Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Hati Harus Memilih

29 Juli 2020   22:57 Diperbarui: 2 Agustus 2020   04:02 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cibodas. Foto oleh: Sebastian Ong

Melihat gambar di atas, saya membayangkan persimpangan jalan yang mungkin ada setelah kita berbelok. Persimpangan jalan yang ada mungkin hanya simpang tiga, di mana kita harus memilih antara belok kanan atau belok kiri. Mungkin juga simpang empat, simpang lima, atau lebih.

Dalam perjalanan hidup, sering kali kita berada di persimpangan jalan. Memutuskan pilihan jalan mana yang akan ditempuh, tidak selalu mudah. Cerita-cerita di bawah ini adalah beberapa contoh di antaranya.

Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak di era Pandemi: Lanjut atau Tutup?

Seorang teman, sebut saja namanya Luna, memiliki sebuah institusi Pendidikan Prasekolah. Dalam pertemuan kami beberapa waktu yang lalu, Luna bercerita, "Tahun ajaran baru, hanya ada 5 siswa baru kelas Kelompok Bermain yang mendaftar ke sekolah kami. Tahun-tahun yang lalu rata-rata 20an siswa baru. Jadi, drop sekitar 75%."

"Awalnya aku berpikir mungkin aku harus menyesuaikan jumlah guru. Kamu tahu, rasio guru Kelompok Bermain yang selama ini aku terapkan adalah 1 banding 5. Artinya, agar tetap efektif, satu orang guru hanya dapat menangani maksimal 5 orang siswa. Dengan jumlah siswa baru rata-rata 20an orang per tahun, aku mempekerjakan 4 orang guru dalam satu level," lanjutnya.

"Kelompok Bermain kami memiliki 2 level. Selama ini, kami punya 8 orang guru Kelompok Bermain. Dengan pandemi COVID-19 masih belum jelas kapan berakhir dan sekolah masih dilarang buka, ditambah menurunnya jumlah siswa baru, aku harus berpikir keras tentang apakah aku harus mengurangi jumlah guru. Jika iya, berapa orang dan siapa yang harus aku lepaskan," Luna menghela nafas panjang.

"Jika mengikuti kebutuhan, sebetulnya saat ini kami hanya memerlukan 3 orang guru Kelompok Bermain. Sejak diberlakukannya PSBB transisi, aku minta para guru tetap ke sekolah dan mengajar para siswa memanfaatkan salah satu platform aplikasi konferensi video. 1 guru untuk KB level A dan 2 guru untuk KB level B."

"Untuk TK, kami punya 4 kelas dan 8 guru. Dengan pembelajaran jarak jauh, 4 kelas hanya butuh 4 guru. Bayangkan, dari sekolahku saja, 9 orang guru terancam menjadi pengangguran intelektual!"

"Lalu, apa yang kamu lakukan?" tanya saya sambil menyeruput kopi.

"Aku ajak mereka diskusi. Dua orang guru yang tidak melek teknologi dan enggan belajar hal baru, memilih mengundurkan diri. Guru-guru yang lainnya setuju dilakukan pemotongan gaji antara 10% sampai 50% sesuai kontribusi yang dapat mereka berikan selama masa pembelajaran jarak jauh. Aku melakukan pemotongan gaji dengan berat hati, agar sekolah dapat tetap survive."

Dosen yang Kesulitan Beradaptasi dengan Teknologi: Lanjut atau Pensiun?

Lain lagi cerita dua orang teman sekolah saya yang belum lama ini berkesempatan ngobrol dalam reuni virtual yang dihadiri sekitar 12 orang. Sebut saja nama mereka Ilham dan Maya. Setelah lulus kuliah, keduanya memilih profesi sebagai dosen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun