syiah di desa guyangan, Jepara), bahwa hari dan tanggal sekian akan ada mahasiswi yang hendak datang ke rumah beliau untuk wawancara seputar mazhab yang sering disesatkan dan berbeda dari yang lain, yaitu Syiah. Wawancara dua mahasiswi ini  berasal dari IAIN Kudus selaama dua jam dengan diakhiri makan malam bersama yang bisa dibilang sangat telat mendekati pukul sepuluh malam. Ustad  Nur Alim yang telah repot menjamu kami( saya dan kaka saya, juga dua mahasiwi) tak lain bertujuan untuk menjadikan kami silaturahmi yang lebih akrab. Saya di sana hanya sebagai pendengar saja, memang tujuan saya diundang ustad adalah untuk menemani mahasiswi-mahsiswi tersebut supaya lebih cair suasanaya. Semua pertanyaan yang disiapkan mahasiwi itu lengkap dijawab ustad dengan bahasa sederhana, ringan, dan mudah dicerna siapa saja. Komunikasi semacam ini di dunia akademi sangat biasa, ilmiah dan berdasar, bisa dipertanggung jawabkan sehingga otak kita bisa menerima.
Minggu lalu saya diberi tahu guru saya( pimpinanKarna yang bertanya adalah mahasiswi semester pertama pastinya sederhana dan sangat masih canggung, saya maklumi itu. Â Seingat saya hanya ada beberapa pertanyaan saja yang diajukan, mungkin kurang dari sepuluh pertanyaan. Diantara pertanyaan-pertanyan yang diajukan adalah apakah syiah memiliki tradisi berjanji seperti ahlusunnah, dan punya kegiatan-kegiatan lainnya? Apakah perempuan syiah juga mempunyai andil? Siapakah sesepuh syiah pertama di desa Guyangan.
Salah satu jawabn ustad yang paling saya ingat adalah, bahwa syiah dan sunni itu sebenarnya sama, malah kegitan-kegiatan orang sunni itu banyak yang meniru orang syiah, contohnya, Â berjanji atau syair-syair pada maulidan. Kalau kita membaca dengan cermat sebagian besar lirik berjanji menandakan puji-pujian dan identitas syiah imamiyah. Lagi, tentang tahlilan. Tahlilan itu sebagian besar ayat-ayat suci alquran mengarah pada ahlulbayt nabi saw yang identik dengfan syiah. Â Sederhananya yang kita biasa mendegarkan hampir setiap hari adalah puji-pujian kepada ahlulbayt nabi saw yang dilantunkan orang sunni. Â Likhomsatun utfi biha kharol wabail khatimah, almustafa wal murtadha wabna huma wa fatimah. Coba kita perhatiikan, nama-nama diatas adalah nama-nama ahlulbayt nabisaw, orang---orang terkasih nabi saw. Tanda syiah lagi ya?.
Lirik aslinya bukanlah kharol waba , akan tetapi kharol jahim ( ganasnya neraka).
Dan begini tambahan ustad, "jaman dahulu itu di Indonesia pernah terserang wabah besar, dan kiyai Hasyim Asyari melantunkan syair itu dengan sedikit mengubahnya supaya relate dengan kondisi saat itu. Â Diubahlah jadi yang sperti kita dengar sekarang".
Kedua mahasiwi dan saya pun tersenyum menganggukan kepala, dalam hati berkata, oh jadi gitu. Begitulah wawancara singkat malam itu, mneyenanhkan. Tugas kuliah berupa penelitian dan wawancara orang sunni kepada orang syiah bukanlah hal yang jarang kami temui tapi sering. Orang-orang beginlah yang justru mengetahui syiah dengan sumber dan sanad yang sesuai apa syiah itu sendiri. Â Bukan menganl syiah dari goohle dan youtube apalagi facebook , yang kesemua itu memandang syiah sebagai ahli bid'ah, sesat, kafir dan hujatan buruk lainnya.
 Saya ucapkan terimaksih dan semoga berhasil belajarnya kepada kedua kaka mahasiwi ini, semoga langkah kesuksesan menyertai anda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H