Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh YouGov bekerja sama dengan USA TODAY dan LinkedIn, 25% responden mengatakan WFH berdampak negatif pada produktivitas mereka. Alasan utamanya, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan jawaban dan informasi dari rekan kerja.
43% pegawai yang ber-WFH mengatakan bahwa mereka kurang berkomunikasi dengan kolega dibandingkan sebelumnya. Hal senada juga dikisahkan oleh Chandra, seorang CEO yang pernah merasakan betapa sulitnya menghubungi pegawai yang sedang ber-WFH. Cerita tentang pengalaman Chandra dapat dibaca di sini.
Pada sebuah survei lain yang dilakukan oleh McKinsey & Company, 50% responden menjawab bahwa mereka tidak dapat atau sangat kecil kemungkinan dapat bekerja dari jarak jauh (remote). Umumnya jenis pekerjaan mereka berhubungan dengan mesin dan peralatan khusus, atau interaksi antarpribadi yang intens.
Survei dilakukan oleh McKinsey & Company terhadap 2.000 jenis aktivitas dan 800 pekerjaan di 9 negara. Negara-negara yang disurvei adalah Cina, Prancis, Jerman, India, Jepang, Meksiko, Spanyol, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
WFH sangat ditentukan oleh jenis aktivitas pekerjaan
Ada sejumlah pertanyaan rumit yang timbul sehubungan dengan pandemi COVID-19. Salah satu pertanyaan adalah tentang WFH. Sebagaimana kita ketahui, WFH menimbulkan beragam masalah dan tantangan bagi karyawan dan pemberi kerja.Â
Tantangan bagi karyawan antara lain bagaimana cara menemukan keseimbangan kerja terbaik dari rumah, dan bagaimana cara berkolaborasi dari jarak jauh dengan para kolega.
Tantangan bagi pemberi kerja antara lain bagaimana cara terbaik untuk memberikan pelatihan dari jarak jauh bagi karyawan, dan bagaimana cara mengonfigurasi ruang kerja untuk meningkatkan keselamatan karyawan.
Hasil survei McKinsey menunjukkan bahwa WFH sangat tergantung pada apakah seorang pekerja perlu hadir secara fisik di lokasi untuk melakukan tugas, berinteraksi dengan orang lain, atau menggunakan mesin atau peralatan khusus.
Aktivitas fisik atau manual, serta aktivitas yang membutuhkan penggunaan peralatan tetap, tidak cocok untuk WFH. Ini termasuk memberikan perawatan, mengoperasikan mesin, menggunakan peralatan laboratorium, dan memproses transaksi pelanggan di toko.
Selama pandemi, pemberi kerja juga belajar bahwa meskipun beberapa tugas dapat dilakukan dari jarak jauh, namun hasilnya akan jauh lebih efektif jika dilakukan secara langsung. Contoh tugas ini antara lain pembinaan pegawai, konseling, dan pemberian nasihat serta umpan balik.
Contoh lain adalah membangun hubungan pelanggan dan kolega; membawa karyawan baru ke dalam perusahaan; bernegosiasi dan membuat keputusan penting; pengajaran dan pelatihan; dan pekerjaan yang memerlukan kolaborasi, seperti inovasi, pemecahan masalah, dan kreativitas.
Dalam dunia pendidikan, saat proses belajar mengajar telah beralih ke pembelajaran jarak jauh selama pandemi, orang tua dan guru sama-sama mengatakan bahwa kualitas telah menurun. Pengamatan saya terhadap aktivitas anak yang kuliah dari rumah mengonfirmasi hal ini. Demikian pula hasil obrolan saya dengan beberapa teman yang berprofesi sebagai guru dan dosen.
Dalam dunia peradilan, meskipun sidang dapat dilakukan secara daring, namun ada kekhawatiran berkurangnya kesetaraan hukum. Beberapa terdakwa mungkin kekurangan konektivitas dan tidak dapat menjangkau pengacara yang memadai. Di sisi lain, hakim khawatir konferensi video tidak mampu memperlihatkan isyarat nonverbal.
WFH juga ditentukan oleh kemajuan ekonomi suatu negara
Kesempatan untuk WFH berbeda-beda di setiap negara. Di antara negara-negara yang disurvei, Inggris memiliki kesempatan tertinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar dari ekonomi Inggris adalah bisnis dan layanan keuangan.
