Mohon tunggu...
Anna BerlianaSafitri
Anna BerlianaSafitri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

halo saya mahasiswi politeknik negeri media kreatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Kampung di Jakarta yang Terendam Air

22 Oktober 2023   19:30 Diperbarui: 22 Oktober 2023   20:10 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

22/10/2023 - Pernahkah kamu mendengar Kampung Apung? Kampung Teko atau lebih terkenal dengan sebutan Kampung Apung berada di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Disebut seperti itu karena kawasan dengan luas 3 hektare ini berada di atas air, sehingga seolah-olah mengapung. ketinggian air yang merendam Kampung Apung ini mencapai tiga meter. Selain itu, terdapat ratusan keluarga yang mendiami Kampung Apung. Walau pemukiman tempat tinggal sudah terendam air, namun warga Kampung Apung ini masih tetap bertahan dikarenakan sebagian warga pribumi disini asli kapuk dan juga Kampung Apung merupakan tanah kelahiran. Beberapa faktor lain karena tempat mencari nafkah.

Sebelum terendam air, Kampung Apung ternyata dahulu merupakan kawasan yang asri layaknya Pondok Indah. Hal inilah yang dikenang oleh salah seorang tokoh masyarakat Kampung Apung, Rudi. Rudi yang telah tinggal sejak 50 tahun lalu ini menyatakan Kampung Apung dulu masih diliputi oleh pohon seperti nangka, rambutan, mangga. Bahkan ketika itu ada juga empang untuk anak-anak bermain. saat pak rudi masih kecil dahulu di sini bukan air, melainkan tanah lapang.

Rudi masih ingat kampungnya pertama kali diterjang banjir pada tahun 1995 dan 1996. Seingatnya, air hujan yang menggenang hingga 30 cm. Tetapi air yang membanjiri kampung tidak langsung surut dalam hitungan jam atau hari. "Tahun 1990, kalau enggak salah di 1995 sampai 1996 sudah mulai banjir secara permanen. Saat itu 30 cm kalau enggak salah, lalu keringnya itu lama kira-kira selama 3 sampai 4 bulan bau kering," tambahnya. Namun tahun demi tahun, air yang menggenang kampungnya tak cepat surut. Bahkan ketika hujan, semakin tahun Kampung Apung makin sulit kering. Hingga kini Kampung Apung sudah berubah.

Djuhri, tokoh masyarakat Kampung Apung mengungkapkan, nama Kampung Apung telah menjadi branding kawasan itu sejak diberitakan oleh media cetak maupun online. Pada tahun 1988, ada pembangunan kompleks pergudangan dari pihak pengembang di sekitar Kampung Apung. Pembangunan itu membuat daerah resapan air untuk irigasi sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke, harus ditimbun. Akibatnya, perkampungan warga mulai tergenang secara perlahan hingga saat ini. "Akibat proses pembangunan tadi (kompleks pergudangan), perlahan-lahan kampung kita jadi banjir. Puncaknya dari tahun 1990 hingga saat ini karena saluran air itu diuruk," kata Djuhri

Di dalam kawasan kampung Apung, terdapat genangan air berwarna hijau dengan tumpukan sampah di atasnya. Kendati demikian, tidak tercium bau menyengat seperti genangan air kotor pada umumnya. Rumah-rumah warga pun tampak berdiri kokoh di atas air dengan fondasi kayu. Rumah di dalam kampung ini tampak dibangun berdempetan. Di ujung kampung, terdapat toilet umum yang digunakan warga untuk buang air besar dan mandi dengan menggunakan air yang dipompa dari sumur. Sumur tersebut berada tepat di depan toilet umum, dan sedang tergenang air. Ada pula bangunan bekas penangkaran lele yang telah ditumbuhi enceng gondok dan tergenang air. Sementara, mushala yang terletak di tengah-tengah kawasan penduduk itu menjadi tempat berkumpulnya warga untuk beribadah, atau sekadar menghabiskan waktu bersama.

Warga Kampung Apung berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat mengeringkan perkampungan mereka yang tergenang air. Kawasan itu disebut tergenang air setinggi tiga meter selama bertahun-tahun. Penghasilan warga Kampung Apung bergantung pada tempat tinggal mereka. Mereka akan mengalami kesulitan mendapatkan tempat tinggal sekaligus pekerjaan baru. Selain itu, warga setempat diklaim memiliki sertifikat kepemilikan tanah, sehingga mereka dinilai punya hak untuk tinggal di Kampung Apung.
 
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun