Apa yang tidak dapat dilakukan dalam Perayaan Natal secara luring namun dapat dilakukan dalam Perayaan Natal secara daring? Menghadirkan sahabat dari jauh untuk menjadi Pelayan Firman! Ungkapan dari Caroline, salah seorang kolega saya, kiranya dapat mewakili kesan yang dirasakan oleh para anggota Persekutuan Oikoumene di kantor kami.
Sejak kita rutin merayakan Natal di kantor, ada dua kali Perayaan Natal yang membuat saya merasa sangat terharu.
Pertama, Natal perdana SAS Group sekitar tahun 2008 atau 2009. Saat itu, panitia berusaha keras menyatukan seluruh karyawan dan manajemen Kristiani untuk dapat bersama-sama merayakan Natal di Graha Semesta. Semangat dan kerinduan bersekutu sangat terasa dan banyak yang berpartisipasi. Saya melihat semuanya melebur menjadi sebuah keluarga besar yang dengan penuh semangat dan kompak mempersiapkan Perayaan Natal untuk pertama kalinya di tempat ini.
Kedua, saat Perayaan Natal di tengah Pandemi tahun 2020. Keadaan memaksa kita harus berjauhan. Kita tidak dapat berkumpul dalam satu ruangan untuk Perayaan ini. Namun Tuhan menyatukan kita dengan cara yang berbeda. Berkat teknologi, kita dapat menghadirkan Pelayan Firman dari Roma. Beberapa karyawan yang sedang tidak berada di kantor, dapat mengikuti Perayaan dari luar kantor.
Mereka akan MenamakanNya Imanuel
Renungan Natal dibawakan oleh Pastor Bobby Steven Timmerman, MSF, Kompasianer yang dikenal dengan nama akun “Ruang Berbagi”. Dalam renungan dengan tema “mereka akan menamakanNya Imanuel”, Romo Bobby mengajak kami untuk melihat kembali sejarah 2000 tahun yang silam agar dapat mendalami makna kedatangan Yesus.
Yesus lahir tepat pada masa yang sangat gelap, ketika Israel berada dalam penjajahan Romawi. Kini, setelah 2000 tahun berlalu, keadaan belum banyak berubah. Dunia masih dipenuhi banyak kekerasan.
Kami diajak berefleksi apakah dalam diri kami masih ada kesombongan yang perlu diruntuhkan. Apakah di dalam keluarga atau di tempat kerja, kami menjadi pribadi yang suka mengancam, mengintimidasi, dan mendominasi. Apakah kami masih sering menunjukkan kekerasan dan kesombongan melalui sikap dan kata-kata.
Romo Bobby mengingatkan bahwa kualitas seorang murid Yesus yang sejati adalah kerendahan hati. Mengakhiri refleksi pertama ini, Romo Bobby mengajak kami mendaraskan sebuah doa yang indah, yang diajarkan oleh Santo Fransiskus Asisi.
Doa Santo Fransiskus Asisi (sumber: situs Paroki Kristus Raja, Surabaya)
Dipanggil untuk Menjadi Garam dan Terang Dunia

Subtema dari Perayaan Natal kami adalah “dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia”. Romo Bobby mengajak kami untuk kembali menengok sejarah dari sudut arkeologi. Yesus dibesarkan di desa Nasaret, jauh dari danau Galilea. Pada usia 30 tahun, Yesus pindah dari Nasaret ke kota Kapernaum, dekat danau Galiea. Di kota Kapernaum, Yesus memanggil murid-muridNya yang pertama. Pekerjaan mereka adalah nelayan. Kapernaum adalah tempat pengolahan ikan asin.
Dengan konteks di atas, dapat dipahami bahwa pada zaman Yesus, garam adalah sesuatu yang sangat vital bagi orang-orang Israel. Pada zaman tersebut, orang belum mengenal kulkas. Garam digunakan sebagai pengawet makanan. Ikan diawetkan menjadi ikan asin.
Jika hendak bepergian, orang membawa roti dan ikan. Salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Yesus adalah menggandakan 5 roti dan 2 ikan untuk memberi makan 5000 orang. Dengan demikian, dari sudut pandang arkeologi, garam menjadi unsur yang menentukan hidup seseorang.