Secara teoritis, para pekerja di Inggris dapat menggunakan 1/3 waktu kerjanya untuk ber-WFH tanpa kehilangan produktivitas. Di negara-negara maju lainnya, para pekerja dapat menggunakan 28% hingga 30% waktunya untuk ber-WFH tanpa kehilangan produktivitas.
Di negara berkembang, sebagian besar pekerjaan membutuhkan aktivitas fisik dan manual di sektor seperti pertanian dan manufaktur. Potensi waktu yang dihabiskan untuk ber-WFH hanya sekitar 12% hingga 26%.
Di India, misalnya, pekerja hanya dapat menghabiskan 12% dari waktu kerja untuk WFH tanpa kehilangan efektivitas. Meskipun secara global India dikenal dengan industri teknologi tinggi dan jasa keuangan, namun sebagian besar dari 464 juta pekerja di India bekerja di bidang jasa ritel dan pertanian yang tidak dapat dilakukan dengan WFH.
Model hibrida sebagai alternatif
Dalam kondisi di atas, model hibrida tampil sebagai alternatif. Di Amerika Serikat, McKinsey menemukan bahwa 22% karyawan yang dapat ber-WFH antara tiga sampai lima hari seminggu tanpa memengaruhi produktivitas. Di India, jumlah mereka hanya 5%.
Analis kredit, administrator database, dan staf keuangan dapat melakukan hampir semua pekerjaan mereka dari rumah. Secara umum, pekerjaan yang membutuhkan pemikiran kognitif dan pemecahan masalah, mengelola dan mengembangkan orang, dan pemrosesan data memiliki potensi terbesar untuk bekerja dari rumah.
Sebaliknya, sebagian besar pekerjaan teknisi kimia harus dilakukan di laboratorium tempat peralatan berada. Di bidang perawatan kesehatan, potensi kerja dari rumah yang efektif hanya sekitar 11%.
Dokter umum yang dapat menggunakan teknologi digital untuk berkomunikasi dengan pasien memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk WFH dibanding ahli bedah dan teknisi x-ray, yang membutuhkan peralatan dan peralatan canggih untuk melakukan pekerjaan mereka.
Model hibrida memiliki implikasi penting bagi ekonomi perkotaan
Lebih banyak orang yang ber-WFH berarti lebih sedikit orang yang bepergian antara rumah dan kantor setiap hari. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi yang signifikan, termasuk transportasi, penjualan bensin dan mobil, restoran dan ritel di pusat kota, kebutuhan akan ruang kantor, dan pola konsumsi lainnya.
Moody's Analytics memprediksikan bahwa tingkat kekosongan kantor di Amerika Serikat akan naik menjadi 19,4%, dibandingkan dengan 16,8% pada akhir 2019, dan meningkat menjadi 20,2% pada akhir tahun 2022.
WFH juga dapat mengubah pola konsumsi. Uang yang dihabiskan untuk transportasi, makan siang, dan pakaian kerja dapat dialihkan ke penggunaan lain. Penjualan peralatan kantor rumah, peralatan digital, dan peralatan konektivitas telah meningkat pesat.
Jadi, apakah WFH berpotensi meningkatkan atau menurunkan produktivitas?
Wawancara dengan CEO tentang WFH juga menimbulkan beragam pendapat. Beberapa CEO mengungkapkan keyakinan bahwa WFH dapat berlanjut, sementara yang lain melihat lebih banyak sisi negatif dari WFH dibanding sisi positifnya.
Salah satu hambatan produktivitas adalah konektivitas. Sebuah survei yang dilakukan oleh Institute of Social Economic Digital (ISED) terhadap 172 responden di Indonesia antara tanggal 3 – 19 April 2020 mengungkapkan 5 hambatan utama WFH.
Hambatan-hambatan tersebut adalah: di rumah banyak gangguan sehingga kurang bisa fokus (36%), internet lambat (27%), pekerjaan tidak efektif (17%), sulit mengakses informasi rahasia (10%), dan tidak memiliki peralatan yang mendukung seperti laptop dan akses internet (9%).
Jadi, apakah WFH berpotensi meningkatkan atau menurunkan produktivitas? Agaknya tidak ada jawaban yang absolut terhadap pertanyaan ini.
Model hibrida tampaknya akan menjadi alternatif yang solutif bagi beberapa jenis pekerjaan agar tetap produktif. Jika pekerjaan Anda hanya dapat dilakukan dengan WFO, tetaplah jaga kesehatan dan patuhi prokes.
Jakarta, 18 Januari 2021
Siska Dewi
Referensi: satu, dua, tiga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H