Ana Abdillah (1322300021) - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Â
Di era digital yang semakin maju, perlindungan data pribadi menjadi semakin penting. Data pribadi mencakup informasi sensitif seperti nama, alamat, nomor identitas, dan informasi lain yang dapat mengidentifikasi individu.Â
Pemerintah memiliki peran krusial dalam mengatur dan memastikan perlindungan data pribadi agar tidak disalahgunakan atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam konteks ini, gugatan terhadap pelanggaran keamanan data pribasi memainkan peran penting sebagai alat untuk menegakkan undang-undang dan peraturan yang ada.
Pada september 2022, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) telah resmi diundangkan dan  menjadikan rujukan dalam pengaturan mengenai pelindungan dan tata kelola data pribadi di Indonesia. UU PDP mewajibkan selain kepada pemerintah juga pada  individu, korporasi, badan publik, dan organisasi internasional  yang mengelola data pribadi untuk memberikan jaminan pelindungan data subjek data pribadi yang dikelola.Â
UU PDP memiliki konsekuensi hukum bagi seluruh pengendali dan pemroses data pribadi yang beroperasi di Indonesia, termasuk organisasi masyarakat sipil (OMS).Â
Dalam menjalankan fungsinya, OMS melakukan pengumpulan dan pengelolaan data pribadi dari berbagai sumber dari proses-proses kerjanya, seperti penggalangan dukungan publik, pendampingan masyarakat, advokasi, hingga penggalangan dana dan administrasi.Â
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, terjadi banyak kasus kebocoran data pribadi akibat serangan digital terhadap OMS maupun kelalaian OMS dalam menerapkan praktik tata kelola data yang sesuai dengan standar. Serangan digital yang menyerang sistem informasi dan data OMS di bidang kemanusiaan misalnya dialami OMS yang menjadi penerima hibah USAID Save The Children, VSA New Zealand, dan Oxfam Australia.
Ketidakmampuan pemerintah dan OMS untuk melaksanakan mandat untuk menjaga informasi yang dikelola, termasuk data pribadi, tidak saja berpotensi memberikan kerugian finansial dan hambatan operasional bagi lembaga, namun juga berisiko merusak reputasi lembaga serta membahayakan keamanan dan privasi pemilik data pribadi yang datanya dikelola oleh OMS.Â
Selain itu, kegagalan pemerintah maupun OMS sebagai pengendali data pribadi dalam melakukan pelindungan dapat berimplikasi pada pengenaan sanksi, baik administratif maupun pidana. Untuk itu, sebagai salah satu entitas yang mengelola data pribadi, OMS perlu mengintegrasikan pelindungan data pribadi ke dalam praktik tata kelola data organisasi
Lalu, Bagaimana apabila pemerintah melanggar keamanan data pribadi ?
Jaminan keamanan data pribadi telah atur lebih dulu dalam peraturan perundangan seperti Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) yang mengatur  kewajiban bagi negara untuk menyimpan dan melindungi kerahasiaan dari Data Perseorangan dan Dokumen Kependudukan yaitu pada Pasal 79, selain UU Adminduk terdapat pula  pengaturan bagi setiap orang atau badan hukum dengan tanpa hak mencetak, menerbitkan ataupun mendistribusikan Dokumen Kependudukan akan dikenakan pidana penjara dan denda Menyentuh bidang informasi dan elektronik yang telah diatur dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Setelah cukup lama menjadi rancangan undang-undang yang ditunggu masyarakat Indonesia, aturan mengenai perlindungan data pribadi telah sah menjadi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), dalam konteks kebijakan ganti rugi menjadi penting bagi korban agar tercapainya hak korban salah satunya bentuk keadilan.
Pengaturan mengenai kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang  menjadi tanggung jawab pemerintah maupun OMS, tidak lain sebagai upaya melindungi hak dari Subjek Data Pribadi. Pada Bab IV disebutkan tentang Hak Subjek Data Pribadi yang diantaranya pada Pasal 12 hak penggugatan dan penerimaan ganti rugi atas terlanggarnya proses data pribadi.Â
Hak tersebut tetap dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Aturan lanjut tentang pelanggaran proses daat pribadi dan tata cara gugat ganti rugi.Â
Ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menunjukkan bahwa negara atau pemerintah dapat dimintai pertanggunggugatan apabila gagal dalam memberikan perlindungan data pribadi bagi warga negara.
 Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2019, telah diatur apabila rakyat merasa dirugikan dengan perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah maka rakyat dapat mengajukan gugatan ke pengadilan administrasi. Gugatan tersebut dilengkapi dengan tuntutan supaya pemerintah melaksanakan kegiatan tertentu serta menghentikan satu perbuatan tertentu atau meminta ganti rugi.
Pemerintah dikatakan melakukan perbuatan melanggar hukum bila perbuatan pemerintah melanggar peraturan perundang-undangan, melanggar hak-hak subjektif dari rakyat, tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban hukumnya ataupun bila pemerintah tidak teliti/hati-hati dalam melakukan perbuatan. Mengacu pada UndangUndang Administrasi
Perlindungan data pribadi tidak hanya penting untuk mencegah pelanggaran privasi individu, tetapi juga untuk menjaga keamanan nasional, melindungi kepentingan ekonomi negara, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital dan pemerintah. Data pribadi yang tidak terlindungi dapat dieksploitasi untuk tujuan kriminal, seperti pencurian identitas, penipuan, atau bahkan kegiatan mata-mata yang berbahaya.
Salah satu tantangan utama dalam perlindungan data pribadi adalah teknologi yang terus berkembang dengan cepat. Meskipun inovasi teknologi memberikan manfaat besar bagi masyarakat, mereka juga meningkatkan risiko terhadap pelanggaran data. Penjahat cyber semakin canggih dalam mencuri dan memanfaatkan data pribadi, memaksa pemerintah untuk terus beradaptasi dengan ancaman baru ini, diantara yang menjadi hambatan adalah tidak memadai dalam mengamankan data, atau bahkan menjual data tanpa izin.
Perlindungan data pribadi merupakan tantangan besar dalam era digital saat ini, dengan pemerintah berperan penting dalam menegakkan undang-undang dan peraturan yang ada melalui gugatan hukum yang efektif.Â
Dengan mengadopsi strategi yang cermat dan berkolaborasi, pemerintah dapat memastikan bahwa data pribadi warganya dilindungi dengan baik dari potensi penyalahgunaan dan eksploitasi. UU PDP memandatkan  terbit peraturan pemerintah terkait pelaksanaan perlindungan data pribadi yang mengatur ketentuan mengenai tata cara ganti rugi, oleh karenanya peraturan pelaksanaan tersebut merupakan hal yang mendesak untuk segera diundangkan agar dapat mengakomodasi ataupun memberikan acuan kepada warga negara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H