Ada atau tiada Corona, Bagansiapiapi tetap berdandan cantik menyambut Tahun Baru Imlek. Lihatlah cantiknya "Ing Hok Kiong", warisan budaya kebanggaan kota kelahiran kita, bermandikan cahaya lampion di waktu malam.
Itu bunyi pesan dari seorang teman saya. Pesan tersebut dikirim melalui WA. Bersama pesan tersebut, ia mengirim utas YouTube sebuah video.
Menyaksikan video tersebut, dendang rindu bertalu-talu di dalam hati saya. Sudah berapa tahun saya meninggalkan kampung halaman?
Empat setengah dekade! Ya, empat puluh lima tahun sudah saya meninggalkan Bagansiapiapi, kota kecil yang terletak di muara Sungai Rokan, di pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir.
Berapa kali saya pulang kampung setelah merantau selama empat setengah dekade? Hanya dua kali!
Pertama kali saya pulang atas permintaan Managing Partner di Kantor Akuntan Publik tempat saya bekerja. Beliau adalah atasan langsung sekaligus dosen pembimbing saya pada saat itu.
Gemas melihat skripsi saya yang sedikit terbengkalai akibat ulah saya yang terlalu memprioritaskan kerja, beliau menginstruksikan saya pulang kampung untuk menyelesaikan skripsi.
Pertengahan tahun 1989, saya kembali untuk menjenguk kakek yang sedang sakit keras. Saya tinggal sekitar dua minggu hingga mengantar kakek pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Itulah kali terakhir saya menginjakkan kaki di tanah kelahiran. Lebih dari tiga dekade telah berlalu. Ada kerinduan untuk mengajak suami dan anak-anak mengunjungi tanah kelahiran saya, sambil melakukan perjalanan napak tilas mengenang cerita masa kanak-kanak di sana.
"Tahun depan yuk, pulang bareng." Itu ajakan saya kepada Mardi, sepupu saya, awal tahun 2020.Â
Ibu Mardi adalah satu-satunya tante saya yang masih tinggal di kota kecil kami hingga kini. Karena itu, Mardi cukup sering pulang kampung untuk mengunjungi kedua orangtuanya.