Mohon tunggu...
Mbak Celsa
Mbak Celsa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Soekarno Pemimpin yang revolusioner tapi tidak otoriter Sang proklamator yang tidak koruptor Bermartabat dan tidak memakan uang rakyat Sangat Indonesia-is dan Pancasila-is

Selanjutnya

Tutup

Politik

Segitiga Emas Indonesia

29 Juli 2015   12:44 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:02 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“This Country, The Republic of Indonesia, does not belong to any group, nor to any religion, nor to any ethnic group, nor to any group with customs and traditions, but the property of all of us from Sabang to Merauke Soekarno

Siapa yang tidak kenal tokoh Proklamator plus orang nomor satu yang memimpin Indonesia perdana ? Perlu diketahui saat Soekarno menjabat Presiden, NKRI menjadi macan Asia yang ditakuti oleh seluruh negara bahkan Amerika sekalipun. Meskipun saat ini perlahan aura macan itu mulai pudar, setidaknya masih ada harapan untuk membangkitkan aura tersebut.

Pada kali ini saya mencoba mengajak Kompasianer untuk memahami Segitiga Emas Indonesia dari segi Geopolitik. Menurut Friedrich Ratzel (1844-1904) dalam teori Space menyatakan “Bangsa berbudaya akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah primitif bangsa”. Artinya bahwa hukum rimba berlaku bagi negara penghuni bumi.

Oleh karena itu jangan heran kalau sampai saat ini Indonesia seakan masih dijajah secara underground. Kalau kita melihat dari perspektif geopolitik, terlihat ada jejak Asing yang ingin menguasai SDA Indonesia dengan berkedok yang variatif seperti pengadaan seminar, kunjungan, kerjasama, dll. Salah satu korbannya sendiri adalah GAM, RMS dan OPM meskipun saat ini sudah tidak terlalu riskan. Namun tetap saja perlu dipantau pergerakannya.

Mengapa ketiga organisasi separatis tersebut sangat menggebu-gebu ingin memisahkan diri dari NKRI, sedangkan apabila sudah lepas pun belum tahu mau diarahkan kemana daerahnya. Seperti Timor Leste yang saat ini memisahkan diri NKRI terbukti memiliki ketimpangan ekonomi yang lebih besar ketimbang Indonesia.

Setidaknya kita harus sadar dikala ada ancaman yang berkaitan dengan keamanan nasional pasti ada pihak eksternal yang intervensi dalam permainan ini. Tidak dipungkiri, Aceh memiliki kekayaan gas alam yang melimpah, Papua memiliki kekayaan Emas yang konon bergunung-gunung. PT Freeport melakukan penambangan emas sampai saat ini hanyalah baru seukuran kepala burung garuda, belum mencapai perut bahkan kaki. Maluku memiliki kekayaan maritim yang tidak kalah saing dengan negara lain. Batu Bacan yang masih hangat di kalangan masyarakat pun berasal dari Maluku karena memiliki nilai jual yang tinggi. Bukan berarti daerah lain tidak berpotensi memiliki kekayaan SDA, hanya saja ketiga provinsi ini dijadikan target Asing karena posisinya yang strategis.

Seperti strategi membaca efektif yang dilakukan orang-orang, apabila ingin memahami suatu kalimat, cukup baca ujung dan akhir saja. Tengah merupakan sentral dari keseluruhan. Kalau titik pusatnya sudah hancur, tentu berpengaruh dominan kepada lainnya.

Sejarah mencatat bahwa Aceh dan Papua memiliki konflik berkepanjangan. Berbeda dengan Maluku, meski sempat berkonflik, saat ini kondisi di Maluku sudah kembali normal. Bahkan Ambon merupakan wilayah ramah dan damai di Indonesia sehingga dunia menobatkan Ambon sebagai Gong Perdamaian Dunia. Inilah celah yang dimanfaatkan asing dalam upaya merobohkan NKRI dengan jurus invisible-nya.

Kita harus menerima kenyataan kalau negara kita sedang di eksploitasi. Tetapi kita tidak boleh tinggal diam. Banyak upaya untuk meningkatkan SDM bangsa sehingga mampu mematahkan akar permasalahan yang begitu mendalam. Kembangkan potensi yang ada didalam diri anda hingga terbentuk kualitas SDM yang mumpuni. Dengan kualitas SDM yang handal tentu dapat menyeimbangkan SDA yang konon peninggalan Atlantis.

Akhir kata, penulis meminta maaf jika masih banyak kekurangan dari penulisan artikel ini. Namanya juga belajar, pasti kesalahannya lebih banyak dibanding kebenarannya. Mohon kritikannya yang membangun karena berawal dari kritikanlah seseorang bisa selangkah dua langkah lebih maju. Salam Indonesia !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun