Mohon tunggu...
Anna Risnawati
Anna Risnawati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bukan penulis hanya suka corat-coret dan bahagia jika bisa berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Jadi Incaran, PDIP Jadi Rebutan

14 Februari 2014   07:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:50 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13923391641554936646

Mendekati Pemilu Legislatif 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai diperebutkan sejumlah partai untuk berkoalisi. Ibarat gadis cantik PDIP banyak dilirik semua pemuda yang siap melamar. PDIP yang sudah keluar dari daftar partai terkorup menjadi di atas angin. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan adanya sosok yang sekarang sedang digadang-gadang untuk menjadi presiden RI selanjutnya.

Nama Jokowi melambung sejak dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Oktober 2012 silam. Namanya semakin moncer, setiap hari sepak terjangnya banyak dikuntit pemburu berita dan menjadikannya public darling. Berbagai fenomena bermunculan terkait adanya sosok Jokowi ini. Mulai dari kepemimpinan kerakyatan, gaya kerjanya yang senang blusukan hingga keberaniannya mengeksekusi perda-perda yang sudah “digedok”. Meskipun di satu sisi keberhasilannya untuk menata “Jakarta Baru” belum terwujud secara nyata. Tetapi rakyat melihat Jokowi dan wakilnya telah bekerja keras untuk itu. Sisi inilah yang dilihat oleh rakyat, sehingga rasa puas yang dirasakan di hati menjadi poin tersendiri dan menjadikan popularitasnya naik tajam mencapai 85 persen.

Dengan adanya sosok yang dianggap fenomenal ini siapa yang diuntungkan ? Jelas partai pengusungnya. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sebagai partai dimana Jokowi bernaung tentu saja tidak tinggal diam menanggapi fenomena ini. Jokowi bagaikan kuda pacu yang siap melambungkan PDIP menjadi partai terunggul dalam Pemilihan Legislatif 2014 mendatang. Setelah pada Pilgub DKI Jakarta lalu Jokowi menjadi kuda hitam, sosok yang tidak diperhitungkan, apakah sekarang siap melesat menjadi kuda pacu dengan membawa tunggangan nama besar Partai PDIP ?

Adanya Jokowi ini membuat nama PDIP menjadi harum. Badai korupsi yang menimpa kader-kadernya dan raja-raja kecil di daerah seakan sirna terhapus oleh sosok kurus ceking ini. Nama PDIP menjadi pulih dan terhapus dari daftar partai terkorup meski di urutan paling bontot. Sepuluh tahun menjadi partai oposisi sekarang saatnya untuk merebut kendali kekuasaan tertinggi. Saatnya PDIP berhitung, mencermati fenomena Jokowi yang terjadi diluar kendali. Bila PDIP pintar “membaca” konstelasi politik yang sedang terjadi saat ini maka tampuk kekuasaan tertinggi akan diraihnya.

Elektabilitas Jokowi yang menyodok di urutan tertinggi sama sekali di luar perhitungan PDIP sebelumnya. Jokowi bukan sosok yang diperhitungkan untuk menjadi presiden berikutnya dari partai PDIP. Mengingat baru hitungan bulan Jokowi menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta. Tetapi desakan publik yang menginginkan Jokowi untuk menerima amanah lebih tinggi lagi juga patut didengarkan. Inilah yang menjadi dilema tetapi sekaligus keuntungan bagi PDIP. Keuntungannya tanpa harus bersusah payah sepertinya PDIP siap melenggang menuju kekuasaan. Untuk itulah PDIP mulai menerapkan strategi berpolitiknya agar tidak diketahui lawan-lawan politiknya. Kadang beraksi diam, kadang melempar isu, kadang memamerkan Jokowi atau bahkan kadang memunculkan Risma, semua itu untuk melihat respon lawan-lawan politknya. Gerah dan galau tentunya.

Apalagi menurut Lembaga Survey Jakarta (LSJ), elektabilitas PDIP menduduki peringkat teratas dengan mengantongi suara 19,83 persen. Disusul Partai Golkar 17,74 persen dan Partai Gerindra 12,58 persen. Hal ini menurut pengamat politik Boni Hargens, publik lebih memberikan dukungan kepada partai yang pro perubahan karena masyarakat kita saat ini benar-benar menginginkan adanya perubahan.

Selain PAN yang mulai mendekat, Gerindra pun sudah membuka diri. Bahkan ada dua partai yang jelas-jelas sudah menyatakan tertarik untuk berkoalisi dengan PDIP yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat. Ketua DPP Partai Golkar Hariyanto Y Thohari mengungkapkan, bahwa partainya telah lama memendam keinginan untuk bisa berkoalisi dengan PDIP. Tahun 2014 merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan koalisi tersebut. Koalisi ini dianggap sangat dinamis dan mampu menjalankan demokrasi bersamaan dengan pembangunan.

Sebelumnya Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan, partainya lebih senang jika berkoalisi dengan PDIP. Menurutnya komando di PDIP lebih jelas ketimbang partai lain yang saat ini berkoalisi dengan Demokrat. Meskipun dengan platform yang sama yaitu nasionalis, maukah PDIP berkoalisi dengan Demokrat ? Ramadhan Pohan membantah tudingan adanya ketegangan antara SBY dan Megawati pada tahun 2004 lalu. Ngga ada masalah, katanya.

Tanggapan PDIP sendiri mengenai tawaran yang mengajak berkoalisi, bahwa kerja sama dengan partai lain akan dilakukan secara intensif setelah Pemilihan Legislatif 2014. Saat ini kerja sama yang dilakukan untuk bersama-sama mengawal agar pemilu bisa berjalan secara jujur dan demokratis, meniadakan kecurangan. Sebab jika kecurangan terjadi apabila memang pernah terjadi, bagaimana pilar demokrasi akan tegak di muka bumi pertiwi ini ?

Jika semua merapat ke PDIP, itu menandakan mereka tidak percaya diri dengan capres yang diusungnya. Dan merasa yakin dengan capres yang akan diusung oleh PDIP. Ini menjadi hal yang tidak sehat untuk iklim demokrasi, karena akan mengacu hanya pada satu tokoh, yaitu capres yang akan diusung PDIP. Atau bisa saja Jokowi menjadi incaran untuk menduduki posisi wakil, sebab hanya dimanfaatkan popularitasnya saja tanpa melihat elektabilitasnya yang unggul untuk mendampingi capres mereka.

Tetapi yang pasti PDIP tidak akan melepas Jokowi untuk menjadi yang kedua jika hasil koalisi menginginkan Jokowi hanya menjadi wakil. Dengan elektabilitasnya yang selalu tertinggi memungkinkan Jokowi untuk lebih dari sekedar nomor dua. Kecuali memang Jokowi tidak dicapreskan atau mungkin lebih baik menjadi Gubernur DKI Jakarta saja. Tapi yang jelas Pemilihan Presiden 2014 tidak seru tanpa adanya Jokowi dan golput akan meningkat tajam. Bagaimana jika pemenangnya Golput ?

Salam Sukses

Foto:soreangonline.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun