuluh tahun berlalu, Winny lulus SMA. Mary naik ke kelas XII. Kathy lulus SD. Si bungsu, Yosy, naik ke kelas IV.

Pertengahan tahun 2010, saya memutuskan untuk berhenti kerja dari kantor. Saya ingin mencoba bagaimana rasanya bekerja dari rumah.

Suami saya sudah terlebih dahulu memutuskan untuk menjadi dosen purnawaktu dua tahun sebelumnya. Selain itu, ia juga menjadi konsultan lepas di beberapa perusahaan.

Ada 1 PC dan 3 laptop di rumah. Satu laptop didedikasikan untuk Winny sebagai hadiah lulus SMA dan diterima di Fakultas Psikologi, sedangkan satu PC dan 2 laptop digunakan secara bergantian oleh saya, suami dan 3 anak yang lain.

Ketika ada lebih dari satu orang memerlukan internet, koneksi menggunakan kabel terasa merepotkan. Akhirnya, kami memutuskan bahwa sudah saatnya beralih ke WiFi.

Berkenalan dengan VPN

Ternyata saya hanya mampu bertahan 6 bulan menjadi pegawai lepas. Januari 2011, saya memutuskan untuk bergabung sebagai pegawai tetap di kantor tempat saya bekerja hingga saat ini.

Pertengahan tahun 2011, setelah mempelajari kondisi perusahaan dan menganalisis kebutuhan, saya mengusulkan agar dikembangkan suatu Sistem Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (Enterprise Resource Planning = ERP) yang sesuai kebutuhan perusahaan.

Pilihan kami jatuh pada produk dari sebuah UMKM yang didirikan oleh anak-anak bangsa, sebut saja mereknya "A". 

Dengan investasi tidak sampai 20% dibandingkan sistem ERP dari merek ternama, kami mendapat manfaat yang tidak kalah besarnya.

Keunggulan dari ERP "A" terletak pada kustomisasi. ERP "A" adalah suatu platform ERP yang dapat dikustom sesuai dengan proses bisnis perusahaan.

Sebagai orang yang diberi kepercayaan untuk memastikan pengembangan sistem ERP berjalan dengan baik sesuai rencana, saya harus siap 24/7. 

Di sanalah saya diperkenalkan dengan jaringan pribadi virtual (Virtual Private Network = VPN).

Apa itu VPN

Ilustrasi perangkat lunak VPN yang kami gunakan (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi perangkat lunak VPN yang kami gunakan (dokumentasi pribadi)

VPN adalah suatu perangkat lunak yang digunakan untuk membuat sebuah koneksi khusus yang hanya dapat diakses oleh anggota yang terdaftar.

Koneksi khusus itu menghubungkan laptop-laptop kami ke server ERP di kantor. Seluruh anggota tim yang terlibat dalam pengembangan sistem ERP dapat saling berkomunikasi kapan pun dan di mana pun.

Selama sembilan tahun, saya merasakan kenyamanan dari kombinasi WiFi dan VPN. Hal ini terutama saya rasakan antara tahun 2017 sampai 2019, saat ibu saya mulai sering sakit.

Saya tidak perlu merasa bersalah menemani ibu di rumah pada saat beliau membutuhkan saya. 

Hal itu dapat saya lakukan tanpa meninggalkan kewajiban kantor. Ya, WFH sudah saya lakukan dengan lancar beberapa tahun sebelum pandemi COVID-19 tiba.

Koneksi internet membantu saya melalui masa sulit

Salah satu masa sulit yang telah saya lalui adalah saat ibu harus menjalani homecare di rumah. Meskipun atasan saya memberi banyak fleksibilitas waktu, pada saat-saat tertentu, saya harus meninggalkan ibu berdua saja dengan perawatnya di rumah.

Setelah berunding dengan suami, kami memutuskan untuk memasang CCTV pada beberapa titik di rumah. Dengan koneksi internet, kami dapat memantau kondisi ibu melalui telepon seluler kami.

Akhirnya, saya butuh modem juga

Ilustrasi modem (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi modem (dokumentasi pribadi)
Mengikuti perkembangan zaman, UMKM pengembang sistem ERP kami mengembangkan Cloud ERP. Dengan pertimbangan efisiensi, kami memutuskan untuk bermigrasi ke Cloud ERP mulai tahun 2020.

Di sinilah permasalahan muncul. Ternyata, saya tidak dapat mengakses Cloud ERP dari rumah meskipun sudah terkoneksi ke internet.

Menurut pengembang sistem ERP kami, untuk mengakses sumber daya yang terpusat, minimal harus ada 2 pintu (port) yang merupakan kesepakatan internasional. Kedua pintu tersebut adalah pintu untuk mengakses file (port 445) dan pintu untuk mengakses database (port 80).

Usut punya usut, ternyata penyedia layanan internet kami menutup akses port 80. Sebagai solusi, saya disarankan menggunakan modem setiap kali akan mengakses Cloud ERP. Dengan tambahan anggaran sebesar Rp 100.000,- per bulan, masalah koneksi saya terselesaikan.

Kecepatan internet menjadi krusial di masa pandemi

Ilustrasi dosen mengajar daring (sumber foto: freepik)
Ilustrasi dosen mengajar daring (sumber foto: freepik)

Dalam masa pandemi, ketika sebagian besar kegiatan harus dilakukan dari rumah, manfaat internet semakin kami rasakan. 

Saya dan Kathy memanfaatkan internet untuk menyelesaikan pekerjaan. Suami saya yang berprofesi sebagai dosen dan Yosy yang berstatus sebagai mahasiswi menggunakannya untuk PJJ.

Kecepatan internet menjadi semakin krusial, terutama pada saat menggunakan aplikasi meeting. Kendala ini terutama dirasakan oleh suami saya dan Yosy. 

Jika saya atau Kathy perlu meeting, meskipun dilakukan secara daring, kami memilih melakukannya dari ruang kerja kami di kantor (WFO).

Wasana kata

Dua puluh tahun yang lalu, ketika pertama kali berkenalan dengan TV Kabel, saya tidak pernah membayangkan bahwa intenet akan memberi demikian banyak kemudahan bagi keluarga kami dalam dua dekade ini.

Ilustrasi peretas (sumber foto: rawpixel/freepik)
Ilustrasi peretas (sumber foto: rawpixel/freepik)

Namun, di balik semua kemudahan yang demikian menakjubkan, saya menyadari bahwa terkadang internet bisa sangat berbahaya. 

Dilansir dari firstsiteguide.com, peretas, penipu, dan individu jahat lainnya menyerang setiap 39 detik. Faktor utama yang memungkinkan peretas meretas adalah kata sandi yang lemah dan perlindungan komputer. 

Karena itu, kami  memasang program firewall dan antivirus pada setiap laptop. Kami juga menggunakan kata sandi yang unik dan menggantinya secara berkala.

Sedangkan para penipu umumnya beraksi melalui surel. Beberapa kali saya menerima surel yang seolah-olah dari pemasok di luar negeri, mengabarkan bahwa nomor rekening Bank mereka sudah berubah.

Ketika saya menelepon pemasok tersebut, ternyata hal itu tidak benar. Penasaran, saya meneliti alamat surel si pengirim dan menemukan ada 1 karakter yang berbeda dari alamat aslinya.

Jika saya tidak jeli dan tidak melakukan konfirmasi, saya pasti sudah tertipu.

Jakarta, 28 Juli 2021
Siska Dewi
Catatan: semua nama adalah nama samaran
Referensi: satu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun