Maraknya isu ekonomi yang berkembang di berbagai media cetak maupun online sepertinya menarik untuk dibahas lebih lanjut. Siapa lagi pelakunya kalau bukan rupiah dengan pasangan setianya USD yang langgengnya bahkan melebihi dari hubungan banyak orang.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD bisa dipicu oleh banyak faktor, bisa internal maupun eksternal. Namun dari internal sendiri tidak begitu signifikan ketimbang faktor eksternal. Permasalahan dalam negeri sendiri datang dari perekonomian dalam negeri yang masih kurang mapan sejak krisis 1998. Apalagi saat ini nilai barang lokal kalah saing dengan produk branded yang harganya relatif mahal sehingga nilai konsumtif lebih tinggi dibanding nilai produktif. Padahal belum tentu barang branded memberikan kualitas yang bermutu tinggi. Itu masih sebagian faktor internalnya.
Beralih ke faktor eksternal, lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dikarenakan data perekonomian di Amerika Serikat sendiri yang lamban. Hal ini disebabkan karena kondisi yang sedang instabilitas, ditambah cadangan minyak Amerika yang semakin minim. Minyak yang merupakan komoditas paling penting tentu sangat mempengaruhi komoditas lainnya.
Tapi jangan beranggapan pemerintah kita nggak kerja ya! sudah berbagai macam upaya dilakukan untuk memberikan vitamin kepada rupiah biar kuat. Alhasil, sempat dikabarkan rupiah menaik 16 poin. Kenaikan ini meski tidak begitu signifikan tentu harus kita apresiasi. Masih ada celah pintu terbuka untuk mengembalikan kestabilan nilai tukar.
Meskipun nilai tukar rupiah yang semakin rendah mengkhawatirkan, ada hikmahnya juga yaitu menarik minat para pemegang saham untuk memulai investasi di tanah surga kita. Selain itu, mari kita mulai berani mengkonsumsi hasil produksi “Made in INDONESIA”. Sengaja dibesarkan tulisannya biar semua tahu kalau Indonesia berpotensi besar untuk menjadi negara maju.
Akhir kata penulis meminta maaf karena kurang maksimalnya artikel yang dibuat. Tentu hasil pemaparan ini dengan kualitas analisis seadanya dari penulis. Selain itu juga penulis bukan ahli ekonomi, hanya sebatas hobi menulis saja, jadi kalau banyak salah sudah pasti. Kalau banyak benar mungkin nihil.
Salam Indonesia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H