Aku mengalami kejadian ini beberapa bulan yang lalu saat baru saja mencoba menyetir sendiri, setelah ikut kursus setir mobil selama sekitar 1 minggu, dan latihan sendiri selama beberapa minggu.
Suatu pekan, suamiku sedang dinas ke luar kota. Itu artinya setiap pagi aku harus mengantar tiga dari empat anakku yang bersekolah di tempat yang sama. Mobil ada, motor juga ada. Kalau pakai motor maka aku harus bolak balik dua kali ke sekolah karena tidak mungkin membonceng tiga anakku sekaligus. Akhirnya, aku memberanikan diri mengendarai mobil saja untuk ritual mengantar anak-anak ini.
Pada tiga hari pertama , aku selalu mencari jalan yang bebas tanjakan (mksudnya jalan yang rata gitu..hehe..), walaupun jaraknya menjadi semakin jauh. Namanya juga sopir pemula, meskipun ada jalan memotong yang lebih pendek jaraknya, aku tetap memilih jalur yang ‘normal’ dan rata itu saja.
Nah, pada hari keempat, Rais (anakku yang paling besar) ngomong begini: "umi harus mencoba jalan motong yang ada tanjakannya itu, kan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin"..
Nah lho, aku jadi serba salah. Bukankah itu nasihatku padanya di beberapa kesempatan yang saat ini dia kutip langsung?.. Alamaakk..
Akhirnya, setelah berpikir beberapa saat, aku memutuskan mengikuti nasihatnya karena ini saatnya menunjukkan konsistensiku dalam ucapan dan perbuatan. Walaupun keringat dingin mulai terasa.. Hehehe.. Deg-degan booo..
Alhamdulillah, pada hari keempat itu aku 'berhasil' menunjukkan konsistensi ucapan dan perbuatan, meskipun dengan rasa deg-degan dan keringat dingin. Untungnya kaki tidak ikut gemetaran..hahaha.. Makasih uji nyali-nya ya, nak…
Just share..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H