Mohon tunggu...
Annisa Nabila
Annisa Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menjadi Konsumen Cerdas untuk Menghindari Konsumerisme

9 September 2022   02:56 Diperbarui: 9 September 2022   02:58 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perilaku berbelanja memang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan manusia, baik itu barang yang merupakan kebutuhan primer atau bahkan tersier. Hal ini semakin didukung dengan era yang makin canggih serta fleksibel dalam menjangkau apapun. 

Kebutuhan terhadap masing-masing orang yang berbeda-beda mempengaruhi konsumen dalam mengontrol pengeluaran disetiap kebutuhannya. Dan pengeluaran atau kebutuhan setiap orangnya tidak dapat disama ratakan. Ada yang ia membeli mobil memang kebutuhan pekerjaan, tetapi ada juga yang membeli mobil hanya untuk koleksi. 

Pengategorian pengeluaran/kebutuhan memanglah harus dipahami terlebih dahulu. Menyeleksi sesuatu berdasarkan kategorinya seperti kebutuhan primer, sekunder, dan tersier ini memudahkan diri dalam mengatur finansial agar lebih efektif. 

Ketika pengategorian ini telah terdeteksi, barulah menginjak pada perbandingan nilai guna barang tersebut dengan harga yang disajikan oleh penjual baik online maupun sistem jual langsung. Namun untuk step yang membandingkan nilai guna dengan harga ini banyak sekali pandangan orang dalam menelisiknya sebelum memutuskan untuk membeli barang tersebut. 

Seperti apakah pandangan yang dimaksud???

Ada beberapa orang yang dengan sukarela membeli barang walau harga yang disajikan tinggi, dengan harapan kualitas barangpun baik atau memang karena sudah cocok dengan produk tersebut. Dan ada sebagian orang yang lebih mementingkan nilai guna, dengan harga yang ekonomis. 

Namun ada juga yang ia membeli barang tersebut hanya mengejar brand dari suatu produk, dengan kata lain ia gengsi atau hanya ingin menjadi orang yang selalu update mengenai hal apapun. Serta masih banyak lagi jenis dan alasan orang dalam mengatasi situasi dalam berbelanja. 

Bagi saya pribadi, belanja memanglah candu. Bahkan tak jarang ketika kita belanja pasti ada barang yang bisa saja tak semestinya dibeli, tapi terbeli. Entah dengan alasan mumpung diskon, atau hanya terkadang karena barangnya lucu. Alasan-alasan remeh inilah yang terkadang bagi saya, menggambarkan belanja bisa bikin kita losing control. 

Mungkin sesekali okelah, misal hanya sekedar untuk mengapresiasi diri setelah melawati ujian, tetapi juga jangan sampe keterusan hingga ga tau batasan belanja yang efektif. Hal ini justru berakibat pada diri yang konsumtif. Sisi negatif dari konsumtif di era teknologi saat ini yaitu adanya dukungan/fasilitas  'berhutang' dari aplikasi-aplikasi belanja online. 

Fasilitas atau alternatif seperti itulah hanya akan menciptakan manusia yang konsumerisme. Terlebih jika hal ini tak bisa dikontrol, maka tidak menutup kemungkinan akan menginjak pada ranah hukum. Mengapa demikian? karena konsumen ini sudah ketagihan, bahkan bisa saja dia melakukan berbagai macam cara hanya untuk memenuhi kepuasannya saja. 

Terlalu banyak kasus yang meranah pada hukum yang diakibatkan gengsi serta perilaku konsumtif, sehingga dari kasus-kasus tersebut kita dapat belajar untuk menjadi pribadi yang jika belanja juga harus dengan cara cerdas. Memperhatikan serta mempertimbangkan kebutuhan yang urgent ketimbang kebutuhan yang sifatnya hanya menjadi kepuasan semata. 

Pandangan untuk berbelanja dengan cerdas dan berusaha menghindari perilaku konsumtif ini mungkin tampak remeh, tetapi sebenarnya jika dijalani tak semudah teori. Beradu dengan nafsu. Maka dari itu, pemutusan konsumerisme dimulai dari kita sebagai kalangan anak muda. Mulai mengenal serta mengategorikan kebutuhan serta mulai menelaah bagaimana cara berhemat agar dapat menyelamatkan dimasa depan. 

Ada pepatah yang mengatakan, hemat pangkal kaya atau menabung pangkal kaya. Dari pepatah itulah kita harus mulai sadar dan menerapkan dalam kehidupan kita, agar boros tidak menjadi habit dalam diri kita.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun